Pendidikan untuk Masa Depan - Mochtar Lubis
Pendidikan untuk Masa Depan
oleh Mochtar Lubis
KAWACA.COM | Sistem maupun kurikulum pendidikan formal di Indonesia telah menjadi bahan perdebatan yang tidak pernah. putus-putusnya. Meskipun telah berkali-kali perubahan kurikulum dan sistem dilakukan, akan tetapi tetap banyak anggota masyarakat masih merasa bahwa sistem pendidikan negeri kita masih belum memadai.
Tidak saja belum memadai dalam pengertian mutu pendidikan yang diberikan itu, akan tetapi juga belum memadai melengkapi para lulusan sistem pendidikan ini dengan kemampuan, pengetahuan, informasi, kesadaran, keprakarsaan, dan motivasi, yang memungkinkan mereka jadi manusia mandiri. Masih saja sistem pendidikan kita dituduh hanya dapat menghasilkan calon-calon buruh atau karyawan saja.
Malahan masih ada orang Indonesia yang menilai bergunanya tenaga buruh Indonesia yang termasuk termurah di dunia itu, yang dianggap memberikan pada Indonesia apa yang dikatakan semacam keunggulan (comparative advantage) dalam persaingan produksi di Indonesia di pasaran internasional. Pandangan serupa ini telah menjadi sebuah pandangan yang kolot dan ketinggalan zaman. Mengandalkan daya saing satu bangsa di pasar internasional pada murahnya tenaga buruh sebuah negeri adalah satu sikap yang akan membawabangsatersebutpada kekalahan, kemunduran, dan pada akhirnya ketinggalan total.
Buruh yang murah adalah buruh yang kurang kemampuan, lemah motivasi, rendah semangat kerja, merasa diri diperas terus menerus, tetap merasa tidak puas, tidak punya kebanggaan pada kerjanya, dan jadi sasaran eksploitasi terus menerus, dan karena itu pada hakikatnya merupakan sumber ketegangan dan kesulitan dan keterbelakangan terus menerus bagi satu masyarakat.
Perkembangan ilmu dan teknologi kini begitu pesat dengan segala dampaknya yang menyeluruh terhadap manusia, masyarakat, sumber-sumber alam, dan lingkungan hidup. Di banyak negeri-negeri berindustri maju komponen tenaga buruh telah merupakan bahagian terkecil saja dari ongkos produksi jasa dan barang. Bertambah lama informasi dan pengetahuan (information dan knowledge) merupakan unsur utama bagi sukses, keampuhan dan keunggulan usaha dalam segala bidang ekonomi dan keuangan.
Karena itu kunci bagi kemajuan satu bangsa, bagi dapat berkembangnya kebudayaan yang ampuh dan memiliki kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi demikian banyak tantangan di hari ini dan hari esok adalah pendidikan yang sanggup melengkapi anggota-anggota masyarakatnya dengan informasi dan pengetahuan yang luas dan mendalam.
Dan agar manusia Indonesia jangan menjadi binatang ekonomi seperti dituduhkan terhadap orang Jepang beberapa waktu yang lampau, maka kita juga harus mampu mendidik manusia Indonesia menjadi manusia berbudaya, bermoral dengan perangkap nilai-nilai etika yang baik (kemanusiawiaan, hak-hak asasi manusia, hak-hak demokrasi, kemerdekaan manusia, dan sebagainya). Juga diperlukan struktur politik, sosial dan ekonomi yang terbuka, yang lebih egaliter, pembagian kemakmuran yang merata dan adil, seperti yang diamanatkan oleh Pancasila Dan UUD 45 begitu jelasnya, tetapi sayang terlalu lama hanya jadi hiasan bibir orang Indonesia saja.
oleh Mochtar Lubis
KAWACA.COM | Sistem maupun kurikulum pendidikan formal di Indonesia telah menjadi bahan perdebatan yang tidak pernah. putus-putusnya. Meskipun telah berkali-kali perubahan kurikulum dan sistem dilakukan, akan tetapi tetap banyak anggota masyarakat masih merasa bahwa sistem pendidikan negeri kita masih belum memadai.
Tidak saja belum memadai dalam pengertian mutu pendidikan yang diberikan itu, akan tetapi juga belum memadai melengkapi para lulusan sistem pendidikan ini dengan kemampuan, pengetahuan, informasi, kesadaran, keprakarsaan, dan motivasi, yang memungkinkan mereka jadi manusia mandiri. Masih saja sistem pendidikan kita dituduh hanya dapat menghasilkan calon-calon buruh atau karyawan saja.
Malahan masih ada orang Indonesia yang menilai bergunanya tenaga buruh Indonesia yang termasuk termurah di dunia itu, yang dianggap memberikan pada Indonesia apa yang dikatakan semacam keunggulan (comparative advantage) dalam persaingan produksi di Indonesia di pasaran internasional. Pandangan serupa ini telah menjadi sebuah pandangan yang kolot dan ketinggalan zaman. Mengandalkan daya saing satu bangsa di pasar internasional pada murahnya tenaga buruh sebuah negeri adalah satu sikap yang akan membawabangsatersebutpada kekalahan, kemunduran, dan pada akhirnya ketinggalan total.
Buruh yang murah adalah buruh yang kurang kemampuan, lemah motivasi, rendah semangat kerja, merasa diri diperas terus menerus, tetap merasa tidak puas, tidak punya kebanggaan pada kerjanya, dan jadi sasaran eksploitasi terus menerus, dan karena itu pada hakikatnya merupakan sumber ketegangan dan kesulitan dan keterbelakangan terus menerus bagi satu masyarakat.
Perkembangan ilmu dan teknologi kini begitu pesat dengan segala dampaknya yang menyeluruh terhadap manusia, masyarakat, sumber-sumber alam, dan lingkungan hidup. Di banyak negeri-negeri berindustri maju komponen tenaga buruh telah merupakan bahagian terkecil saja dari ongkos produksi jasa dan barang. Bertambah lama informasi dan pengetahuan (information dan knowledge) merupakan unsur utama bagi sukses, keampuhan dan keunggulan usaha dalam segala bidang ekonomi dan keuangan.
Karena itu kunci bagi kemajuan satu bangsa, bagi dapat berkembangnya kebudayaan yang ampuh dan memiliki kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi demikian banyak tantangan di hari ini dan hari esok adalah pendidikan yang sanggup melengkapi anggota-anggota masyarakatnya dengan informasi dan pengetahuan yang luas dan mendalam.
Dan agar manusia Indonesia jangan menjadi binatang ekonomi seperti dituduhkan terhadap orang Jepang beberapa waktu yang lampau, maka kita juga harus mampu mendidik manusia Indonesia menjadi manusia berbudaya, bermoral dengan perangkap nilai-nilai etika yang baik (kemanusiawiaan, hak-hak asasi manusia, hak-hak demokrasi, kemerdekaan manusia, dan sebagainya). Juga diperlukan struktur politik, sosial dan ekonomi yang terbuka, yang lebih egaliter, pembagian kemakmuran yang merata dan adil, seperti yang diamanatkan oleh Pancasila Dan UUD 45 begitu jelasnya, tetapi sayang terlalu lama hanya jadi hiasan bibir orang Indonesia saja.