Puisi Pilihan Riswo Mulyadi
KAWACA.COM | RISWO MULYADI, anak desa yang lahir di Banyumas tahun 1968 dengan anak seorang petani bernama Mulyadi, mengenyam pendidikan di SD Negeri 1 Cihonje (1981), SMP Negeri 1 Ajibarang (1984), PGA Negeri Purwokerto (1987) dan sempat kuliah di STAIMS Yogyakarta lulus tahun 2007. nama RISWO, Mulai tertarik dengan puisi sejak sekolah di PGA N Purwokerto. Aktif kembali menulis puisi dan geguritan bahasa banyumasan sejak tahun 2012. Beberapa Geguritannya pernah dimuat di Majalah Ancas dan antologi Geguritan Banyumasan "Inyong Sapa Rika Sapa" (2016). Puisinya juga tergabung dalam sejumlah antologi: Mendaras Cahaya (2014), Jalan Terjal Berliku Menuju-Mu (2014), Nayanyian Kafilah (2014), Memo untuk Presiden (2014), Metamorfosis (2014), 1000 HAIKU Indonesia (2015), Surau Kampung Gelatik (2015), Puisi Sakkarepmu (2015), Palagan Sastra (2016), Lumbung Puisi IV (2016).
Kini aktif sebagai pendidik di MI Ma'arif NU1 Cilangkap, tinggal di Desa Cihonje Kecamatan Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah. Alamat : Karanganjog RT 002 RW 009 Desa Cihonje Kecamatan Gumelar Banyumas, Jawa Tengah, riswomulyadi@gmail.com Kode Email Pos 53165
JANDA TUA YANG TERENDAM ZAMAN
mulut tungku dapur wanita tua itu menyemburkan abu
baranya telah lama padam
ia jerang liur yang beku
tubuhnya rapuh didera cuaca
panas-dingin, ngilu lebur
luluh kering urat rasa
ia salah satu sosok yang terendam jaman
keriput dalam kesendirian
tak hanya sepi
ia juga lapar
urat rasanya telah mati
segalanya hambar
samar
ia sendiri, bersandar di sisi kesepiannya
memeluk luka tersandang masa
Cilangkap, 2 September 2014
JANDA TUA YANG TERENDAM ZAMAN(2)
matanya tertusuk abu saat meniup bara di tungku dapur
gir mata basahi blarak dalam genggamannya
bibirnya desiskan takbir
hanya itu yang ia bisa
ia tak terbiasa mengumpat nasib
"nasib adalah organ tubuhku" katanya
ia terus meniup bara di lobang tungku,
seperti meniup nasibnya
yang tak pernah menyala
bara itu perlahan mengabu
tak peduli tiupan angin dari mulut keriput yang terus
menghembus
kehilangan energi
abu makin tebal membalut tubuhnya
ia tak peduli
dan terus meniup
hingga ia sendiri tak berdaya di depan tungku
pasrah pada nasib
sampai batas yang ia nantikan akhirnya
kusodorkan sebatang korek api yang telah kunyalakan
hentikan tiupanmu, nek
biar aku nyalakan api di tungkumu
Cilangkap, 2 September 2014
LELAKI DAN DINDING MASJID
lelaki yang bersandar di dinding masjid
menyerahkan kelelahannya kepada pemilik malam
dalam kesepian mendalam
ia berdialog dengan batinnya
tentang rindu dan harapan
lelaki di dinding masjid
bersandar pada sepi
menikmati irama nafas dan detak waktu
mainkan melodi sunyi
ia makin tenggelam dalam irama batinnya
ia tulis puisi di sajadah tua
tentang lorong kematian yang ia pandangi
tentang cahaya yang ia cari
lelaki yang bersandar di dinding masjid
merangkak ke sisi mihrab menyeret sebait puisi
Karanganjog Cilangkap, April Mei 2015
APAKAH INI RINDU
apakah ini rindu, jika di dadaku ada kesepian
memanjang soampai batang langit, diam
apa ini rindu
jika dalam sepi kupanggil
dan kesepianku makin dalam
dalam diam
namamu
2015
Kini aktif sebagai pendidik di MI Ma'arif NU1 Cilangkap, tinggal di Desa Cihonje Kecamatan Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah. Alamat : Karanganjog RT 002 RW 009 Desa Cihonje Kecamatan Gumelar Banyumas, Jawa Tengah, riswomulyadi@gmail.com Kode Email Pos 53165
JANDA TUA YANG TERENDAM ZAMAN
mulut tungku dapur wanita tua itu menyemburkan abu
baranya telah lama padam
ia jerang liur yang beku
tubuhnya rapuh didera cuaca
panas-dingin, ngilu lebur
luluh kering urat rasa
ia salah satu sosok yang terendam jaman
keriput dalam kesendirian
tak hanya sepi
ia juga lapar
urat rasanya telah mati
segalanya hambar
samar
ia sendiri, bersandar di sisi kesepiannya
memeluk luka tersandang masa
Cilangkap, 2 September 2014
JANDA TUA YANG TERENDAM ZAMAN(2)
matanya tertusuk abu saat meniup bara di tungku dapur
gir mata basahi blarak dalam genggamannya
bibirnya desiskan takbir
hanya itu yang ia bisa
ia tak terbiasa mengumpat nasib
"nasib adalah organ tubuhku" katanya
ia terus meniup bara di lobang tungku,
seperti meniup nasibnya
yang tak pernah menyala
bara itu perlahan mengabu
tak peduli tiupan angin dari mulut keriput yang terus
menghembus
kehilangan energi
abu makin tebal membalut tubuhnya
ia tak peduli
dan terus meniup
hingga ia sendiri tak berdaya di depan tungku
pasrah pada nasib
sampai batas yang ia nantikan akhirnya
kusodorkan sebatang korek api yang telah kunyalakan
hentikan tiupanmu, nek
biar aku nyalakan api di tungkumu
Cilangkap, 2 September 2014
LELAKI DAN DINDING MASJID
lelaki yang bersandar di dinding masjid
menyerahkan kelelahannya kepada pemilik malam
dalam kesepian mendalam
ia berdialog dengan batinnya
tentang rindu dan harapan
lelaki di dinding masjid
bersandar pada sepi
menikmati irama nafas dan detak waktu
mainkan melodi sunyi
ia makin tenggelam dalam irama batinnya
ia tulis puisi di sajadah tua
tentang lorong kematian yang ia pandangi
tentang cahaya yang ia cari
lelaki yang bersandar di dinding masjid
merangkak ke sisi mihrab menyeret sebait puisi
Karanganjog Cilangkap, April Mei 2015
APAKAH INI RINDU
apakah ini rindu, jika di dadaku ada kesepian
memanjang soampai batang langit, diam
apa ini rindu
jika dalam sepi kupanggil
dan kesepianku makin dalam
dalam diam
namamu
2015