Puisi-Puisi Pilihan M. Anton Sulistyo
M. Anton Sulistyo lahir 2 Maret 1958 di Jember, Jawa Timur. Pendidikan terakhir di Akademi Akuntansi YKPN tahun 1980 di Yogyakarta; dan Computer System Analysis & Design tahun 1982 di Jakarta. Menulis puisi sejak tahun 1976 di beberapa majalah dan koran di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta.
Antologi puisi bersamanya, antara lain: Puisi Pariwisata, Jakarta sampai Pameran Puisi Perdamaian 100 Kota oleh Wianta Foundation Bali (1999), dan Dari Negeri Poci 6 Negeri Laut (2015). Buku puisi tunggalnya Belum Dalam Lukamu (2013) meraih Buku Puisi Terbaik, Anugerah Hari Puisi Indonesia tahun 2014.Anton bergiat di Himpunan Penulis Sastra Indonesia (HIPSI).
Sajak-Sajak M. Anton Sulistyo
NOCTURNO KELELAWAR
Kepak sayapku setiap senja
Akan menenggelamkan matahari
Bersama kerlip kunang-kunang
Yang mati-matian bertarung
Dengan cahaya bintang
Berebut menguasai kegelapan
Di antara rimbun pohonan
Dari kejauhan telah kucium
Harum kematian calon korban
Yang sia-sia bersembunyi
Dalam daging buah matang
Taringku terus kuasah
Untuk menggerus
Bukan memamah
Biji-bijian kehidupan.
Yk, 2010
AMSAL SEBUAH KAMAR
Antara malam dan pagi
Terbentang ruang sunyi
Di atas ranjang dingin
Tempat insomnia bermukim
Peri kepedihan gentayangan
Kalender dan jam dinding
Setia mencatat luka.
(Surokarsan, 1984)
SOLILOQUI - 2
Wangi tubuhmu menjadi sejarah
tersimpan jauh di kedalaman
sumur batinku. Kekasih,
Cinta adalah getaran energi semesta
yang tak dapat lenyap
atau pun dilenyapkan
Kenangan adalah gumpalan kabut
yang selalu mengikut
kemana angin pikiran kita bertiup
Jejak airmata kepedihan
jejak senyum kebahagiaan
bersama-sama mengembara
di belantara mimpi dan kesunyian
Kita pun pelan-pelan menjadi bijaksana.
April 1993
DOA MALAM MENJELANG REFERENDUM
doaku ingin meminjam mulut mawar
mengumandangkan harum nyeri ke udara
lukaku ingin meminjam jerit dedaunan
mengundang rintik hujan tanpa suara
biarlah angin yang meneruskan kabar pilu
kabut kecemasan terlanjur menguasai mata
di sekitar rumah. Di sekeliling kota
di mana-mana hati bergetar. Diguncang rindu
diterjang angan-angan. Ditangisi anak-anak
dari hari ke hari berkhayal hidup tenteram
menyanyikan lagu puji-pujian tentang kematian
dan roh yang riang melayang di taman kesejukan
doaku ingin meminjam sayap malaikat. Terbang
memanjat tangga ke langit. Memanjat kedamaian!
Maret, 1999
PANTAI BARON
Kalau kuhirup aroma angin lautmu
Kesepian itu berubah menjadi sajak
Sekawanan burung camar beterbangan
Menabrak sangkar mimpiku
Setelah pening diputar roda kehidupan
Debur ombakmu menentramkan batin
Biar pun matahari menyiapkan risau
Bukit-bukitmu tetap menghijau
Seperti lukisan yang tak pernah selesai
Jejak kaki para pelancong
Menciptakan labirin di atas pasir
Lahirlah kenangan yang tak terhapuskan
Oleh waktu dan cuaca. Angan-anganku hanyut
Timbul tenggelam bersama perahu nelayan
Kucatat rahasia gelombang
Dan gerakan awan di langit selatan
nafas pun mengalir tenang
Melepas segala kecemasan.
Yk, 1991
CATATAN MUSIM DINGIN
Perselingkuhan itu setua kitab suci,
bisikmu ke telingaku. Malam larut sekali
Aroma anggur Perancis menguasai hidung
Udara terasa tipis. Cahaya lampu terbata-bata
Menyinari bahumu yang gemetar
dan berkilauan seperti tembaga
Dari balkon hotel antik bercat biru
kota Paris tampak membeku dalam salju
Langit menyisakan warna kelam
hanya ada sedikit sinar
Seperti kerlip kunang-kunang
berkelebat serta berpendar-pendar
di mataku yang terpejam
Sementara kehangatan ranjang
dengan selimut bergambar telaga
menawarkan fantasi Kamasutra
Rambut pirangmu yang ikal
bergelombang menyihir kesadaran
Aku kembali menjadi kanak-kanak negeri tropis
yang gampang terpesona keindahan sepasang betis
Dan bahagia terbius oleh ketentraman
yang tersimpan di ujung buah dadamu
Tapi hanya kesepian yang terhampar
di kemuraman kamar. Pada pagi yang letih
tiba-tiba kau sudah tak ada. Nicole, où es-tu?
Hanya tersisa aroma parfummu
yang mengambang di antara plafon dan kasur
Dan terasa sia-sia mencari-cari namamu
yang tak terdaftar di halaman buku telpon
Apalagi dalam ingatan.
2006
KWATRIN KESEPIAN
1/
Aku merasakan kesepian itu seperti kanker
Menjalar tanpa diketahui, lambat tapi pasti
Tiba-tiba nyeri sudah menguasai kehidupan
Dari pagi ke pagi mengumandangkan luka
2/
Aku menikmati kesepian itu seperti anggur
Diteguk sedikit demi sedikit, lambat tapi pasti
Di kamar tidur, di atas ranjang dingin
Kesepian itu mencapai puncak pedihnya
3/
Antara malam dan pagi
Hantu kesepian penghuni jam gentayangan
Menanami rumput perak di kepalaku
Melukis musim kemarau di dahiku
4/
Entah berapa lama lagi kukunyah kesepian
Menunggu kekasih idaman
Yang belum juga lahir
Atau memang tak akan pernah lahir?
Juli 2009
MENUNGGU ARIANNA
Setiap kubuka tirai
Selalu terhampar sungai
East River yang tetap sumringah
Biar pun menyimpan jutaan dusta
Yang pernah diludahkan orang-orang
Korban kegarangan kota New York
Entah berapa banyak resah
Yang bertebaran seperti daun kering
Menutupi jalanan lengang
Menuju musim panas di rumahmu
Setiap kubuka tirai
Selalu terhampar sungai
Pemandangan menjemukan
Lalu-lalang kapal turis
Seperti menyeret kenangan
Menjadikan hari terasa panjang
Seekor merpati hinggap di jendela
Membawa sepi di paruhnya
Di sini aku merasakan senja
Mulai mengganggu jadwal bercinta
Arianna,
Masih kutunggu suara panggilanmu
Menyapa dunia dari balik mimpi
Rivergate Apt.-4 th of July 2013