Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Khalwat: Puisi-Puisi Sufistik yang Membumi - Tan Lioe Ie

Khalwat: Puisi-Puisi Sufistik yang Membumi - Tan Lioe Ie

Khalwat: Puisi-Puisi Sufistik yang Membumi

oleh Tan Lioe Ie



Pagi, Bung. Ya, "kantuk dan lelah tak berteman dengan basa-basi".

Saya sudah baca "cepat" Khalwat, karena ada hal-hal lain yang belakangan perlu perhatian dan yang perlu saya lakukan. Tapi, buku Khalwat bersama buku sonic dissonance tentang Komposer Yudane susunan Istrinya Robyn Yuwell, dua buku yang saya letakkan di meja terpisah dari buku-buku lain yang belum saya baca, sebagai prioritas untuk saya baca.

Saya suka puisi-puisi dalam Khalwat. Saya tak memilih satu yang paling saya suka.

Khalwat Pertama

Puisi-puisi yang relatif pendek, sederhana, dengan permainan bunyi kata yang elok, dan kerinduan yang dalam akan Zat Yang Maha Mulia, saya tangkap.

Khalwat Kedua

Bung seperti: melakukan "Topo ing Rame", atau sedang menjalankan: Vipassana adalah setiap saat dan atas semua aktivitas sehari-hari dinamis pun "statis", tak hanya saat duduk meditasi + meditasi jalan, seperti yang dipraktikkan dalam retret Vipassana.

Khalwat Ketiga

Ini berlanjut pada Khalwat Ketiga (puisi pada keduanya umumnya lebih panjang dibanding Khalwat Pertama), aspek horizontal dan vertikal Bung satukan. Tidak "lari dari dunia".

Pada Bunda Doa (Khalwat Kedua), bunda yang "duniawi", yang memang kerap lebih mengutamakan anak cucu ("mendapat doa-doa diam-diam" -- saya menafsirkan Tuhan berkenan -- karena kasih ibu, memang luar biasa dan sependek pengetahuan saya, agama-agama, keyakinan, menempatkan Ibu pada posisi "Istimewa"). Sebaliknya pada Dadaisme Ibu saya terasosiasi (salah satu sifat puisi dan karya seni lain yang bagus, asosiatif), pada istilah Bunda Yang Agung, untuk Tuhan dalam Buddha Maitreya yang awalnya berkembang di Taiwan -- walau dikaitkan juga dengan sosok Chikung yang pernah populer dalam serial TV, yang lahir di China daratan -- lalu berkembang ke berbagai negara termasuk Indonesia. Bait ini, utamanya baris terakhir:


"saat kau tak terlihat

atau suara tak terdengar

aku menangis mencarimu

karena AKU HANYA PERCAYA

PADAMU"

Pada puisi SURAT RAHASIA: Kepada yang Rahasia, Bagian 2/ bait berikut ini:


"aku ajari ia menulis surat:

kepada muhammad tentang rahmat

kepada tse tentang yang

kepada Konghucu tentang doa

kepada Isa tentang kasih

kepada Budha tentang nirwana

kepada kita tentang cinta"

Saya dibuat teringat sebuah tulisan di Kompas bagian: ...bagi mistikus (sayang di Indonesia kata mistik dikonotasikan buruk ya, Bung), yang sudah mengalami Yang Transenden, apa pun latar belakang agama, keyakinannya, maka tak ada lagi perdebatan (apalagi pertikaian -- ini tambahan dari saya). Tentang ini saya kerap menganalogikan: bagi lidah yang normal yang sudah mencecap rasa garam, tak perlu lagi berdebat soal rasa garam.

Yang juga menarik, Bung Sofyan memasukkan istilah, nama, yang mungkin "asing" bagi beberapa pembaca tanpa menjadi hambatan bagi pembaca untuk masuk ke puisi, Bung. Ini pilihan berani dan tepat, bagi pembaca puisi yang "terbatas jumlahnya" dan umumnya pembaca "serius" jika merasa terganggu, saya yakin mereka akan mencari makna istilah, tentang orangnya (apalagi di era gawai semakin canggih, kini).

Puisi Bung kerap melakukan personifikasi, metafora segar bahkan ada metafora perbandingan yang sangat unik sekaligus ada personifikasi di dalamnya atas tangis seperti dalam kutipan (hal. 54) dari puisi Getar Liar:

"sesal selalu saja datang terlambat" (ini akan menjadi klise) jika tak diikuti (ini tak mudah untuk menemukan yang dapat menghidupkan dan menjadikannya baru), "dan menyamar sebagai lalat/ mengais-ngais bangkai tangis".

Senang memiliki buku Khalwat.


Salam,

Tan Lioe Ie

 

---


Tan Lioe Ie
adalah seorang penyair, penulis cerpen, dan penulis esai yang tinggal di Denpasar. Seorang seniman yang memiliki banyak segi, ia memadukan puisi dengan musik. Puisinya telah diterbitkan di berbagai media dan lebih dari 26 antologi. Buku berjudul Kita Bersaudara diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Dr. Thomas M. Hunter Jr, Malam Cahaya Lampion diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Linde Voute, dan Ciam Si Puisi-puisi Ramalan diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh Elizabeth D. Inandiak.

Puisinya juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin dan Bulgaria, serta memenangkan kompetisi menulis puisi. Ia pernah menjadi kurator di Ubud Writers & Readers Festival dan pada tahun 2022 menerima Bali Jani Nugraha Award atas kiprahnya sebagai penyair.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.

Next
This is the most recent post.
Previous
Older Post