Tiga Warisan Keteladan Nyai Hoze Jenangger - Sofyan RH. Zaid
Tiga Warisan Keteladan Nyai Hoze Jenangger
oleh Sofyan RH. Zaid
Gawai berdering. Ternyata Bi Siba, mengabarkan kalau Nyai Hoze baru saja wafat (15 November 2024) setelah beberapa hari dirawat di RS Islam Kalianget. Saya tertegun, lalu bergumam. Mengingat makolah seorang sufi Hasan Al Basri bahwa “Tidak ada yang lebih pasti daripada kematian, hanya saja manusia selalu ragu padanya seolah akan berumur panjang.”
Esoknya, notifikasi facebook muncul. Saya ditandai dalam sebuah postingan Nyai Aay (putri tunggalnya) perihal memoar akan ibundanya:
"Jika hari ini sy memiliki - sedikit - kegemaran membaca, maka mungkin kegemaran itu adalah gen turunan Emmak. Masa mudanya, semasih sy MI, sy sudah terbiasa melihat majalah Annida berserakan di rumah, yang kuketahui sekarang ternyata majalah itu dipinjam dari kak Emelda Anwari yg saat itu masih nyantri di Annuqayah Lubangsa.Pernah juga suatu ketika di pagi hari, sy mendapati beliau dalam kondisi mata bengkak. Kecurigaan sy saat itu, mungkin Emmak sedang dalam masalah keluarga yg tidak sy ketahui, namun ternyata mata bengkak itu adalah karena beliau tidak tidur semalaman, menamatkan novel Di Bawah Lindungan Ka'bahnya Buya Hamka yang fenomenal.Kepada Ust. Maulana Himami (Guru Tugas PP. Al Usymuni Tarate) tahun 2007 beliau berlangganan (pinjam) bulletin Sidogiri yang terbit setiap bulan waktu itu.Buku-buku seperti Cleopatra (Bernard Shaw), Kastubi Memburu Nabi (Masruri - Pengantar: Gus Mus & Prie GS), Mas Mantri Menjenguk Tuhan (Ahmad Tohari) yang dipinjam dari kak Sofyan RH Zaid juga menjadi bagian dari teman malam-malamnya.Masa kuliah, ketika beliau mengetahui sy mulai memiliki ketertarikan kepada dunia literasi dan kepenulisan, beliau selalu menceritakan banyak hal pada saya tentang kearifan-kearifan lokal yang tersisipkan dalam setiap tradisi kemasyarakatan."Toles, olle tak elang", pesannya.Punya kegemaran seperti itu memangnya Emmak saya siapa? Bukan, bukan siapa-siapa. Menjadi luar biasa bagi sy karena kegemaran itu muncul dari Emmak yang Ibu Rumah Tangga dengan ijazah SD, kesehariannya adalah ngarit rumput sambil lalu membantu Kit - Khalid Akhyar - Bapak Saya menyelesaikan orderan jahitan.Semoga semangat didikanmu senantiasa menjadi amal jariyah yang mengantarkanmu menuju Rahim-Nya.Tenang di sana, Mak"
Saya turut memberi komentar pada status tersebut sebagai kesaksian yang lain dalam dua dimensi:
Pertama, selain gemar membaca, Nyi Hoze juga suka berdiskusi. Setiap kali saya duduk di 'langgar dalam' (tempat para santri putri mengaji) atau 'langgar luar' (tempat para santru putra mengaji) dan bertemu Nyai Hoze, biasanya langsung membuka percakapan yang arahnya ke diskusi. Mulai dari perkembangan politik, isu-isu keislaman, dan lainnya. Topik yang paling beliau sukai adalah tentang Gus Dur, sama juga dengan suaminya, Kiai Khalid Ahyar.
Kedua, beliau juga termasuk pribadi yang 'open minded', yakni berpikiran terbuka dan menerima hal-hal baru yang diyakini lebih baik. Bagi Mahatma Gandhi “Pikiran terbuka bukanlah pikiran kosong, tapi pikiran yang bersedia mempertimbangkan ide-ide baru.” Pribadi yang 'open minded' -kata Bertrand Russel- adalah pribadi yang cerdas. Sekadar contoh: Pada mulanya, beliau tidak bisa menerima sesuatu hal, tapi kemudian menerima dengan mengatakan: "Kata Aay itu yang benar...". Bahkan, beliau bisa menerima 'kebenaran' yang berasal dari anaknya sendiri. Luar biasa.
Tentu, sebagai seorang santri, Nyai Hoze berpegang teguh pada kaidah: al-muahafadzah alal qadhimissholih wal akhdzu bil jadidil ashlah ("memelihara yang lama yang lebih baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik”).
Kegemaran membaca, kecintaan berdiskusi, pribadi yang open minded, dan hal-hal baik lainnya merupakan warisan keteladan dari seorang Nyai Hoze yang berharga. Semoga beliau tenang di sisi-Nya. Entah kapan, kita semua akan menyusulnya.
Jakarta, 15 Desember 2024