Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Buku: Jikalau Laut Dinyalakan karya Abdul Kadir Ibrahim

Buku: Jikalau Laut Dinyalakan karya Abdul Kadir Ibrahim


JIKALAU LAUT DINYALAKAN

Semaian Puisi
Abdul Kadir Ibrahim

Pengantar

Menyimpan Makna Rahasia Keagungan Laut - Sutardji Calzoum Bachri

Epilog:

Suatu Epilog: Nyala Laut buat Tamadun Maritim - Agung Dhamar Syakti

Kajian:

Representasi Kelautan dalam Puisi-Puisi Abdul Kadir Ibrahim - Agung Pranoto

Riwayat Kepenyairan:

Riwayat Kepenyairan Abdul Kadir Ibrahim

Desain Cover : Yopi Setia Umbara 

Desain Isi : Milaz Grafika

ISBN 978-602-1173-38-1

xxii + 202 halaman, 14 x 20,5 cm

Cetakan II, Juli 2019


Penerbit

Milaz Grafika
Alamat Jl. DI. Panjaitan Batu 7,5 Perum. Taman Mekar Sari II Blok B No. 10
Tanjungpinang - Kepulauan Riau
0853 7449 1714 / milazgrafika@gmail.com

Dicetak pada: 

Percetakan PT. Bintang Grafika  Utama, Tanjungpinang
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved



____

Pengantar Penerbit

Abdul Kadir Ibrahim (Akib) adalah anak jati Melayu, yang lahir dari sepasang suami-isteri H. Ibrahim bin Bukit dan Hj. Hotijah binti Muhammad Na’im di Kelarik Ulu, Natuna, Kepulauan Riau, 4 Juni 1966. Seorang anak atau putra laut yang bukan sekedar berasal dari negeri pulau, melainkan telah memahami, menyelami sekaligus memaknai laut dan hakikat laut itu sendiri. Hal yang membanggakan, khususnya bagi masyarakat Melayu di Kepulauan Riau, dan tentunya masyarakat Indonesia, Akib tidak hanya menyiapkan diri untuk menggeluti sungguh-sungguh bidang pekerjaannya, sebagai aparatur sipil negara (ASN), melainkan juga dalam kegiatan lainnya, antara lain bidang leterasi, sastra-budaya, syiar Islam dan aktivitas lainnya yang menjayakan masyarakat.


Di Kepulauan Riau memang telah hadir sejumlah pengarang dan juga dikenal di arena kepengarangan nasional dan bahkan internasional. Namun, bila kita lihat pada masa awal sastra modern Melayu, yang dapat dikatakan sebagai sastrawan yang ulama tidaklah banyak, dan yang paling menonjol dikenal luas hanyalah Raja Ali Haji. Demikian juga di era selepas Indonesia merdeka, dalam pertumbuh-kembangan sastra modern Indonesia, dari Kepulauan Riau juga tak sedikit pengarang, namun pengarang yang dapat secara bersamaan menekuni bidang lainnya, terutama tentang agama Islam, termasuk langka, yang ternyata ada pada pengarang Akib. Dia dikenal sebagai penyair, cerpenis, novelis, esais sastra (sastrawan dan budayawan), dan pejabat di pemerintah daerah serta sebagai ustad (penda’i), yang aktif menulis tentang Islam, dan menjadi imam shalat berjemaah di masjid.


Buku kumpulan puisi Jikalau Laut Dinyalakan ini, kami rasa sedemikian monumental bagi pertumbuh-kembangan sastra, khususnya puisi modern Indonesia. Inilah buku kumpulan puisi secara tunggal dan khas (unik) tentang laut. Akib memahami, menyadari dan memaknai benar bahwa pulau dan laut tempat ia bertumpah darah, sedemikian besar pengaruhnya dalam kehidupannya dan orang-orang Indonesia. Baginya Indonesia tidak akan menjadi khas, unik, dan mempesona di seantero dunia jikalau tidak karena kelok-liku pulau-pulau dan lautnya. Laut bagi Indonesia adalah kenyataan yang hebat, membanggakan dan taman kemakmuran bagi segenap rakyat.


Jikalau Laut Dinyalakan memuat puisi-puisi Abdul Kadir Ibrahim yang memberi kabar dan amanat tentang laut sebagaimana patutnya. Dengan kata lain, laut yang dimaksudkan oleh puisipuisi dalam kumpulan ini tentulah bukan sekedar laut yang terbentang dan terhampar sekedar terlihat oleh mata telanjang, melainkan laut yang hakiki, yakni dengan segala misteri dan khazanahnya. Laut yang dihadirkan oleh Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi “laman” tantangan, ilmu pengetahuan, pencaharian rezeki dan penghidupan yang patut dan beradab bagi sekalian insan. Dengan laut manusia semakin paham untuk mengubah nasib hidupnya semakin baik, sejahtera dan memaknai nikmat Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam, yang sekaligus pandai bersyukur dan taat beribadah kepada-Nya. Sebagaimana dikatakan oleh sang pengarang kepada kami: sebelum petang/ ku/ lepas sampan/ selekas sampan/ sesampai tujuan/ sekilas sampan/ sepasti pulang.


Semoga bermanfaat dan berfaedah yang besar bagi pembaca dan sesiapa saja. Maka, Laut Dinyalakan!


Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Juli 2019

MILAZ GRAFIKA


_____

Pengantar Penyair
Seulas Pinang Sesemai Puisi


Bismillahir ramaanir rahiim.
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin.
Ash-shalatu wassalaamu ‘alaa asyrofil ambiyaa iwal mursaliin. Wa’alaa aalihi washah bihi rasulillahi ajmaiin.
Allahumma shalli ‘ala sai-yidinaa Muhammad wa’alaa ali say-yidinaa Muhammad.

Jikalau Laut Dinyalakan. Kunamakan judul kumpulan puisi ini—yang menghimpun puisi-puisi berbabit, bersebati atau berintiteras tentang laut (bahari & maritim) yang “berserakan” di beberapa media publikasi antara lain majalah Jurnal Sajak, Majalah Sastra Horison, koran Media Indonesia, buku Antologi Puisi Hari Puisi Indonesia 2016: Matahari Cinta Samudera Kata, sejumlah antologi puisi dan terutama di Facebook (FB) pribadiku “abdul kadir ibrahim”, “daun sastra dunia melangit”, dan lainnya dalam rentang masa lebih dari setahun—sebagai mempertegas hubungan semula-jadi “debar nadiku” manusia dengan laut. Laut adalah sejatinya dinyalakan, dan dan niscaya juga bertakbir memuji dan mengagungkan Tuhan Seru Sekalian Alam, Allah SWT, yang takbirnya melebihi takbirnya manusia.


Bagi diriku, laut adalah laman dan taman untuk bersuka-ria dan mengadu kepandaian dalam menerajui hidup dan kehidupan. Pulau adalah hiasan kalbu untuk tetap bersedia menjadi orang laut. Teluk, tanjung, dan sungai senantiasa dimaknakan sebagai pengharapan dan optimisme untuk mencapai kebaikan, kemajuan dan kemuliaan. Laut adalah arena-laman pertaruangan dan keberuntungan cita dan cinta. Adalah “memindahkan” laut dalam semaian puisi bukan perkara mudah, dan apalagi hanya sekedar suka-suka, tetapi mestilah sungguh-sungguh. Betapa “peristiwa bermakna”daku bersama laut yang sehingga mati takkan terlupakan dan terasa baru saja!


Perkara laut, hal-ikhwal laut semenjak kanak-kanak dan sehingga seusia kinipun—walau sudah tidak lagi melaut seperti dulu—tetapi aku tetap merasa sebagai anak pulau, dan orang laut. Sungguh membanggakan! Sehingga wujud puisi-puisiku, mulai dari 66 menguak (Bengkel Teater Bersama, Pekanbaru, 1991), negeri airmata (Unri Press, Pekanbaru, 2004), nadi hang tuah (Akar Indonesia, Yogyakarta, 2010), mantra cinta (Akar Indonesia, Yogyakarta, 2012), doa mekar cinta mekar laut mekar langit (Akar Indonesia, Yogyakarta, yang cetak terbatas tahun 2016 dan cetak/ terbit sebenarnya, Juni 2017), henjut cinta (kumpulan puisi sebanyak 195 puisi di FB rentang masa September 2016-September 2017, yang juga akan diterbitkan) sampai kumpulan puisi “khas” dan “khusus” berkenaan dengan laut ini, senantiasa “bermainmain” dan “bergelut” lautan dengan segala khazanahnya.


Laut jadi batang tubuh “misteri” puisi. Puisi-puisi berkenaan dengan laut dalam kumpulan ini, sebagai memberi kabar gembira dan damai kepada sekalian insan bahwa betapa Allah telah mengujudkan lautan semata-mata untuk menampakkan kekuasaanNya dan memberi manfaat dan faedah sebesar-besarnya bagi kemuliaan dan kemakmuran manusia. Laut adalah hamparan air asin yang luas dan dalam—yang sewaktu-waktu bergelombang, membadai—di antaranya terdapat pulau-pulau.


Laut lenyau redip pandangan. Laut luas sehala berlayar. Laut sewaktu-waktu bergelombang. Laut seketika amuk. Laut bisajadi badai. Laut lepas setumbuk kaki langit. Laut senja mentari merona. Laut teduh girangkan segala haiwan. Laut berarus segala hanyut. Laut pasang tiada sungsang. Laut surut angin berlawanan. Laut sepi kecipak kiyau. Laut diseberangkan kapal-kapal berlayar. Laut menggoda menyelam dan berenang. Laut tenang kaki tak pijak. Laut tabirnya pantai. Laut terasnya bumi. Laut kembaran langit. Laut jangan dipunggungkan. Laut sekutu karang. Laut karibnya gempa dan hantarkan tsunami dahsyat yang bisa meluluh-lantakkan pulau, pantai, kota-kota dan jatuh korban nyawa. Laut segala nasib.


Laut kekuasaan-Nya. Laut tandakan cinta. Laut tanda kan sia-sia. Laut ingat kan luput. Laut ajarkan dinamis. Laut seumpama talam. Laut tadahkan segala curahan. Laut searai takdir. Laut dalam hatiku. Laut jangan dizalimi! Mendulang karang/ hidangan lautan/ di kepala daku atau kau/ sergam otak/ hingga di dada/ bersemayam hati-qalbu/ usahkan rakus/ jumul-selak/ ngap pajuhkan laut/ itu syetan! Laut bersujud segala-gala kepada-Nya.  Laut nyalakan takbir sempurna-penuh bagi Allah! Takbir laut adalah takbir nan luas yang lebih pekik takbir manusia. Maka jilakau laut dinyalakan adalah segala bisa dan berguna-makna.


Sahdan, sebelum kalam ini diakhiri, saya perlu katakan, puisipuisi dalam kumpulan ini sebagian besar “menampilkan” bentuk, tipografi atau “batang tubuh” sebagaimana “tradisi” kelaziman, khazanah puisi-puisi saya yang terhimpun dalam 66 menguak (1991), negeri airmata (2004), nadi hang tuah (2010), mantra cinta (2012), dan doa cinta mekar laut langit (2017). Puisi dalam kumpulan ini tetap dengan kata-kata terpotong-potong atau terpenggal-penggal yang ada pula hanya sekata berdiri sendiri dalam satu baris. Juga tidak terdiri dari bait. Semoga saja tetap dalam tatapan yang khas dan unik serta menarik untuk dibaca atau sekedar dilihat-lihat sahaja. Semuanya itu tiada mengapa. Tandatanda sebenarnya rahasia!


Demikianlah semaian puisi jikalau laut dinyalakanyang semoga saja boleh memberi manfaat, faedah dan pemaknaan baru kepada laut dan dari laut itu sendiri kepada khalayak ramai. Jikalau laut dinyalakan/ terasa segala kelezatan/ jikalau laut dinyalakan/ setanda akal-budi-akhlaq ketaqwaan/ jikalau laut dinodakan/  dan tumpahkan sekalian limbahan/ laut sejadinya mati sudah kehidupan/ derejatnya muanusia di bawahnya hewan/ sejati mengundang azabnya tuhan/ apakah kalian?! daku, tak! Dan ini samasekali bukan “khotbah” atau sejenisnya, ini melainkan “sesemaian” puisi. Bersebab itu jika ada segala kata tiada pada tempat letaknya atau mendurikan pikiran dan hati sesiapa saja, dengan sepuluh jari dan nyiru ditadahkan sejati hamba mohon maklum dan maaf tiada terkira. Sedemikian juga buku semaian puisi ini yang sejatinya berharap ridha dan kemuliaan dari Allah SWT., Tuhan Seru Sekalian Alam. Mohon berkenan, dan terimakasih.


Tanjungpinang, Pulau Bintan, Jumat, 28 Safar 1439 Hijriah/17 November 2017 dan ditambah-suaikan lagi, 17 Syawal 1440 Hijriah/ 21 Juni 2019


Penyair,


ABDUL KADIR IBRAHIM


____

Daftar Isi


Pengantar Penerbit | iii

Seulas Pinang Sesemai Puisi | v
Perihal Lautan Dikatakan Tuhan | xi
Pengantar Sutardji Calzoum Bachri:
Menyimpan Makna Rahasia Keagungan Laut | xiii

1/ rindu menggelombang | 1


2/ sebadan | 3


3/ takbir laut | 4


4/ jikalau laut?| 5


5/ pelukkan laut 7


6/ pelabuhan ujung 9


7/ laut taman| 11


8/ percakapan | 13


9/ umpama| 15


10/ taubat | 18


11/ wangi cinta | 21


12/ celoteh gonggong 24


13/ beredah| 25


14/ memadu rembulan 26


15/ cinta sebati | 29


16/ presidenku | 31


17/ pesona | 34


18/ tohor| 35


19/ sepantai | 37


20/ reklamasi| 39


21/ kalam | 42


22/ rampai laut | 43


23/ adu | 44


24/ selera garam | 45


25/ kiyau | 47


26/ akik | 48


27/ seketika | 49


28/ pantai | 50


29/ kukuh | 51


30/ repek-rapik | 53


31/ papasan | 56


32/ kerling | 57


33/ manis| 58


34/ berlayar | 59


35/ sungguh| 61


36/ hirau | 62


37/ sahaja | 63


38/ laut cinta| 64


39/ berselawat lautan 67


40/ lautan rindu | 69


41/ sorga lautan | 72


42/ arus| 74


43/ pasang kekasih 75


44/ alkisah | 77


45/ takdir laut | 80


46/ gerhana| 82


47/ laut bersatu | 83


48/ serapah laut | 85


49/ mahmud raja grilya laut 87


50/ natuna cuguk 95


51/ pantun laut| 51


52/ zikirlaut | 52


53/ hikayat natuna 104


54/ berlabuh kekal 106


55/ doa laut| 107


56/ perilaut | 108


57/ laut celoteh| 110


58/ maritim biru | 113


59/ kicau laut| 114


60/ rida, laut tetap pasang 116


61/ talam bahari| 120


62/ pasal laut | 122


63/ gabau laut | 124


64/ kundang laut | 127


65/ miyang laut| 128


66/ meragi laut | 129



Epilog: DrAgung Dhamar SYAKTI 135

Puisi & Laut: Agung Pranoto141
Riwayat Penyair|
Tentang : 165
-Sutardji Calzoum Bachri | 197
-Agung Dhamar Syakti |199
-Agung Pranoto | 200

____


Tentang Penyair


Nama lengkap Drs. H. Abdul Kadir Ibrahim, M.T yang akrab dipanggil Akib, lahir di Kelarik Ulu, Natuna, Kepulauan Riau, 4 Juni 1966. Beragama Islam. Pekerjaan dawali sebagai penyiar di RRI Pekanbaru (1987-1989). Bertahun-tahun menjadi jurnalis (wartawan) di Mingguan Genta (Pekanbaru, 1989-1993), Harian Riau Pos (Pekanbaru, 1993-1996). Dan ketika sudah menjadi PNS tetapi tetap menjadi wartawan, Harian Sijori Pos (Tanjungpinang, 1989), Mingguan SeMpadan (Tanjungpinang, 1989-2003) dan Mingguan Natuna Pos (2003-2008).


Menjadi pegawai negeri sipil (PNS/ ASN) sejak 1 November 1994, yang sejak 2007 hingga 2018 telah menduduki jabatan Eselon II (Kepala SKP/ OPD) di jajaran Pemerintah Derah Kota Tanjungpinang, yakni Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2007, 2009-2011), Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan


Pemberdayaan Masyarakat (2011-2012), Staf Ahli Walikota Tanjungpinang (2012-2015), Sekretaris DPRD Kota Tanjungpinang (2015-2019), dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (2019-).


Nama orangtua tercinta H. Ibrahim Bukit (ayah), Hj. Hatijah Naim (ibu), beristeri Hj. Ermita Thaib, S.Ag. Dikaruniai tiga anak, yakni: 1) Tiara Ayu Karmita (26 September 1999, yang April 2011 menerbitkan novel anak sebagai pengarang cilik nasional Gemintang Penabur Matahari, yang dikomentari oleh Putu Wijaya, Agus R Sarjono, Taufiq Ismail, Abdul Malik, Jamal D Rahman, Joni Ariadinata, Budi Darma, dll, yang diterbitkan oleh penerbit nasional, Komodo Books, Depok, 2011), 2) Safril Rahmat (22 April 2002), dan 3) Sasqia Nurhasanah (29 Juni 2006).Adapun alamat rumah di Jl. Raja Haji Fisabilillah, Gg. Sukajadi, No. 34-A, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, dengan nomor telepon (0771) 7330351, telepon genggam 08126192142 dan alamat surat elektronik/ email: abdulkadir_ibrahim@ymail.com



Pendidikan Formal:


Pendidikan formal yang dilalui Abdul Kadir Ibrahim, yakni: 1) Magister Teknik (S-2) Program Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, 2008, 2) Sarjana (S-1) Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah-IAIN Sultan Syarif Qasim (Pekanbaru, 1991). Kini sudah menjadi UIN Sultan Syarif Qasim, 3) Mandrasah Aliyah Negeri (MAN), Pekanbaru, Riau, 1987, 4) Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sedanau, Bunguran Barat, Natuna, Kepri, 1984, dan 5) Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kelarik, Kelarik Airmali, Bunguran Barat, Natuna, 1982.



Penghargaan yang Diterima


Dalam kifrahnya sebagai PNS dan seniman, telah memperoleh sejumlah penghargaan tingkat nasional dan internasional, yakni: 1) Tanda Kehormatan/Penghargaan SATYALANCANA KARYA SATYA XX TAHUN dari Presiden Republik Indonesia (7 Agustus 2015); 2) Penghargaan Internasional Anugerah Sagang Seniman Serantau 2013, dari Yayasan Sagang, Pekanbaru, Riau (10 November 2013); 3) Asean Development Citra Awards 2012-2013, APC- Asean Programe Consultant Indonesian Consortium (6 Juli 2012); 4) The Best Excekutive Citra Awards(2011-2012); 5)Asean Programme Consultant Indonesia Consortium, yang Ditandai dengan Sebuah Piagam dan Mendali dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI (5 Disember 2011); 6) Tanda Kehormatan/ Penghargaan SATYALANCANA KARYA SATYA X TAHUN dari Presiden Republik Indonesia (20 Juli 2010); 7) Indonesia Best Executive of The Year 2009 dari Citra Mandiri Indonesia (18 Desember 2009; dan 8) Indonesian Award “Man of The Year 2009” dari Yayasan Penghargaan Indonesia (7 November 2009).


Buku yang Dikarang dan Terbit:


Buku kumpulan puisi Akib yang terbaru adalah Doa Langit mekar Cinta Laut (Akar Indonesia, Yogyakarta, 2017). Dalam tahun 2013, Abdul Kadir Ibrahim menerbitkan sekaligus 9 (sembilan) buah buku, yang terdiri dari tiga kumpulan cerpen yaitu Santet Tujuh Pulau, Karpet Merah Wakil Presiden, dan Tanjung Perempuan; tiga kumpulan esai Tanah Air Bahasa Indonesia, Politik Melayu (diterbitkan Komodo Books, Depok, 2013) dan Kartini & Aisyah Sulaiman Cinta Sekalian Mendalam (Milaz Grafika, Tanjungpinang, 2013); satu cerita anak-anak berjudul Harta Karun (Cetakan ke-3 oleh Komodo Books, 2013), sebuah novel Memburu Kasih Perempuan Sampan dan sebuah kumpulan sajak Mantra Cinta (Akar Indonesia, Yogyakarta, 2013).


Adapun buku-buku Akib yang sudah terbit sebelumnya, yaitu kumpulan puisi 66 menguak (Bengkel Teater Bersama, Pekanbaru, 1991), kumpulan cerpen Menjual Natuna (Yayasan Sagang, Pekanbaru, 2000), kumpulan puisi Negeri Airmata (Unri Press, Pekanbaru, 2004), Rampai Islam dari Syahadat sampai Lahat (Unri Press, Pekanbaru, 2006), dan kumpulan puisi Nadi Hang Tuah (Akar Indonesia, Yogyakarta, 2010).


Sejumlah buku yang ditulisnya bersama penulis lain beberapa telah terbit, yakni: Matahari Cinta Samubera Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesias & Yayasan Sagang, 2016); Dongeng Negeri Kita (Antologi Cerita Rakyat Nusantara, 2015); 100 Tahun Cerpen Riau (2014); Serumpun Kata Serumpun Cerita (Kumpulan Puisi Pertemuan Sastrawan Nusantara XVII, 2013); Puisi Esai Kemungkinan Baru Puisi Indonesia (2013);  Antologi Hari Puisi Indonesia (2012); Ibu Kota Keberaksaraan (JilFest, 2011); dan Sagang 1996 (Riau Pos Graindo, 1996).


Kemudian buku Memory and Tradition for Better Future (Dari Ingatan dan Tradisi untuk Masa Depan yang Lebih Baik) (2017), Ungkapan Tradisional Masyarakat Melayu (2000), Cakap Rampai Orang Patut-patut (2000), Aisyah Sulaiman Riau: Pengarang dan Pejuang Perempuan (2004), Sejarah Perjuangan Raja Ali Haji Sebagai Bapak bahasa Indonesia (2004), Riwayat Singkat Pahlawan Nasional Raja Haji Fisabilillah (2007), Riwayat Singkat Pahlawan Nasional Raja Ali Haji (2007), Penafsiran dan Penjelasan Gurindam Dua Belas (2009), Ibu Kota Keberaksaraan (2011), Hari Puisi Indonesia (2012), Sejarah Kejuangan dan Kepahlawanan Sultan Mahmud Ri’ayat Syah Yang Dipertuan Besar Kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang (2012), Kemungkinan Baru Puisi Indonesia (2013), Menggantang Warta Nasib (1992), dll. Abdul Kadir Ibrahim semasa menjadi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, menyelenggarakan penulisan buku Dermaga Sastra Indonesia (Penulis: Jamal D Rahman, Al Azhar, Abdul Malik, Agus R Sarjono dan Raja Malik


Hafrizal, 2010), “Temu Sastrawan Indonesia” selaku Ketua Pelaksana dan dengan buku kumpulan puisi: Ujung Laut Pulau Marwah (2010), kumpulan cerpen Percakapan Lingua Franca (2010), Taman Para Penyair (2010), kumpulan puisi dan cerpen Tanjungpinang Punya Cerita (2010) dan Filosofi Dunia Melayu (2010) dan beragam kegiatan sastra lainnya.


Pengulasan Karya Akib


Adapun sejumlah penulis yang telah mengulas atau mendedahkan pendapatnya tentang kesastrawanan Abdul Kadir Ibrahim antara lain, Al Azhar (1992 dan 2010), Tabrani Rab (1992), UU Hamidy (2004), Hasan Junus & Ediruslan Pe Amanriza (1994), Taufik Ikram Jamil (1995), Kazzaini Ks (2000), Korrie Layun Rampan (2000), Pamusuk Eneste (2001), Elmustian Rahman & Abdul Jalil (2002), Dasri al Mubary & A Aris Abeba (2002), Sapardi Djoko Damono (2004), Hasan Aspahani (2004), Husnizar Hood (2004), Muchid al Bintani (2004), Abdul Malik (2006 dan 2008), Ahmad Badrun (2005), Ahmadun Yosi Herfanda (2005), Hasanuddin WS (2006), Hamsat Rangkuti (2007), Jose Rizal Manua (2007), Korrie Layun Rampan (2007), Taufiq Ismail (2007), Maman S. Mahayana (2007), Irwan Jamaluddin (2007), Maswito (2007), Jamal D Rahman (2008), Joni Ariadinata (2008), Sutrianto (2008), Raudal Tanjung Banua (2010), Zen Hay (2010), Agus R Sarjono (2010), Abdul Rozak Zaidan (2010), Budi Dharma (2010), Putu Wijaya (2013) arhalim Zaini (2013), Medri Usno (2017), Hudan Hidayat (2017), Agung Pranoto (2017) dan Usman Ganggang (2018). 


Ulasan pendapat-pendapat para kritikus sastra dan penulis itu, antara lain terhimpun dalam buku: 1) Abdul Kadir Ibrahim: Tanah Air Bahasa Indonesia, Komodo Books, Depok, Indonesia, 2013; 2) Abdul Kadir Ibrahim: Politik Melayu. Komodo Books, Depok, Indonesia, 2013;  3) Abdul Kadir Ibrahim: Karpet Merah Wakil Presiden, Komodo Books, Depok, Indonesia, 2013; 4) Abdul Kadir Ibrahim: Tanjung Perempuan, Komodo Books, Depok, 2013;  5) Abdul Kadir Ibrahim: Satet Tujuh Pulau, Komodo Books, Depok, Indonesia, 2013; 6) Abdul Kadir Ibrahim: Harta Karun, Komodo Books, 2013 (cet-3); 7) Abdul Kadir Ibrahim: Memburu Kasih Perempuan Sampan, Akar Indonesia, Yogyakarta, 2013); 8) Abdul Kadir Ibrahim: Mantra Cinta, Akar Indonesia, Yogyakarta, 2013; 9) Abdul Kadir Ibrahim: Kartini &


Aisyah Sulaiman Cinta Sekian Mendalam, Milaz Grafika & Tamadun Melayu Institute/ Balai Buku Dunia, Tanjungpinang, 2013; 10) Abdul Malik: Menjemput Tuah Menjunjung Marwah, Komodo Books, Depok, Indonesia, 2012; 11) Agus Sri Danardana (Editor): Ensiklopedia Sastra Riau, Palagan Press, Pekanbaru, 2011; 12) Abdul Malik: Memelihara Warisan yang Agung, Akar Indonesia, Yogyakarta, 2009; 13) Joni Ariadinata (Penyelenggara): Abdul Kadir Ibrahim Penyair Cakrawala Sastra Indonesia, Akar Indonesia, Yogyakarta, Juli 2008; 14) menguak negeri airmata nadi hang tuah, Akar Indonesia, Yogyakarta, Januari 2010; 15) Jamal D Rahman, Dkk.: Dermaga Sastra Indonesia, Komodo Books & Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, 2010; 16) Pimpinan Redaksi, Prof. Dr. Hasanuddin WS: Ensiklopedi Sastra Indonesia, Titian Ilmu, Bandung, 2004; 17) Dasri Al-Mubary & A. Aris Abeba: Kesusastraan dan Kepenyairan Riau dalam Realitas Sosial Abad XX, Bappeda


Provinsi Riau, Pekanbaru, 2002; 18) Elmustian Rahman & Abdul Jalil: Sejarah Sastra, Unri Press, Pekanbaru, 2002; 19) Pamusuk Eneste: Biblografi Sastra Indonesia (Yayasan Indonesia, Magelang, 2001); 20) Korrie Layun Rampan: Leksikon Sastra Indonesia (Balai Pustaka, Jakarta, 2000); 21) UU. Hamidy: Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Daerah Riau, Unri Press, Pekanbaru, 1994, dan 6) Hasan Junus & Ediruslan Pe Amanriza: Peta Sastra Daerah Riau (Sebuah Bunga Rampai), Pemda Tk. I Provinsi Riau, 1993.


Puisi-puisi Akib yang terhimpun dalam 66 menguak, negeri airmatadan mantra cinta juga sudah diteliti dan dikaji oleh sejumlah mahasiswa di beberapa perguruan tinggi dalam bentuk skripsi untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana. Pengkajian yang dilakukan terutama menyangkut “tipografi” dan “konfigurasi” puisi Abdul Kadir Ibrahim.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.