Puisi-puisi Ardhi Ridwansyah
Puisi-puisi Ardhi Ridwansyah
Pena Membisu
Catat detak jantung,
Terpatri dalam jam dinding,
Gerak detik seraya mata berkedip,
Dan angan yang hadir menyelidik.
Secangkir kopi hitam,
Sepekat malam muram,
Gigit pena yang diam,
Hilang tinta tajam.
Dengkur datang,
Dalam mata lesu,
Serta mulut membisu,
Di atas buku lusuh.
Jakarta, 20 Mei 2020.
Manipulasi
Ada yang melawan,
Pun berdamai juga jadi tujuan,
Tak usah pikir kerumunan,
Lebih baik di "gubuk" sendirian.
Bermain dengan jarum jam,
Harap detaknya berhenti,
Atau bisa kita manipulasi,
Kembali telan puisi,
Yang telah dimuntahi.
Menjilat tanpa malu,
Dengan geliat lidah kelu,
Kunyah masa yang hambar,
Dengan jantung berdebar.
Jakarta, 25 Mei 2020.
Kumandang Rindu
Separuh waktu ia habiskan,
Menyusun kata dari tinta,
Yang dipakai untuk bercerita,
Tentang cinta yang tertunda.
Segumpal teka-teki belum rampung,
Sedang fokusnya sudah mengapung,
Langkah kaki terhuyung,
Bunuh letih cumbu langit lembayung,
Kumandang rindu,
Menguar dari keringatnya,
Sapa malam yang tiba,
Bawa nuansa penuh iba.
Jakarta, 26 Mei 2020.
Pelayan yang Membelah Dadanya
Ia sibuk memilah barang,
Di sebuah toko mewah,
Mencari dan mengais
Yang berjejer di etalase.
Wajahnya panik dikejar resah.
Buat ia terengah-engah.
Degup jantung berirama ketipung.
Ia tanya ke pelayan,
"Di mana dia?"
Pelayan bingung, "Maksud Anda?"
"Kuingin beli kebahagiaan, di mana kau meletakkannya?"
Si pelayan ambil belati.
Lalu membelah dadanya.
Jakarta, 27 Mei 2020.
BIODATA
Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Kini, sedang kuliah di UPN Jakarta jurusan Komunikasi, semester akhir. Tulisan esainya dimuat di sejumlah media online.
Puisinya juga masuk dalam buku bersama, seperti Banjarbarus Rainy Day Literary Festival 2019. Kontak: ardhir81@gmail.com
Pena Membisu
Catat detak jantung,
Terpatri dalam jam dinding,
Gerak detik seraya mata berkedip,
Dan angan yang hadir menyelidik.
Secangkir kopi hitam,
Sepekat malam muram,
Gigit pena yang diam,
Hilang tinta tajam.
Dengkur datang,
Dalam mata lesu,
Serta mulut membisu,
Di atas buku lusuh.
Jakarta, 20 Mei 2020.
Manipulasi
Ada yang melawan,
Pun berdamai juga jadi tujuan,
Tak usah pikir kerumunan,
Lebih baik di "gubuk" sendirian.
Bermain dengan jarum jam,
Harap detaknya berhenti,
Atau bisa kita manipulasi,
Kembali telan puisi,
Yang telah dimuntahi.
Menjilat tanpa malu,
Dengan geliat lidah kelu,
Kunyah masa yang hambar,
Dengan jantung berdebar.
Jakarta, 25 Mei 2020.
Kumandang Rindu
Separuh waktu ia habiskan,
Menyusun kata dari tinta,
Yang dipakai untuk bercerita,
Tentang cinta yang tertunda.
Segumpal teka-teki belum rampung,
Sedang fokusnya sudah mengapung,
Langkah kaki terhuyung,
Bunuh letih cumbu langit lembayung,
Kumandang rindu,
Menguar dari keringatnya,
Sapa malam yang tiba,
Bawa nuansa penuh iba.
Jakarta, 26 Mei 2020.
Pelayan yang Membelah Dadanya
Ia sibuk memilah barang,
Di sebuah toko mewah,
Mencari dan mengais
Yang berjejer di etalase.
Wajahnya panik dikejar resah.
Buat ia terengah-engah.
Degup jantung berirama ketipung.
Ia tanya ke pelayan,
"Di mana dia?"
Pelayan bingung, "Maksud Anda?"
"Kuingin beli kebahagiaan, di mana kau meletakkannya?"
Si pelayan ambil belati.
Lalu membelah dadanya.
Jakarta, 27 Mei 2020.
BIODATA
Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Kini, sedang kuliah di UPN Jakarta jurusan Komunikasi, semester akhir. Tulisan esainya dimuat di sejumlah media online.
Puisinya juga masuk dalam buku bersama, seperti Banjarbarus Rainy Day Literary Festival 2019. Kontak: ardhir81@gmail.com