Tentang Sofyan RH Zaid: Tasawuf, Filsafat dan Puisi - Rini Intama
Tentang Sofyan RH Zaid: Tasawuf, Filsafat dan Puisi
Rini Intama*
Sofyan
menuliskan kalimat, "usia begitu pendek maka panjangkanlah dengan
menulis". Dan ini membuat saya mengingat saat pertama kali bertemu dan
membaca puisi puisinya pada tahun 2011 di acara Tifa Nusantara Tangerang, lalu
kemudian membaca lagi puisinya yang berjudul Tasawuf III pada 2013 di Festival
Sastra Banten, dan ini puisi pendek yang menjadi salah satu puisi yang saya
kagumi sejak saat itu (hal 15 di buku Khalwat):
Tasawuf III
sungai terpanjang setelah nil
adalah rinduku
Annuqayah, 2007
Jika kita membaca puisi di atas, jelas yang
pertama kali kita baca adalah judulnya Tasawuf III. Tapi saya belum membaca Tasawuf
I dan Tasawuf II tapi secara bahasa Tasawuf artinya beranjak pada tujuan
mencari hakikat rohaniah dan mencari jalan tembus menuju hakikat dimana
tuhanlah yang jadi tujuan akhir. Karena manusia memiliki keterbatasan berupaya menyucikan
diri. Sebagaimana juga yang dijelaskan dalam filsafat yaitu secara umum
diartikan sebagai ilmu yang menjawab pertanyaan tentang hakikat segalanya,
mencakup tuhan, alam dan manusia.
Dan ini sangatlah berdekatan dengan apa yang kita baca dari puisi pendek ini? “sungai terpanjang setelah nil, ada rinduku” ini menggambarkan seseorang yang tidak pernah kehilangan gairah cinta, yang dalam hal ini saya membaca sebagai ungkapan kerinduan penulisnya kepada sang pencipta. Maka inilah ungkapan tertinggi yang harus dilakoninya sebagai umat yang mencintai tuhannya juga gambaran bahwa manusia punya daya untuk selalu menyalakan kerinduan dan harapannya. Dan saya meyakini bahwa puisi “Tasawuf III” ini adalah hasil perenungan panjang.
Juga sama dengan apa yang terjadi pada tahun 2015 ketika saya membaca kembali buku puisinya yang berjudul Pagar Kenabian. Membaca buku itu buat saya adalah pembelajaran, karena Sofyan telah berhasil menyajikan pesan yang mendalam dan filosofis. Karena pada akhirnya kita akan dihadapkan dengan kenyataan bahwa puisi tidak sekadar permainan kata dan persoalan senja, sunyi juga perasaan perasaan yang cengeng saja, tetapi juga pikiran, pengalaman hidup, pengalaman kerohanian dan pandangan penyair secara subjektif. Lalu apa yang ditawarkan Sofyan melalui puisi puisinya dalam buku ini? Adalah sesuatu yang menarik dengan tanda pagar pada setiap pemenggalan kalimat yang ditulisnya.
Bagaimana dengan buku Khalwat yang baru saja terbit? Khalwat sendiri berarti menarik diri dari keramaian dan menyepi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka saya menemukan benang merah dari tulisan sebelumnya yaitu perenungan bahwa hidup adalah serangkaian proses bersabar menghadapi hasrat akan keabadian. Saya membaca salah satu puisi dalam buku Khalwat yang berkisah tentang perjalanannya, juga sejak Sofyan bersentuhan dengan tasawuf dan filsafat. Salah satu puisinya di hal 7 berjudul "Bismillah":
Bismillah!
aku bertolak tanpa apa
selain cahaya
milikmu alir
di sungaimu aku air
bawa ke mana kau hendak
tak akan aku berontak
aku hanya mau segera
kau jadikan segara!
Jenangger 2007/2024
Dan sangatlah jelas bahwa Sofyan memiliki konsep tasawuf atau sufistik yakni bagaimana caranya menjalani hidup di dunia ini, agar jiwa tetap suci, batinnya tetap murni dan bersih, sehingga bisa betul- betul menemukan kebahagiaan hidup sejati. Dan Sofyan berhasil berbagi pengalaman perjalanan melalui puisi puisinya, dengan menggambarkan realita, pengalaman batin, menyuguhkan informasi kerohanian, pemilihan diksi dan wawasan estetika yang luar biasa. Seperti kita ketahui bahwa puisi adalah sebuah karya sastra yang didalamnya terkandung irama, rima, juga memiki makna dan dapat mengungkapkan perasaan dari sang penyair yang dikemas dalam bahasa imajinatif.
Mari kita membaca puisi ini, “aku bertolak tanpa apa/ selain cahaya/ milikmu alir/ di sungaimu aku air/ bawa ke mana kau hendak/ tak akan aku berontak/ aku hanya mau segera/ kau jadikan segara! Saya mencoba memahami, puisi ini seperti mengungkapkan misteri doa, dalam sepi, dalam kesabaran yang berkecamuk dengan rasa syukur menerima takdir hidup. Itulah perenungan batin yang ditawarkan Sofyan. Karena itu saya membaca ada hubungan yang begitu dekat antara “Aku” dan “Kau” sehingga membuat saya ingin menyelami misteri tersembunyi dari hubungan itu. Meski saya juga belum benar benar menyelami semua misteri dari semua puisinya. Tapi saya membaca bahwa Sofyan telah berusaha menulis dari apa yang dilihat dan dirasakan di sekelilingnya dengan cara yang sangat pribadi. Sebab itulah dia menyadari bahwa penyair adalah orang yang paling bertanggung jawab soal makna dan pesan yang diusungnya. Sama halnya dengan puisi “Tasawuf III” saya meyakini bahwa Khlawat hasil perenungan dan gambaran batin yang berkecamuk setelah melewati waktu yang panjang dari kelahiran Pagar Kenabian.
Maka, seperti halnya cinta, puisi tetap meninggalkan misteri. Biarlah kita bergulat dengan semua itu dan bisa mengingat apa yang dikatakan Rumi, "Biarkan dirimu menjadi puisi yang hidup".
Salam Puisi.
----
*Rini Intama, pendidik, penulis lahir 21 Februari di Garut, Jawa Barat. Anggota Perruas, aktif di Komunitas Penulis Nyi Mas Melati Tangerang, ketua Obor Sastra Jabodetabek dan pengurus Perempuan Penyair Indonesia. Bukunya yang telah terbit: CIO TAO, kumpulan Puisi (Teras Budaya Jakarta, 2023), KANAYA dalam sekumpulan puisi (TareBooks 2019), HIKAYAT TANAH JAWARA, Babad Banten dalam sekumpulan puisi (Kosakatakita 2018), KIDUNG CISADANE, Sejarah dan Budaya Tangerang dalam Puisi (Kosakatakita 2016), PANGGIL AKU LAYUNG Novel (Kosakatakita 2015), A YIN, kumpulan cerpen, (Kinomedia 2014), TANAH ILALANG DI KAKI LANGIT, Kumpulan puisi (Penerbit Senja 2014), dan GEMULAI TARIAN NAZ, Jejak sajak Rini Intama (Q Publisher 2011).
Penghargaan yang pernah diraih, antara lain: Anugerah 5 buku puisi terbaik Yayasan Hari Puisi Indonesia 2016, Anugerah Acarya Sastra bagi Pendidik dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud 2017, Penghargaan 14 Buku terpuji Yayasan Hari Puisi Indonesia 2018, Cerita Terbaik Festival Drama Fakultas Pendidikan Universitas Muhamadiah Tangerang 2018, Nominator Krakatau Award 2019, Karya Sastra Unggulan Badan Standard Pendidikan Nasional (BSNP) 2019, dan Anugerah 5 buku puisi terbaik Yayasan Hari Puisi Indonesia 2019