Ibu, Corona, dan Doa Sepanjang Masa - Sofyan RH. Zaid
Ibu, Corona, dan Doa Sepanjang Masa
Oleh Sofyan
RH. Zaid
KAWACA.COM | Saat menengok gawai, ada panggilan tak
terjawab dari ibuku beberapa kali. Spontan, saya telepon balik dan langsung
tersambung. Kami pun bercakap dalam bahasa Madura. Kira-kira begini,
terjemahannya:
"Assalamualaikum, Bu..."
"Waalaikumsalam, kamu semua sehat, Nak?"
"Alhamdulillah, sehat wal afiat. Apa Ibu
juga?"
"Alhamdulillah sehat juga."
"Ibu tadi telepon ya?"
"Iya, ibu sangat cemas. Tadi pagi di
warung katanya lagi ada penyakit porona di sana."
"Oh, Corona...Iya, memang ada, tetapi Ibu
tidak usah cemas. Semua akan baik-baik saja."
"Apa sebaiknya, kamu pulang saja ke sini.
Ibu Takut."
"Iya, insyaallah nanti bulan puasa
pulang, Bu."
"Sekarang saja, agar tidak kena penyakit
porona itu..."
"Belum bisa, Bu. Ibu doakan ya..."
"Iya, katanya semua tidak boleh keluar
rumah. Anak-anak sekolah juga sudah diliburkan.."
"Iya, di sini juga pada di rumah. Ibu
juga jangan keluar ke mana-mana."
"Iya, ibu kan sudah tidak sekolah, jadi
memang tidak kemana-mana."
"Haha. Iya, benar, Bu..."
Ibu pun tertawa. Tawa yang selalu saya
rindukan sepanjang masa.
"Baiklah, intinya jaga diri di sana
ya," katanya.
"Iya, ibu tenang saja. Semoga di sini
selamat, di sana juga selamat."
"Iya, Namun kalau di sini aman. Katanya penyakit porona itu, baru bulan puasa sampai ke sini..."
"Haha. Kata siapa, Bu?"
"Iya, kata orang-orang."
"Duh, semoga tidak sampai-sampai
ya."
"Iya, sudah ya, ibu mau shalat..."
"Baik, Bu. Saya mohon maaf dan semoga ibu
senantiasa sehat. Assalamualaiku warahamatulahi wabarakatuh..."
"Amin. Walalaikumsalam
selamat."
Telepon terputus. Saya tertegun membayangkan kecemasannya yang kadang berlebihan. Namun itulah kecemasan seorang Ibu pada anaknya.
Di benakku, wajahnya masih tertawa. Wajah yang selalu saya ciumi sepenuh sayang tiap
hendak pergi dan kembali.
Bekasi, 19 Maret 2019