Akankah Ananda Sukarlan menjadi Seorang Legend? - Sofyan RH. Zaid
AKANKAH ANANDA SUKARLAN MENJADI
SEORANG LEGEND?
Sofyan RH. Zaid*
I/ Mitos
Peter Ackroyd, kritikus dan penulis buku biografi asal Inggris pernah berujar bahwa 60% dari kehidupan seseorang yang dianggap hebat, terkadang hanyalah mitos. Mitos yang sengaja dibuat untuk membesarkan sosoknya dari masa ke masa, dari kabar ke kabar. Bagaimana dengan pianis dan komponis dunia asal Indonesia, Ananda Sukarlan?
Saya tahu namanya pertama kali dari Emi Suy, dan dikenalkan pertama kali oleh Riri Satria di acara ulang tahunnya. Sejak itu, saban bertemu di beberapa kesempatan, saya selalu memanggilnya: “Maestro Ananda...” sebagaimana sejumlah media massa menyebutkan hal itu, seperti The Jakarta Post, Kompas, Liputan6, dan situs resmi Kedutaan Besar Australia. Bahkan, tahun 2020 dia didaulat menjadi Presiden Dewan Juri Queen Sofia Prize di Spanyol, ajang penghargaan tertinggi musik klasik di Eropa.
Kata ‘maestro’ itu sendiri telah
mengalami perluasan makna. Mulanya sebutan bagi pemimpin suatu grup paduan
suara atau musik instrumental di Italia. Kini telah menjadi sebutan kebesaran
bagi seorang yang ahli di dunia catur, seni, dan lainnya. Seorang Ananda
menjadi maestro, sebab karya, dedikasi, prestasi dan reputasinya di bidang
musik klasik, atau ‘musik sastra’ dalam istilah Ananda sendiri.
II/ Kesatria
Tanggal 17 Nopember 2023, bersama
Riri Satria dan Emi Suy, saya hadir ke Venue Jimbaran, Gran Melia Hotel,
Jakarta. Malam di mana Ananda akan diberi penghargaan dari Raja Spanyol Felipe
VI, yakni Real Orden de Isabel la Católica. Suatu penghargaan
tinggi yang diberikan kepada individu sipil atau lembaga sebagai pengakuan atas
jasanya pada negara atau hubungan internasional yang luar biasa. Ananda adalah
orang Indonesia pertama yang mendapatkan kehormatan itu.
Dalam pidato bahasa Inggris yang
fasih, Ananda mencatut beberapa nama yang berjasa dalam hidup dan
kariernya. Dia menyebut Fuad Hassan (orang yang menandatangani beasiswa
kuliahnya ke Belanda). Dia menyebut Gus Dur (orang yang memanggilnya pulang ke
Indonesia pertama kali). Dia juga menyebut BJ Habibie (orang yang selalu
memberinya inspirasi dan motivasi). Mendengar hal itu, entah
kenapa saya mendadak larut dan merinding.
Ternyata Ananda, bukan hanya seorang maestro, tapi dia juga kesatria. Karakter utama seorang kesatria adalah punya kebesaran jiwa dan pemberani. Berani mengakui hal-hal terkait dirinya dan jasa orang lain secara terbuka. Berani mengambil sikap berbeda sesuai keyakinan dan prinsipnya. Seorang kesatria berani untuk menang, berani juga untuk kalah. Bahkan seorang pemberani, tahu kapan waktunya berani untuk berani, kapan berani untuk takut. Seorang kesatria bukanlah pemberani yang konyol.
III/ Heboh
Apabila kita ambil contoh dari
luar panggung acara, kita akan temukan bagaimana Ananda pernah membuat
‘heboh nasional’ dengan cara walk out saat Anies Baswedan
(Gubenur Jakarta, saat itu) mulai berpidato di acara 90 tahun berdirinya Kolese
Kanisius tahun 2017. Pro kontra pun terjadi, tetapi Ananda tetap kokoh pada
sikapnya dan memberikan argumentasi kepada publik. Walk out baginya
merupakan bentuk kritik secara terbuka kepada panitia dan kepada Anies
yang dianggapnya telah memainkan politik kotor identitas di Pilgub DKI Jakarta
kepada Ahok.
Contoh lain,
ketika Ananda sebagai pembaca sastra secara terbuka melalui akun
facebooknya menyatakan kesukaannya pada puisi "Senja
Beku" karya Galuh Ayara yang dia tidak kenal atau
tidak tahu sebelumnya. Dia hanya melihat karya. Bahkan, Ananda menggubah
puisi yang dimuat Sastramedia.com itu menjadi
partitur. Tidak hanya Galuh, orang lain pun kaget dan bangga mengetahui
hal itu.
Itulah beberapa contoh yang
menunjukkan Ananda sebagai seorang kesatria. “Seorang kesatria tidak hidup dari
ketenarannya, melainkan dari perbuatannya,” kata Dejan Stojanovic. Maka, tidak
luput kiranya ketika Presiden Republik Italia (Sergio Mattarella) memberikan
Penghargaan Kesatria Tertinggi dari Italia (Cavaliere Ordine della Stella
d\'Italia) pada tahun 2020 atas dedikasinya membangun diplomasi budaya
antara Indonesia dan Italia melalui musik klasik.
IV/ Legend
Sebagai seorang maestro dan
kesatria, Ananda punya bekal yang bagus untuk menjadi seorang legend
seperti halnya Gus Dur. Apalagi @yamahamusikid official resmi Yamaha
Musik Indonesia di Instagram pernah menyebutkan hal itu: “@anandasukarlan
adalah seorang Pianis dan komposer musik legend Indonesia yang banyak meraih
penghargaan Internasional”.
Apa itu seorang legend?
Louise Jackson, seorang penulis lepas asal Portugal -yang fokus pada pengembangan diri- dalam “7 Personality Traits That Make You a Straight-Up Legend” (HackSpirit, 18 Juni 2023) mengartikan seorang legend sebagai seseorang yang tak terlupakan dan meninggalkan jejaknya dalam hidup. Dia disayangi, bahkan lama setelah kepergiannya. Bahkan namanya saja sanggup menggerakkan orang untuk berubah atau untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Seorang legend memiliki tujuh karakter utama, yaitu: Mereka
Berani (They’re Bold), Mereka Bersemangat (They’re Passionate),
Mereka Penyayang (They’re Compassionate), Mereka Punya Tujuan (They’re
Purposeful), Mereka Berprinsip (They’re Principled), Mereka Rendah
Hati (They’re Humble), dan Mereka Tangguh (They’re Resilient).
Apakah Ananda Sukarlan telah atau
akan memiliki tujuh karakter legend tersebut? Hanya Tuhan dan Chendra
Panatan yang tahu sebagai kapten sekaligus playmaker di
kesebalasan Ananda Sukarlan Center). DI mana keberadaannya telah
membenarkan diktum John Ruskin, kritikus seni Inggris,
bahwa setiap orang hebat selalu dibantu oleh orang hebat lain di
belakangnya. Ananda sendiri mungkin tidak sadar atau bahkan tidak terpikir
untuk menjadi seorang legend.
Mengenai tujuh karakter legend di atas, Louise dalam uraiannya pada poinThey’re Bold, menghadirkan contoh kasus Rosa Parks yang mengingatkan saya pada walk out Ananda. Peristiwanya terjadi pada tahun 1955 dalam sebuah bus Alabama, di mana Rosa -sebagai kulit hitam- menolak memberikan kursinya kepada seorang penumpang baru berkulit putih. Sikapnya itu telah membantu memulai gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat sehingga dia disebut sebagai "Ibu pergerakan Hak Asasi Manusia Modern". Kemudian, di dalam buku autobiografinya, dia menulis:
“Orang selalu mengatakan bahwa saya tidak menyerahkan kursi itu karena lelah. Namun itu tidak benar! Saya tidak lelah secara fisik. Tidak! Satu-satunya kelelahan saya adalah lelah untuk (selalu) menyerah!”
V/ Entahlah
Selain memiliki tujuh karakter
utama di atas, seseorang untuk menjadi legend, harus lebih dulu menemukan
‘legenda pribadi'-nya. Paulo Coelho dalam Sang Alkemis (2015)
menuturkan bahwa legenda pribadi, bukan sekadar cita-cita, tetapi lebih dari
itu. Lebih pada bentuk akhir diri kita terkait apa yang ingin kita capai dalam
hidup. Suatu kehendak yang unik. Semacam jawaban sejati dari pertanyaan purba;
untuk apa kita dilahirkan ke bumi, pada kehidupan ini.
Coelho menuturkan lebih lanjut,
sebab kita hidup di bumi, maka planet ini punya rahasia terbesar yang harus
kita tahu: Jangan takut pada keinginan sendiri. Keinginan bersumber dari jiwa
semesta. Saat kita menginginkan sesuatu, seluruh alam semesta akan
berkolaborasi, bahkan berkonspirasi untuk mewujudkannya. Namun yang
penting kata Coelho: "Jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali!"
Entahlah, apakah Ananda -yang dimasukkan menjadi salah seorang dari 100 "Orang Asia Paling Berpengaruh" ("Asia's Most Influential") di dunia seni oleh Majalah Tatler Asia- kini telah menemukan dan menjadi legenda pribadi untuk selanjutnya menjadi seorang legend? Ataukah benar, 60% dari sosok orang hebat, termasuk Ananda adalah mitos? Layak kita tunggu dan memperhatikan secara saksama dalam tempo yang tidak singkat tentunya.
Bekasi, 19 Nopember 2023
*Sofyan RH. Zaid, seorang pembaca, yang menulis puisi serta esai kadang-kadang.