Apakah Sastra Masih Dibutuhkan oleh Generasi Z dan Alpha? - Sultan Adlar Liberio
Apakah Sastra Masih Dibutuhkan oleh Generasi Z dan Alpha?oleh Sultan Adlar Liberio*
Di era modern yang serba digital, relevansi sastra sering dipertanyakan, terutama ketika berbicara tentang Generasi Z dan Alpha. Generasi yang tumbuh bersama teknologi ini kerap diasosiasikan dengan kebiasaan membaca singkat, konsumsi konten visual, dan ketergantungan pada media sosial. Dalam kondisi seperti ini, muncul pertanyaan: apakah sastra masih memiliki tempat di hati mereka?
Sastra, dalam berbagai bentuknya, selalu menjadi medium untuk menyampaikan ide, emosi, dan kebijaksanaan yang melampaui batas waktu. Namun, sifat interaksi dengan sastra telah berubah. Generasi Z dan Alpha lebih terbiasa dengan format singkat seperti caption Instagram, thread Twitter, atau video TikTok berdurasi satu menit. Karya sastra panjang, seperti novel klasik atau kumpulan puisi, mungkin tampak kurang menarik bagi mereka. Meski begitu, perubahan cara konsumsi tidak berarti hilangnya kebutuhan akan sastra.
Generasi Z dan Alpha hidup di dunia yang dipenuhi oleh informasi cepat dan instan. Notifikasi, berita viral, dan budaya multitasking sering kali membuat mereka merasa lelah secara mental. Dalam konteks ini, sastra menawarkan sesuatu yang berbeda: ruang untuk merenung dan mendalami emosi. Membaca puisi atau cerpen memungkinkan mereka melambat sejenak dan menyerap makna yang lebih dalam dibandingkan dengan konten digital yang sering kali dangkal.
Platform digital seperti Wattpad dan Webtoon membuktikan bahwa minat terhadap cerita panjang tetap ada, hanya saja medium penyampaiannya telah bergeser. Generasi muda membaca kisah-kisah yang relevan dengan kehidupan mereka—tentang pencarian identitas, cinta, atau perjuangan meraih mimpi—dalam format yang mudah diakses. Ini menunjukkan bahwa sastra masih diminati, meskipun wujudnya berubah sesuai kebutuhan zaman.
Salah satu keunggulan utama sastra adalah kemampuannya untuk membangun empati. Melalui tokoh-tokoh fiksi, pembaca diajak melihat dunia dari perspektif yang berbeda. Dalam dunia yang semakin terpolarisasi oleh media sosial, kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain menjadi lebih penting dari sebelumnya. Generasi Z dan Alpha, yang tumbuh di lingkungan global dengan keragaman budaya dan isu-isu kompleks, membutuhkan sastra untuk memperkaya cara pandang mereka. Membaca karya sastra dari berbagai belahan dunia dapat membantu mereka memahami perbedaan dan memupuk toleransi.
Sastra juga tetap relevan sebagai medium kritik. Generasi Z dikenal sebagai generasi yang sadar akan isu-isu sosial seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia. Dalam hal ini, sastra dapat menjadi alat yang ampuh untuk menyuarakan kritik dan menyebarkan kesadaran. Banyak karya sastra modern yang mengangkat tema-tema ini, memberikan ruang bagi Generasi Z dan Alpha untuk terhubung dengan isu-isu yang mereka pedulikan.
Sebagai contoh, puisi-puisi Rupi Kaur dalam Milk and Honey berhasil menarik perhatian generasi muda dengan bahasa sederhana yang membahas isu-isu seperti trauma, cinta, dan pemberdayaan diri. Keberhasilan karya-karya semacam ini menunjukkan bahwa sastra tetap mampu relevan, asalkan dikemas dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Namun, untuk memastikan sastra tetap relevan bagi Generasi Z dan Alpha, perlu ada upaya kolaboratif. Pendidik, penulis, dan penerbit perlu memanfaatkan teknologi untuk menyampaikan sastra dengan cara yang menarik. Misalnya, mengintegrasikan elemen visual atau interaktif dalam cerita, atau mempromosikan karya sastra melalui media sosial yang sering diakses oleh generasi muda. Selain itu, penting untuk menciptakan karya-karya yang berbicara langsung kepada generasi ini. Tema-tema tentang kesehatan mental, identitas digital, atau dampak media sosial dapat menarik perhatian mereka dan membuat mereka merasa terhubung dengan sastra.
Sastra masih dibutuhkan oleh Generasi Z dan Alpha, tetapi wujud dan cara penyampaiannya perlu beradaptasi. Sastra menawarkan sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh konten digital: kedalaman makna, empati, dan ruang untuk merenung. Dengan pendekatan yang tepat, sastra dapat terus menjadi bagian penting dari kehidupan generasi muda, membantu mereka memahami dunia sekaligus diri mereka sendiri.
Jakarta, 22 Januari 2025
*Mahasiswa Sastra, Tinggal di Jakarta Selatan