Puisi-Puisi Edrida Pulungan
KAWACA.COM | Edrida Pulungan merupakan penyair dan pendiri Lentera Pustaka Indonesia. Perempuan kelahiran Padang Sidimpuan 25 April 1982 menempuh studi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara dan S1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan (2000-2006), kemudian S2 Hubungan Internasional Universitas Paramadina (2010-2012), dan S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia.
Puisi-puisinya telah tersebar di sejumlah media massa, buku puisi bersama, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti Inggris, Spanyol dan Turki. Selain meraih sejumlah penghargaan, dia juga banyak diundang untuk menghadiri acara sastra, baik di dalam maupun luar negeri.
Selain menulis puisi, dia juga aktif menulis opini dan esai di majalah SENATOR, Harian Analisa, Tabloid Inspirasi, dan SINDO terkait bidang yang digelutinya.
Edrida kini berprofesi sebagai staf Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Setjen DPD RI) di Jakarta sambil terus menulis dan sedang menyiapkan buku puisi tunggalnya.
PUNCAKKU
Merindu lagi
Menemukan hening
Beningnya jiwa hingga
Terdengar gemanya oleh diri sendiri
Terlalu riuh
Sibuk menjadi candu
Hingga tak tahu punya mau
Semua terlewat
Terlupa
Tertunda
Abai pada hari
Lupa pada diri yang butuh dirinya
Jejak kakiku mendaki
Setapak demi setapak di tubuhmu
Puncak Ijen adalah harapan
Mereka menambang belerang
Aku bertahan,
Berhenti sesaat
Menghirup nafas perlahan
Melanjutkan perjalanan
Sungguh terasa berat menuju puncakmu
Namun aku pasrahkan jua
pada pemilik semesta
Segenap jiwa
Lalu damai, harmoni menyentuh palung jiwa
Aku sampai juga
Meski aku ragu dengan diriku
Kaki kecilku harus kuat sekuat-kuatnya
Tuhan berkata
Dakilah sekuatmu
Dimana engkau berhenti
Disanalah puncakmu
Puncak Ijen Banyuwangi, 2018
PEREMPUAN YANG MERINDU MARTAPURA
Akulah perempuan banjar
Arus martapura mengalir dalam sanubariku
Menyimpan rindu dendam
Menanyikan ode selepas senja di tepi sungaimu
Berlayarlah perahu- perahu
membawa khabar bahagia dari kota
Jika di tengah sungai engkau temui kembang mawar
Bawakan padaku selepas shubuh
Bawakan juga segenggam senyuman ibu-ibu yang menjual sayur-sayuran segar, buah-buahan dan kue-kue manis beraroma hujan
di sampan yang landai mereka memberiku kenangan
Hati terjerat lelaki seberang yang memandangiku dari kapal tongkang
oh kau saksikankah aku
Perempuan bungas yang menunggu lelakinya dengan kulit menghitam
Menambang batubara hingga sumur yang dalam
Jelang sepekan idul adha kan tiba
Namun tiada juga dia berkhabar dan berita tiba
Kutunggu senja yang ada berita duka
Siapakah yang membawa jasadnya tiba dan pulang kerumah
Aku perempuan setia
Perempuan yang merindu martapura bercerita
Masih menyebrang di anak sungaimu
Menghanyutkan duka serta kenangan akan cinta
Melarung rindu dendam pesona purnama pada kekasih yang telah tiada
Banjarmasin, 2014
JEJAK PEREMPUAN PERANTAU DI IBUKOTA
Jejak-jejak langkah pada kota yang telah menua
Dia masih setia
Menunggumu
Menuliskan cerita seorang pengembara
Adakah cinta kau dapatkan di kota ini
Adakah cita-cita terwujud di kota ini
Ku temukan wajah wajah penuh harap
di sepanjang jalan menawarkan harapan
Harapan selembar dua lembar rupiah
Serta uang logam yang gemerincing
Perempuan itu membawa tas ransel berisi
Buku tebal dan diktat
Dia lewati jalan-jalan sempit di gang
Menerobos macetnya ibukota
Klakson an teriakan manusia sama kerasnya
Sekeras kehidupan di Jakarta
Serta mimpi yang membawa lelap
Kala lelah berteduh di bahu yang rapuh
Sang Bapak dan Ibu menunggu khabar
Anaknya akan memakai toga kelak
Dialah perempuan perantau yang melawan
Memilih sekolah seperti si doel anak betawi
Meski teman masa kecilnya yang cantik dan molek
Memilih berada di balik gedung-gedung pencakar langit
Pemuas para hidung belang
Dibalik rok mini, kutang dan baju tembus pandang
Bersua wajah penuh topeng
Tawarkan kehidupan gemerlap tanpa perjuangan
Perempuan itu tak menyerah
Perempuan itu rela meninggalkan kampung halaman dan rumah
Peremuan itu adalah aku
Perempuan itu adalah kamu