Pada Detik ke Sekian - Hamid Jabbar
Pada Detik ke Sekianoleh Hamid Jabbar
Pada detik ke sekian dari hidupnya, seorang manusia yang telah bosan main kucing-kucingan dengan maut dalam dirinya, tiba-tiba merasakan suatu perubahan yang mengherankan pada langit-langit kamarnya. Matanya yang menurut anggapannya masih cukup sehat itu, menyaksikan suatu gerakan semacam tarian yang gemuruh dari ribuan serangga yang bernyanyi di sekitar bola-lampu yang menggantung pada langit-langit kamarnya itu Tarian yang gemuruh itu membuat sebuah pusaran yang saling menyungsang sesamanya, cahaya lampu disayat-sayat mang tarian dan langit-langit kamar lambat-lambat berputar, berputar, terus berputar semakin cepat bagai gasing berputar menggelepar. Kemudian suara-suara ribuan serangga tambah suara-suara gasingan langit-langit kamar itu menyatu menderu saling tindih — berderak-berderik melengking mengaum menerkam kesadaran manusia yang terbaring di sekujur pembaringan itu. Dan matanya cepat mengatup begitu rapat. Tangannya kaku. Tubuhnya membantu. Kemudian sesuatu dalam-diri sang manusia itu melayang bagai di tembakkan ke sesuatu-tempat yang terasa Iebih tinggi, lebih... "Buuumm!”. begitu bunyi ribuan suara pecah akibat jatuhnya sang sesuatu-dalam-diri manusia itu ditarik sesuatu tenaga maha dahsyat ke bawah, jatuh ke bawah, ke dalam sebuah ngarai yang amat dalam yang di dasar-keraknya terbentang padang luas yang ditumbuhi berlaksa paku runcing-runcing padat hitam-pekat dan menyesakkan hingga sang sesuatu-dalam-diri manusia itu terbenam ditusuk-tembus Iaksaan paku. Darah mengucur memuncrat dari segala luka, titik-renyai-hujan darah. Banjir darah. Lautan darah. Kemudian badai gelombang darah dahsyat membah. Dan sang sesuatu dalam diri manusia itu berkeping-keping hancur mencair, mencair jadi darah. Dan segalanya membuih jadi api Api! Lalu terdengarlah raungan ampun, ampuuwuwun.
(1974)