Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Cinta yang Membunuh - Sarpin Alanuari

Cinta yang Membunuh - Sarpin Alanuari

Cinta yang Membunuh

Sarpin Alanuari



“Kalau mau membunuh seseorang, taklukkan hatinya, lalu pergilah perlahan dan tinggalkan dia di antara kematian dan kegilaan.” – Nizar Qabbani

Ungkapan puitis dari Nizar Qabbani di atas memang terasa menusuk. Bagaimana tidak? Dalam satu kalimat, ia seolah menegaskan bahwa cinta bisa menjadi senjata paling mematikan. Tentu saja, “membunuh” di sini bukan bermakna secara harfiah. Sebaliknya, kalimat tersebut menyoroti betapa dahsyatnya efek luka batin yang dapat ditimbulkan ketika seseorang yang tadinya begitu dicintai, tiba-tiba pergi dan meninggalkan kekosongan mendalam di hati.

Dalam hubungan antarmanusia, khususnya relasi cinta, penaklukan hati sering kali menjadi langkah pertama untuk memulai sebuah kisah. Ketika seseorang berhasil menaklukkan hati pasangannya, sebuah rasa aman dan harapan tumbuh. Akan tetapi, jika cinta ini dipermainkan, kepergian secara perlahan-lahan akan meninggalkan luka yang begitu dalam. Kita tak lagi bicara soal perpisahan biasa, melainkan perasaan terjebak di antara “kematian” (putus asa total) dan “kegilaan” (kebingungan dan ketidakstabilan emosional).

“Cara membunuh dengan cinta” sesungguhnya adalah ironi besar tentang bagaimana cinta, yang seharusnya menjadi sumber kebahagiaan, justru bisa menjadi sumber penderitaan. Ketika cinta diwarnai manipulasi dan janji palsu, korban tidak hanya kehilangan seseorang yang dicintai, tetapi juga kehilangan rasa percaya. Di titik ini, seseorang merasa hampa; seolah-olah separuh jiwanya terenggut pergi.

Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk menyadari bahwa cinta bukanlah sekadar perasaan romantis, tetapi juga tanggung jawab dan komitmen. Ketika memutuskan untuk “menaklukkan” hati seseorang, kita seakan berjanji untuk merawat hati tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika kemudian kita pergi tanpa kejelasan, meninggalkan hati yang telah terbuka dan rentan, maka itulah yang disebut “membunuh” secara perlahan.

Karena itu, mari berhati-hati dalam menggunakan “senjata” bernama cinta. Bila cinta mampu mempersatukan, cinta juga bisa memporak-porandakan. Kata-kata Nizar Qabbani hendaknya menjadi pengingat bahwa setiap relasi emosional yang kita bangun memiliki konsekuensi. Jangan pernah meremehkan dampak dari kehadiran dan kepergian kita dalam kehidupan seseorang. Terkadang, luka yang kita tinggalkan bisa jauh lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan.

Pada akhirnya, cara terbaik agar cinta tidak berubah menjadi senjata mematikan adalah dengan menjaga kejujuran, keterbukaan, dan rasa tanggung jawab. Biarkan cinta tumbuh dengan tulus, jangan pernah sengaja menabur benih harapan hanya untuk menghancurkannya. Dengan demikian, kita tak perlu menjadi “pembunuh” yang menancapkan luka paling dalam di hati orang lain.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.