Komunikasi Toleransi Kini Pertanyaan Mengada-ada - Putu Wijaya
Komunikasi Toleransi Kini Pertanyaan Mengada-adaoleh Putu Wijaya
KOMUNIKASI
KAWACA.COM | Seorang yang mengaku dirinya awam, mengatakan bahwa kesenian bertambah asing. Seniman-seniman muda menurut mereka telah mengisolir dirinya dengan bekerja hanya untuk kepuasannya sendiri. Mereka mempertanyakan adakah seni mau memantati zamannya sehingga mereka boleh lepas sama sekali dari jangkauan orang-orang awam. Mereka menuntut komunikasi. Mereka menuntut agar orang-orang muda itu bekerja untuk orang lain dan zaman yang sedang hidup. Tetapi siapakah sesungguhnya dia — orang yang merasa dirinya awam itu? Apa dia benar-benar lebih campur dengan apa yang disebutnya “masyarakat”, apa yang disebutnya "rakyat”, apa yang disebutnya kaum "awam". Tiba-tiba setelah kita usut dengan jelas, mereka ternyata orang-orang yang pintar, yang berkiblat pada dunia orang lain, Orang yang dalam imajinasi dan teori berada di pihak orang banyak, akan tetapi sebenarnya musuh-musuh masa depan.
TOLERANSI
Ada orang yang sangat sibuk menuntut toleransi dari orang lain, padahal ia tahu duduk persoalan yang sebenarnya. Coba bayangkan bagaimana seorang arif bijaksana mau menuntut toleransi dari binatang-binatang dalam rum: ba, walaupun ia membawa buku filsafat dan daging-daging yang digratiskan kepada binatang-binatang itu. Apa benar ia tidak bisa mengerti padahal ia begitu banyak lebih tahu dari orang lain. Mudah untuk mengatakan bahwa ia telah memaksakan nilai toleransi itu menjadi rasa penerimaan yang tidak tanggung-tanggung, seperti budak yang tidak boleh mengatakan apa-apa sementara ia sedang diperkosa. Ini adalah "tirani alam pikiran” — kerinduan seorang pangeran pada kekuasaan mutlak raja-raja pada zaman dahulu. Ia ingin berkuasa dengan senjata perdamaian, padahal hidup ini sudah jelas adalah persetubuhan yang tak pernah selesai dari semua orang beramai-ramai. Kita semua adalah korban dan pahlawan yang mungkin lahir setiap saat. Tetapi orang ini maunya dialah satu-satunya korban, dialah satu-satunya pahlawan, dialah satu-satunya yang hidup sesudah mengatakan kata-kata besar yang tak pernah dikuntitnya sendiri karena itu hanya untuk orang-orang lain saja. Kita perlu orang-orang begini lebih banyak lagi, supaya lebih jelas siapa mereka.
MENGADA-ADA
Memang sebelum sesuatu ada, segala yang mencoba, segala yang menyimpang, segala yang tak sesuai dengan yang lama, jadi mengada-ada. Akan tetapi koran telah menajamkan bahaya kata ini menjadi seribu kali, sehingga orang-orang yang tak sempat membuktikan sendiri — yang tinggal di pelosok-pelosok mulai bersikap menerima. Suruh mereka ini menulis lebih banyak dan menamakan segala yang tidak disukainya sebagai mengada-ada — sehingga jelas sepotong kata itu mempunyai dunia tersendiri kalau diletakkan di bawah namanya — sehingga kata tersebut tidaklah kemudian dimaksudkan untuk menunjukkan ciri-ciri “dari apa yang dijadikan sasaran — akan tetapi hanya senjata untuk memamerkan identitas dari pemiliknya.
KINI
Sejarah dan museum memang sesuatu yang berbeda, akan tetapi sama-sama dihargai dan dianggap sebagai sumber untuk menjawab masa kini dan masa depan. Di luar segala kebaikannya maka sejumlah orang telah tertimbun oleh segala kelapukannya, karena keduanya telah menjadi institusi yang menghentikan hidup orang pada masa kini. Apabila kemudian sejumlah orang lainnya juga sangat terlibat untuk memikirkan masa depan, sehingga mereka lebih banyak hidup dalam dunia "akan” yang mereka rencanakan rundingkan diskusikan khayalkan pertengkarkan — maka adalah sebuah lorong kosong masa kini yang terjepit oleh dua buah tembok kukuh. Lalu ternyata penghuni ruang kosong itu hanyalah orang-orang gila, mabuk, putus asa, orang-orang yang dikeluarkan dari peredaran masyarakat yang dinamakan sehat. Sementara ukuran sehat adalah tertimbun oleh masa lalu dan tertekan oleh masa depan, Kita harus keluar dari kubangan kita, sehingga lorong itu berubah disulut tidak hanya oleh orang-orang yang terlempar — akan tetapi juga oleh orang-orang yang memilih. Mari lupakan masa lalu dan masa yang datang. Hidup hari ini. Meskipun pikiran semacam ini ternyata hanya sebuah klise juga.
PERTANYAAN
Pertanyaan seringkali menjelaskan bodoh pintarnya seseorang. Akan tetapi setelah banyak orang-orang pintar sengaja membuat pertanyaan-pertanyaan bodoh sebagai taktik, keadaan ini menjadi kacau. Akan tetapi yang jelas pertanyaan menjadi semakin unik dan melembaga, Ialu tiba-tiba ia telah memiliki dunia tersendiri. Sehingga pertanyaan kemudian tetap berakhir sebagai pertanyaan — setelah banyak pertanyaan jawabnya adalah pertanyaan. Setelah orang yang bertanya sesungguhnya sudah tahu jawab yang lebih baik dari kemungkinan jawaban dari orang yang ditanyanya. Setelah pertanyaan tugasnya hanyalah untuk mengingatkan bukan untuk mencari jawaban. Setelah pertanyaan cukup memuaskan, karena jawaban selamanya tidak lengkap atau tidak tahan uji untuk waktu yang lama. Pertanyaan-pertanyaan telah lahir dan mati sebagai pertanyaan. Baik pertanyaan yang tolol maupun pertanyaan yang cerdik, semuanya sekarang bernilai positif sebelum mendapat jawaban. Karena itu mari terus bertanya-tanya dan menjawab pertanyaan tersebut dengan penjelasan yang kemudian dikunci dengan pertanyaan berikut. Seberapa lamakah kita akan menunggu sebuah pertanyaan yang lain yang tidak hanya itu-itu saja ? Ini juga sebuah pertanyaan. Bukan?
Jakarta, 16 Desember 1975
-Sumber: Horison, Desember 1977