Wajah tanpa Daging: Metafora Nabi bagi Peminta-Minta - Ali Mansur
Wajah tanpa Daging: Metafora Nabi bagi Peminta-Minta
Ali Mansur
Hadis sahih dari Imam Bukhari (no. 1474) dan Imam Muslim (no. 1040) mengingatkan kita tentang bahaya meminta-minta: “Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya.” Ini bukan sekadar ancaman, melainkan peringatan serius akan hilangnya martabat dan kehormatan bagi mereka yang menjadikan meminta-minta sebagai kebiasaan.
Wajah adalah simbol identitas dan harga diri. Ketika seseorang kehilangan daging di wajahnya, ia kehilangan kehormatannya, baik di dunia maupun di akhirat. Gambaran ini menegaskan bahwa meminta-minta tanpa alasan yang benar bukan sekadar tindakan rendah, tetapi juga berisiko mencabut kemanusiaan seseorang. Di akhirat, ia akan berdiri di hadapan Allah dalam kondisi yang memalukan, kehilangan kehormatan yang seharusnya dijaga sejak di dunia.
Islam menekankan pentingnya kemandirian dan kerja keras. Rasulullah SAW bersabda, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” Mengandalkan belas kasihan orang lain tanpa kebutuhan mendesak adalah bentuk ketidakpercayaan kepada Allah sebagai pemberi rezeki. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk berusaha, dan meminta-minta hanya akan menjebak seseorang dalam ketergantungan serta mengikis rasa percaya diri.
Apa yang harus kita lakukan? Pertama, hindari meminta-minta kecuali dalam kondisi darurat. Islam membolehkan meminta-minta hanya jika benar-benar tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup. Kedua, tingkatkan usaha dan kerja keras. Allah menjamin rezeki setiap hamba-Nya, tetapi kita harus berikhtiar. Ketiga, jaga harga diri. Bersabar dan berusaha jauh lebih mulia daripada mengorbankan martabat demi sedikit harta dunia.
Hadis tentang “wajah tanpa daging” adalah peringatan keras bagi kita semua. Jangan biarkan kebiasaan meminta-minta mengikis kehormatan, baik di dunia maupun di akhirat. Jadilah pribadi yang mandiri, bersyukur, dan percaya pada janji Allah. Di akhirat nanti, kita akan menghadap-Nya dengan segala perbuatan kita. Jangan sampai kita berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan yang memalukan. Mari jaga kemandirian dan martabat, karena Allah selalu menyediakan jalan bagi mereka yang bertakwa.