Tiga Hal yang Dibenci Allah pada Manusia - Hasan Santoyo
Tiga Hal yang Dibenci Allah pada Manusia
Hasan Santoyo
Kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laits as-Samarqandi merupakan salah satu karya klasik yang mengingatkan umat Islam agar tidak terjerumus dalam kelalaian. Kitab ini memuat nasihat-nasihat spiritual tentang akhlak, ibadah, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Salah satu pesan penting dalam kitab ini adalah tiga sikap yang dibenci Allah SWT pada hamba-Nya, yaitu kelalaian dalam beribadah, ketidakterimaan terhadap ketetapan-Nya, dan kemarahan saat doa tak terkabul. Ketiga sikap ini perlu dipahami agar setiap Muslim dapat menghindarinya dan meraih keridhaan Allah.
1. Lalai dalam Menjalankan Perintah Allah
Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk beribadah dengan sungguh-sungguh, seperti shalat, puasa, dan berbuat kebajikan. Kelalaian atau kemalasan dalam menjalankan kewajiban ini mencerminkan ketidakikhlasan dan kurangnya penghargaan terhadap nikmat Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara kontinu meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).
Kelalaian juga dapat menjerumuskan seseorang ke dalam sifat munafik, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.” (QS. An-Nisa: 142).
Oleh karena itu, konsistensi dan kesungguhan dalam beribadah menjadi kunci untuk menghindari murka Allah.
2. Tidak Menerima Ketetapan dan Pembagian Allah
Setiap manusia diberi rezeki, kemampuan, dan takdir yang berbeda-beda oleh Allah. Sikap tidak menerima (qana’ah) terhadap pembagian-Nya merupakan bentuk protes atas kebijaksanaan Allah yang Maha Mengetahui. Allah berfirman:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia...” (QS. Az-Zukhruf: 32).
Ketidakterimaan ini sering berakar pada keinginan untuk menyaingi orang lain, padahal Rasulullah SAW mengingatkan:
“Lihatlah orang yang berada di bawahmu, jangan melihat yang di atasmu, agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Muslim).
Menerima ketetapan Allah dengan ikhlas adalah wujud tawakal dan keimanan bahwa segala sesuatu yang diberikan-Nya adalah yang terbaik.
3. Marah Saat Doa Tidak Terkabul
Allah menjamin bahwa setiap doa akan dijawab, meski jawabannya bisa berupa “ya”, “tidak”, atau “tunggu”. Namun, sebagian manusia marah ketika keinginannya tak terpenuhi, menunjukkan ketidaksabaran dan keraguan akan hikmah Ilahi. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada seorang Muslim yang berdoa kecuali Allah akan memberinya salah satu dari tiga hal: dikabulkan segera, ditunda sebagai simpanan di akhirat, atau dihindarkan dari keburukan.” (HR. Ahmad).
Marah pada Allah karena doa yang “tidak dijawab” mencerminkan kedangkalan iman. Sebaliknya, seorang Mukmin sejati akan tetap bersyukur dan introspeksi diri, seperti kisah Nabi Ayyub yang sabar meski diuji berat.
Tiga sikap di atas: kelalaian ibadah, tidak menerima takdir, dan marah saat doa tak terkabul—harus dijauhi. Dengan memperkuat keimanan, meningkatkan kesabaran, dan menerima ketetapan Allah, seorang hamba dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Semoga kita termasuk golongan yang senantiasa bersyukur, tekun beribadah, dan tawakal dalam setiap keadaan.
Jombang, 14 Februari 2025.