Puisi-Puisi Anugrah Prasetya
Puisi-Puisi Anugrah Prasetya
MENGHAYATI KEHILANGAN
jagat makin sepi
yang datang hanya bayang ketika pagi
sedang malam begitu panjang
dan lampu kota selalu padam
pintu rumah kubiarkan terbuka
siapa tahu ada yang pulang — atau seorang tersesat
tapi, hanya angin keluar-masuk membuat hari makin dingin
di ruang tamu
hanya ada masa lalu saling mengobrol — barangkali
merencanakan masa depan yang cerah
namun hidup telah hilang sinarnya
sekali waktu
memang pernah ada hujan badai
padamkan api dalam diri
juga cinta hilang dalam gelap
April 2020
TAK ADA LAGI KEPULANGAN
jalan yang lenggang di kota sunyi
makin terasa lebar tak bertepi
seperti samudera tanpa benua
seperti palung tanpa dasar
kau berjalan sambil membawa
secarik alamat: yang tak pernah
kau datangi, seakan di rumah itu
tak ada yang perlu kau temui
di pelabuhan, orang-orang gegas
naik ke kepal — menemui segala
yang dulu mereka tinggalkan
dan yang turun adalah ingatan
tentang kota yang hangat, dan
senyum seorang perempuan
yang selalu kau bawa di kepala
seperti rindu dalam saku celana
kau masih berjalan, hingga usia
menjadi uang yang akan kau beli
sebuah tiket pulang, walau kau
tahu: kau tak akan pernah pergi
Ciledug, Mei 2020
DADA DAN PUNGGUNG
bentang jarak paling jauh adalah sela antara dadaku dan punggungmu. dadaku yang laut dan punggungmu yang langit, barangkali rindu adalah ikan paus yang selalu mengkhayalkan punya sayap dan terbang. dan cinta adalah nelayan yang selalu berdoa, agar langit selalu cerah dan hasil tangkapannya bertambah.
akulah palung yang merindukanmu di ujung mariana. akulah kapal yang tak pernah menepi demi mencintai badaimu. bila kelak kau menangis sebagai hujan, akulah asin yang menyamarkan kesedihanmu. dan ketika kau bersinar terang, akulah biru air yang mengkilau
dari dadaku yang laut, kuberikan sekumpulan awan padamu. barangkali kau membutuhkannya untuk bersembunyi dariku. dari sesuatu yang kau anggap lubang dan kau tak mau jatuh sekali lagi. kau tak mau tenggelam di dadaku yang gelap dan hampa ini.
Ciledug, Juni 2020
SETELAH KEPERGIAN
tak letih-letihnya aku menyusuri bekas bibirmu di tubuhku, "di bagian mana yang sering kau kecup dulu?" - sisa kenangan yang kau tinggalkan sewaktu kita tak habis-habisnya bercinta setiap hari
kau kini lebih memilih hidup sebagai ingatan dalam kepalaku, yang dulu rambutnya sangat senang kau kuncir atau kepang atau kau sisir perlahan dengan
jari-jarimu yang angin
di dadaku, tak kutemukan lagi wajahmu dan bekas liur yang menempel seperti cinta yang lekat. tak ada lagi kau yang mengisi ruang pelukku dan ranjang ini seperti kapal terombang-ambing sepi
Cengkareng, Juli 2020
PADA SUATU SENJA PERPISAHAN
tak terasa hari telah usai
pergi meninggalkan aku
seperti buritan
yang perlahan menjauh
sedang aku, masih di dermaga
melambai-lambaikan tangan
ke kapalmu yang telah lenyap
dan waktu pun senyap
dari langit mataku yang mendung
gerimis kesedihan menetes
perlahan-lahan sepanjang malam
: sisa usia yang gelap
Jakarta, Agustus 2020
Tentang Penyair
Anugrah Prasetya, lebih akrab dipanggil Nug. Lahir November 1999 di Medan. Merantau di Jakarta dan bekerja sebagai pegawai swasta. Selain gemar membaca buku sastra, suka menulis puisi dan dibagikan ke Instagram: @anugrahprasetya.