Alasan Islam Melarang Hukum Mati bagi Koruptor!
Alasan Islam Melarang Hukum Mati bagi Koruptor!
KAWACA.COM | Sebelum membahas hukuman mati bagi koruptor, kita bahas lebih dulu istilah hukuman ta'zir. Hukuman ta'zir adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang tidak ditentukan oleh Allah sanksinya karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud (Almausuah alfighiyyah al kuwaitiyyah, jilid XII, hal 276).
Apa itu hukuman hudud? Yaitu hukuman yang telah dijelaskan Allah dan rasul-Nya jenis hukuman serta persyaratannnya, seperti rajam (dilempari dengan batu sampai mati) atau 100 kali cambuk untuk orang yang berzina, 80 kali cambuk untuk orang yang menuduh orang lain berzina, 40 kali cambuk untuk orang minum khamar, potong tangan bagi pencuri, qisash (nyawa dibayar nyawa) bagi orang yang membunuh jiwa, hukuman pancung bagi orang yang murtad dan orang yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa.
Oleh karena kejahatan korupsi serupa dengan mencuri akan tetapi tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya maka hukumannya berpindah menjadi ta'zir.
Jenis hukuman ta'zir terhadap koruptor diserahkan kepada uli amri (pihak yang berwenang) untuk menentukannya, antara hukuman fisik, harta, kurungan, moril dan lain sebagainya yang dianggap dapat menghentikan keinginan orang untuk berbuat kejahatan.
Di antara hukuman fisik adalah hukuman cambuk. Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa nabi menjatuhkan hukuman cambuk terhadap pencuri barang yang kurang nilainya dari 1/4 dinar. Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan memenjarakan Dhabi bin Al Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak memenuhi persyaratan potong tangan dan kena denda dengan membayar dua kali lipat dari nominal harga barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman terhadap harta.
Sanksi ini dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap, "Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya dia harus membayar dua kali lipat. (HR. Nasa'i dan Ibnu Majah).
Hukuman ta'zir ini diterapkan karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk dipotong tangannya, disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (perlindungan yang ketat). Selain sanksi di atas, berbagai jenis hukuman lainnya yang dianggap memiliki dampak jera bagi para pelaku korupsi boleh diterapkan, seperti diberhentikan dari pekerjaan bagi koruptor harta negara dalam jumlah kecil atau diumumkan di media massa.
Dengan demikian, hukum mati bagi koruptor, tidak dibolehkan dalam Islam. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tidak halal ditumpahkan darah (dibunuh) seorang muslim yang telah bersyahadat "la ilaha illallah" dan dia bersyahadat bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dia melakukan salah satu dari tiga hal: melakukan zina dan dia adalah seorang yang pernah menikah, membunuh jiwa orang lain, dan keluar dari agama Islam (murtad) yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa". (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas menjelaskan bahwa tidak boleh menerapkan hukuman pancung kepada seorang muslim yang melakukan tindak kejahatan apapun, kecuali ia adalah pelaku salah satu dari tiga kejahatan yang telah disebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas. Dan pelaku tindak korupsi tidak termasuk salah satu yang disebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Alasan lain tidak boleh menerapkan hukuman mati terhadap koruptor adalah sekali pun koruptor itu misalnya mencuri harta negara dari kantor kas negara yang tidak dipercayakan kepadanya untuk mengurusinya, tetap tidak boleh dibunuh. Ia hanya boleh dijatuhi hukuman potong tangan apalagi seorang koruptor yang mengambil harta yang dipercayakan kepadanya. Wallahu a'lam.
Sumber: Harta Haram Muamalat Kontemporer, Dr. Erwandi Tarmizi, M.A., Berkat Mulia Insani, 2017
KAWACA.COM | Sebelum membahas hukuman mati bagi koruptor, kita bahas lebih dulu istilah hukuman ta'zir. Hukuman ta'zir adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang tidak ditentukan oleh Allah sanksinya karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud (Almausuah alfighiyyah al kuwaitiyyah, jilid XII, hal 276).
Apa itu hukuman hudud? Yaitu hukuman yang telah dijelaskan Allah dan rasul-Nya jenis hukuman serta persyaratannnya, seperti rajam (dilempari dengan batu sampai mati) atau 100 kali cambuk untuk orang yang berzina, 80 kali cambuk untuk orang yang menuduh orang lain berzina, 40 kali cambuk untuk orang minum khamar, potong tangan bagi pencuri, qisash (nyawa dibayar nyawa) bagi orang yang membunuh jiwa, hukuman pancung bagi orang yang murtad dan orang yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa.
Oleh karena kejahatan korupsi serupa dengan mencuri akan tetapi tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya maka hukumannya berpindah menjadi ta'zir.
Jenis hukuman ta'zir terhadap koruptor diserahkan kepada uli amri (pihak yang berwenang) untuk menentukannya, antara hukuman fisik, harta, kurungan, moril dan lain sebagainya yang dianggap dapat menghentikan keinginan orang untuk berbuat kejahatan.
Di antara hukuman fisik adalah hukuman cambuk. Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa nabi menjatuhkan hukuman cambuk terhadap pencuri barang yang kurang nilainya dari 1/4 dinar. Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan memenjarakan Dhabi bin Al Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak memenuhi persyaratan potong tangan dan kena denda dengan membayar dua kali lipat dari nominal harga barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman terhadap harta.
Sanksi ini dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap, "Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya dia harus membayar dua kali lipat. (HR. Nasa'i dan Ibnu Majah).
Hukuman ta'zir ini diterapkan karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk dipotong tangannya, disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (perlindungan yang ketat). Selain sanksi di atas, berbagai jenis hukuman lainnya yang dianggap memiliki dampak jera bagi para pelaku korupsi boleh diterapkan, seperti diberhentikan dari pekerjaan bagi koruptor harta negara dalam jumlah kecil atau diumumkan di media massa.
Dengan demikian, hukum mati bagi koruptor, tidak dibolehkan dalam Islam. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tidak halal ditumpahkan darah (dibunuh) seorang muslim yang telah bersyahadat "la ilaha illallah" dan dia bersyahadat bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dia melakukan salah satu dari tiga hal: melakukan zina dan dia adalah seorang yang pernah menikah, membunuh jiwa orang lain, dan keluar dari agama Islam (murtad) yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa". (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas menjelaskan bahwa tidak boleh menerapkan hukuman pancung kepada seorang muslim yang melakukan tindak kejahatan apapun, kecuali ia adalah pelaku salah satu dari tiga kejahatan yang telah disebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas. Dan pelaku tindak korupsi tidak termasuk salah satu yang disebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Alasan lain tidak boleh menerapkan hukuman mati terhadap koruptor adalah sekali pun koruptor itu misalnya mencuri harta negara dari kantor kas negara yang tidak dipercayakan kepadanya untuk mengurusinya, tetap tidak boleh dibunuh. Ia hanya boleh dijatuhi hukuman potong tangan apalagi seorang koruptor yang mengambil harta yang dipercayakan kepadanya. Wallahu a'lam.
Sumber: Harta Haram Muamalat Kontemporer, Dr. Erwandi Tarmizi, M.A., Berkat Mulia Insani, 2017