Wajah Islam Madura: Wajah Tua yang Awet Muda - Sofyan RH. Zaid
Wajah Islam Madura: Wajah Tua yang Awet Muda
(Catatan Editor buku Wajah Islam Madura karya A Dardiri Zubairi)
oleh Sofyan RH. Zaid
KAWACA.COM | Bagi Oscar Wilde, wajah pria adalah autobiografinya, dan wajah perempuan adalah karya fiksinya. Bagaimana dengan wajah Islam Madura?
Wajah Islam Madura bisa kita kenali, salah satunya melalui buku Wajah Islam Madura karya A Dardiri Zubairi (Gus Dar). Seorang aktivis, kiai, dan cendekiawan muda NU yang memutuskan tinggal di Madura daripada di kota besar, seperti Jakarta.
Sebagaimana wajah, esai-esai di dalamnya ditulis berdasarkan penglihatan, penciuman, pendengaran –baik langsung atau tidak- penulisnya terkait Islam di Madura. Dengan kata lain, buku ini adalah kumpulan ekspresi wajah penulis dalam menatap lekat wajah Islam Madura. Wajah melihat wajah. Ekspresi wajah, bisa terlihat sedih, suka, marah, atau bahkan diam tanpa ekspresi.
Gus Dar, sebagai cendekiawan, tidak hanya menyalin apa yang dia lihat, dengar, cium, dan rasakan perihal Islam Madura ke dalam teks begitu saja. Dia mencoba melakukan analisis, critical perspective, dan think differently. Gus Dar sebagai ‘pribadi yang kalem, tetapi kritis’, tidak serta merta mengamini tesis para tokoh sebelumnya yang melihat Madura, seperti Kuntowijoyo, Latief Wiyata, Ahmad Baso, dan lainnya. Dia tidak malu untuk menyetujui, dan juga tidak segan untuk membantah tesis mereka. Menarik bukan?
Membaca buku ini, kita akan mengenali wajah Islam Madura; bagaimana alis, hidung, pipi, mulut, dahi, dagu, serta kedip mata keislaman Madura; ‘wajah tua yang awet muda’.
Buku Wajah Islam Madura ini berisi 33 esai tematis yang dibagi dalam sembilan bab: Mukadimah, Menyelami Madura, Menajamkan Nurani, Pesantren dan Prinsip Beragama Orang Madura, Madura di Antara Agraria dan Maritim, Madura dan Hakikat Pendidikan Karakter, Islam Madura dan NU, Islam Madura dan Dinamika Politik, Tradisi Keagamaan Madura, dan Khatamah.
Kembali ke Oscar Wilde di awal, apakah wajah Islam Madura adalah autobiografi ataukah karya fiksinya?
Selamat memandangnya dalam-dalam!
Jakarta, 17 Agustus 2020
(Catatan Editor buku Wajah Islam Madura karya A Dardiri Zubairi)
oleh Sofyan RH. Zaid
KAWACA.COM | Bagi Oscar Wilde, wajah pria adalah autobiografinya, dan wajah perempuan adalah karya fiksinya. Bagaimana dengan wajah Islam Madura?
Wajah Islam Madura bisa kita kenali, salah satunya melalui buku Wajah Islam Madura karya A Dardiri Zubairi (Gus Dar). Seorang aktivis, kiai, dan cendekiawan muda NU yang memutuskan tinggal di Madura daripada di kota besar, seperti Jakarta.
Sebagaimana wajah, esai-esai di dalamnya ditulis berdasarkan penglihatan, penciuman, pendengaran –baik langsung atau tidak- penulisnya terkait Islam di Madura. Dengan kata lain, buku ini adalah kumpulan ekspresi wajah penulis dalam menatap lekat wajah Islam Madura. Wajah melihat wajah. Ekspresi wajah, bisa terlihat sedih, suka, marah, atau bahkan diam tanpa ekspresi.
Gus Dar, sebagai cendekiawan, tidak hanya menyalin apa yang dia lihat, dengar, cium, dan rasakan perihal Islam Madura ke dalam teks begitu saja. Dia mencoba melakukan analisis, critical perspective, dan think differently. Gus Dar sebagai ‘pribadi yang kalem, tetapi kritis’, tidak serta merta mengamini tesis para tokoh sebelumnya yang melihat Madura, seperti Kuntowijoyo, Latief Wiyata, Ahmad Baso, dan lainnya. Dia tidak malu untuk menyetujui, dan juga tidak segan untuk membantah tesis mereka. Menarik bukan?
Membaca buku ini, kita akan mengenali wajah Islam Madura; bagaimana alis, hidung, pipi, mulut, dahi, dagu, serta kedip mata keislaman Madura; ‘wajah tua yang awet muda’.
Buku Wajah Islam Madura ini berisi 33 esai tematis yang dibagi dalam sembilan bab: Mukadimah, Menyelami Madura, Menajamkan Nurani, Pesantren dan Prinsip Beragama Orang Madura, Madura di Antara Agraria dan Maritim, Madura dan Hakikat Pendidikan Karakter, Islam Madura dan NU, Islam Madura dan Dinamika Politik, Tradisi Keagamaan Madura, dan Khatamah.
Kembali ke Oscar Wilde di awal, apakah wajah Islam Madura adalah autobiografi ataukah karya fiksinya?
Selamat memandangnya dalam-dalam!
Jakarta, 17 Agustus 2020