Puisi-Puisi Abdullah Mamber
KAWACA.COM | Abdullah Mamber atau akrab disapa Pak Dul lahir 17 April 1983 di Banuaju Barat, Batang Batang, Sumenep, Madura. Menyelesaikan sekolah dasar di tanah kelahiran, kemudian hijrah ke Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk Guluk, Sumenep sampai selesai program S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (kini INSTIKA).Selama di Annuqayah, dia tersesat ke dunia seni, mulai dari teater sampai sastra. Dia sempat menjabat sebagai ketua Sanggar Andalas beberapa periode. Pak Dul dikenal sebagai pribadi yang unik, kocak, cerdas, dan bersahaja. Lelaki yang punya hobi makan ini, selalu ramah kepada siapa saja, bahkan kepada kawan-kawan yang kerap meledeknya; jarang mandi.
Pemandangan yang paling diingat selama di Annuqayah oleh teman-temannya adalah ketika dia berjalan gontai memegang gayun. Mereka bisa langsung menebak dua hal: “Itu Dullah sedang mencari air buat mandi” atau “Itu Dullah sedang mencari kawan buat ngopi.” Jadi, fungsi gayun di tangannya, bisa menjadi alat untuk mandi, atau wadah untuk kopi.
Selepas Annuqayah, dia mengembara ke Bandung dan aktif di Jendela Seni bersama Faisal Er. Di sana, dia memperdalam seni peran, dan ilmu kehidupan sebagai pengembara. Namun pengembaraannya hanya terhitung bulan, dia akhirnya pulang kampung karena tak tahan pada panggilan tanah kelahiran.
Pak Dul kini menetap di Longos, tetangga desa Banuaju bersama keluarga kecilnya. Sehari-hari aktif mengabdikan ilmunya kepada masyarakat melalui beberapa lembaga pendidikan, tempat dia mengajar. Di tengah kesibukannya sebagai pendidik, dia tetap berjuang untuk menulis, karena menulis baginya adalah belajar mengendalikan diri di tengah situasi Indonesia yang semakin tidak terkendali.
Karya-karyanya sudah pernah dimuat sejumlah media, sampai buku puisi bersama. Kini dia sedang mempersiapkan buku puisi tunggal pertamanya dengan judul yang masih dirahasiakan.
Pintu silaturahmi: ra_mamber@yahoo.com.
Puisi-Puisi Abdullah Mamber
Bekas luka di sekujur tubuhku
Adalah jajaran pulau pulau masa lalu
Di sana masa kanak kanakku
Menghabiskan waktu dan sejarah
Bermain layang layang
Mengejar burung pada hujan pertama musim basah
Tangis perempuan tetangga yang aku cubit pipinya
Lalu aku berlari berlari
Dan baru berhenti saat luka membekas di tubuhku
2013
Bukan Luka Biasa
Aku tak punya kata
Bagi kau, luka
Kau mushaf makna
Masih ku baca
2012
Makin Jauh Makin Dekat
Adakah kau rasa kehadiranku
Sebelum nyenyak tidurmu
Akulah yang bernafas
Dengan hembus nafasmu
Akulah yang berdegup
Dengan degup jantungmu
Adalah darahku
Mengaliri ruhmu
Atau sepi malam selimuti kau
Dengan kabut embun yang tebal
Sehingga ruap jiwaku
Tak hangatkan gemigilmu
Ataukah kau safar
Untuk hilangkan bayangku
Baik
Teruslah kau berkelana
Semakin kau menjauh
Semakin kau mendekat kepadaku
2013
Toraja
Batu besar pantai Toraja
Nyanyi laut yang menggumpal
Keras oleh keringat langgem baja
Dan liur ikan yang disumpal
(Nisan pelaut yang karam
Pelarung nasib terumbu karang
Nafas mesin terbawa tenggelam
Tambatan sampan telah hilang)
Batu besar pantai Toraja
Tempat samadi raja rantau
Kerikil-kerikil puji memuja puja
Menangkis terjang gelombang pulau
2015
Kau Sepi Kau Sendiri
Menyusup ke pekarangan hatimu
Ku temu berjuta sepi membeku
Menjadi jeruji besi yang megah
Ku lihat kau di beranda angan angunmu
Menjadi patung puntung
Berlalu lalang tak hirau
Kau sepi
Kau sendiri
Ketika aku dekat mendekapmu
Setelah aku pergi
Pahamkah kau hakikat sepi
Dan arti sendiri yang sejati
2013