Antologi Anto - Wahyu Bray
Antologi Anto
Wahyu Bray
Jangan berharap banyak pada cerita ini. Saya hanya ingin menceritakan seorang kawan mungkin juga lawan. Namanya Anto, entah siapa nama lengkapnya, mungkin Anto Subianto kali. Terus terang saya tidak bisa mendeskripsikan orang ini secara utuh. Sosoknya penuh kejutan kayak diskon belanja yang kerap membuat saya geleng-geleng kepala.
Anto adalah mantan anggota NII yang selamat dan bertobat. Kini, dia bekerja sebagai OB di sebuah instansi pemerintah. Kebetulan, instansinya tidak jauh dari tempat saya bekerja sebagai operator printing dan fotokopi. Hampir setiap minggu, tiga kali Anto datang mampir untuk nge-print berbagai dokumen. Tiap kali dia datang, saya selalu tahu itu dia. Dari jarak 200 meter, suaranya sudah menggema:
"Print 10 lembar, Brooooo! Jangan pakai lama, apalagi cabeeeee!"
Anto ini memang orang yang asyik, lucu, tapi juga ngeselin. Dia grasa-grusu seperti plastik yang tertiup angin. Hal yang membuat saya heran, dia tak pernah peduli pada penilaian orang lain, termasuk penilaian saya. Satu-satunya hal yang dia pedulikan setiap harinya hanyalah uang. Bagaimana caranya bisa mendapatkan uang dari lebihan harga yang dia naikkan -kadang- secara ugal-ugalan.
Walau begitu, Anto sangat disayangi oleh bosnya. Dia bahkan mendapatkan beasiswa kuliah S1 di universitas dekat kantornya. Namun, saya tidak pernah tahu jurusan apa yang diambilnya. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu sama:
"Malam saya ambil komputer, siangnya di hukum."
Kemarin, ada kejadian yang benar-benar di luar dugaan. Seperti biasa, Anto datang mendadak dan teriak dari jauh. Tapi kali ini, bukan untuk nge-print. Dia datang untuk minta nota kosong dari tempat saya, yang jelas-jelas bertuliskan "Adella Printing dan Fotocopy".
"Nota kosong buat apa sih?" tanya saya.
"Diem aja lo, Bro," jawabnya sambil mencari-cari ballpoint.
Lalu, dia menulis di nota itu:
"3. Bubur Ayam Spesial: Rp20.000
6. Kerupuk Mawar Spesial: Rp5.000
Total: Rp90.000"
"Tok, itu kan nota printing, kenapa ditulis makanan?" tanya saya lagi.
"Ah, aman! Diem aja loh," katanya sambil melenggang seperti angin puyu.
***
Satu jam kemudian, telepon berdering.
"Halo, ini Adella Printing, ya?"
"Iya, benar, Pak."
"Apa Adella Printing juga jualan bubur ayam?"
Saya terdiam sejenak. Langsung
teringat Anto. Bajigurrrrrrrrr.