Sulitkah Menulis Itu? - Marlina, S.Pd
oleh Marlina, S.Pd
KAWACA.COM | MENULIS sebenarnya bukan hanya dapat dan harus dikerjakan oleh orang sastra atau orang seni saja, namun menulis mestinya menjadi kebolehan semua orang. Sebab menulis itu, menurut banyak pendapat, adalah aktivitas komunikasi yang sama dengan berbicara. Artinya, menulis dan bicara adalah sebuah proses komunikasi yang hendak menyampaikan pesan. Bedanya, kalau menulis itu komunikasi non-verbal (melalui tulisan), tapi bicara adalah komunikasi verbal (lisan). Hanya saja, selama ini, tradisi lisan dalam masyarakat kita lebih berkembang sehingga tradisi tulis menjadi tertinggal.
Meskipun begitu, sebagaimana keahlian di bidang lain, dunia menulis juga butuh keahlian. Selain bakat, kemauan yang keras untuk memulai dan latihan yang intens adalah hal yang lebih penting. Jangan pernah merasa bosan ketika tulisan kita menemukan jalan buntu dan tidak mudah putus asa ketika tulisan yang kita kirim ke media massa misalnya belum juga diterbitkan. Perlu wawasan yang luas untuk menciptakan ide yang cemerlang dan rajin membaca.
Tidak ada orang yang langsung terkenal hanya dengan sekali menulis, bahkan harus berkali-kali dan mungkin harus berpuluh-puluh kali, baru kemudian tulisan kita diterbitkan. Keinginan mungkin ada, tapi bingung entah dari mana mau memulai, entah apa tema yang mau ditulis serba mengambang dan tidak jelas.
Banyak pendapat mengatakan bahwa untuk mulai menulis, tahap awal tulislah pengalaman pribadi kita, entah itu tentang rekreasi, entah itu tentang lingkungan pekerjaan kita, atau masalah yang umum yang sedang kita hadapi. Masalah yang dihadapi bisa menyenangkan bahkan menyedihkan atau kurang menyenangkan. Misalnya pengalaman kita sewaktu mengajar di daerah terpencil yang tempatnya tidak ada listrik, sulit menemukan air bersih, keadaan sekolah dan fasilitas yang sangat minim. Atau misalnya pengalaman saya yang menyedihkan, ketika bepergian dengan menggunakan jasa angkutan kapal laut kita pernah karam, karena kapasitas penumpang yang berlebihan, dan alhamdulillah Allah menyelamatkan kami. Ketika kuliah dulu, hampir pernah dicopet oleh seseorang di dalam oplet ketika mau pulang dari Bengkalis ke Pekanbaru. Semuanya bisa kita tulis sesuai dengan apa yang pernah terjadi dan kita alami.
Menulis tidak perlu waktu yang khusus, di mana pun, kapan pun dan dalam suasana apa pun kita bisa menulis. Ketika orang tertidur lelap, kita bisa menggunakan saat-saat tersebut untuk menulis. Ketika menunggu antrian berobat di rumah sakit, bisa digunakan untuk menulis. Ketika istirahat selama 30 menit tidak digunakan untuk ngobrol tetapi dimanfaatkan untuk menulis. Ketika sedang menunggu siswa mengerjakan latihan atau tugas, waktu senggang dapat digunakan untuk menulis atau ketika bepergian atau rekreasi ke tempat-tempat wisata, juga dapat digunakan untuk menulis.
Inilah masalah yang dihadapi dan menjadi problema kita sebagai guru. Sesuai Permenneg PAN & RB No 16/2009 mewajibkan guru mulai dari golongan III b ke atas kenaikan pangkat dan golongan harus memiliki karya tulis, baik berupa artikel, buku, media pembelajaran, penelitian tindakan kelas, dan lainnya. Tidak sedikit guru yang terhambat kenaikan pangkat dan golongan karena hal tersebut. Tidak bisa menulis adalah alasan klise yang selalu dikemukakan. Di samping itu, guru juga dibebani dengan tugas mengajar dan segala macam administrasi yang harus diselesaikan.
Apakah kita sebagai guru sudah siap dengan segala tugas dan tanggung jawab yang dibebankan? Jawabannya ada pada diri kita sendiri. Itulah konsekuensi yang diemban guru profesional. Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Pengertian terdidik dan terlatih bukan hanya memiliki pendidikan formal, melainkan harus menguasai berbagai strategi dan teknik pembelajaran, menguasai landasan-landasan pendidikan dan menguasai bidang studi yang akan diajarkan. Profesi yang punya kemampuan yang tangguh, berkarakter, dan cerdas.
Sebagai guru Fisika, menulis tidaklah terlalu sulit. Asalkan punya kemauan yang kuat dan sungguh-sungguh ingin memulainya. Buang jauh-jauh rasa malas yang melekat di hati kita, jangan pernah merasa tua untuk terus belajar, jangan pernah mengatakan “aku tak bisa” atau “pikiranku buntu” atau “aku tak bisa komputer alias gaptek” dan berbagai alasan lain. Jika gagal satu kali menulis, tulis lagi untuk yang kedua kali. Jika belum menguasai aturan menulis dengan benar bertanyalah dengan senior kita atau teman kita, atau ke guru Bahasa Indonesia. Jangan pernah malu bertanya, orang yang sering bertanya artinya dia mengerti tentang sesuatu dibandingkan yang tak pernah bertanya sama sekali.***
Sumber: Buku Pendidikan Karakter, Literasi & Kreativitas karya Marlina, S.Pd
KAWACA.COM | MENULIS sebenarnya bukan hanya dapat dan harus dikerjakan oleh orang sastra atau orang seni saja, namun menulis mestinya menjadi kebolehan semua orang. Sebab menulis itu, menurut banyak pendapat, adalah aktivitas komunikasi yang sama dengan berbicara. Artinya, menulis dan bicara adalah sebuah proses komunikasi yang hendak menyampaikan pesan. Bedanya, kalau menulis itu komunikasi non-verbal (melalui tulisan), tapi bicara adalah komunikasi verbal (lisan). Hanya saja, selama ini, tradisi lisan dalam masyarakat kita lebih berkembang sehingga tradisi tulis menjadi tertinggal.
Meskipun begitu, sebagaimana keahlian di bidang lain, dunia menulis juga butuh keahlian. Selain bakat, kemauan yang keras untuk memulai dan latihan yang intens adalah hal yang lebih penting. Jangan pernah merasa bosan ketika tulisan kita menemukan jalan buntu dan tidak mudah putus asa ketika tulisan yang kita kirim ke media massa misalnya belum juga diterbitkan. Perlu wawasan yang luas untuk menciptakan ide yang cemerlang dan rajin membaca.
Tidak ada orang yang langsung terkenal hanya dengan sekali menulis, bahkan harus berkali-kali dan mungkin harus berpuluh-puluh kali, baru kemudian tulisan kita diterbitkan. Keinginan mungkin ada, tapi bingung entah dari mana mau memulai, entah apa tema yang mau ditulis serba mengambang dan tidak jelas.
Banyak pendapat mengatakan bahwa untuk mulai menulis, tahap awal tulislah pengalaman pribadi kita, entah itu tentang rekreasi, entah itu tentang lingkungan pekerjaan kita, atau masalah yang umum yang sedang kita hadapi. Masalah yang dihadapi bisa menyenangkan bahkan menyedihkan atau kurang menyenangkan. Misalnya pengalaman kita sewaktu mengajar di daerah terpencil yang tempatnya tidak ada listrik, sulit menemukan air bersih, keadaan sekolah dan fasilitas yang sangat minim. Atau misalnya pengalaman saya yang menyedihkan, ketika bepergian dengan menggunakan jasa angkutan kapal laut kita pernah karam, karena kapasitas penumpang yang berlebihan, dan alhamdulillah Allah menyelamatkan kami. Ketika kuliah dulu, hampir pernah dicopet oleh seseorang di dalam oplet ketika mau pulang dari Bengkalis ke Pekanbaru. Semuanya bisa kita tulis sesuai dengan apa yang pernah terjadi dan kita alami.
Menulis tidak perlu waktu yang khusus, di mana pun, kapan pun dan dalam suasana apa pun kita bisa menulis. Ketika orang tertidur lelap, kita bisa menggunakan saat-saat tersebut untuk menulis. Ketika menunggu antrian berobat di rumah sakit, bisa digunakan untuk menulis. Ketika istirahat selama 30 menit tidak digunakan untuk ngobrol tetapi dimanfaatkan untuk menulis. Ketika sedang menunggu siswa mengerjakan latihan atau tugas, waktu senggang dapat digunakan untuk menulis atau ketika bepergian atau rekreasi ke tempat-tempat wisata, juga dapat digunakan untuk menulis.
Inilah masalah yang dihadapi dan menjadi problema kita sebagai guru. Sesuai Permenneg PAN & RB No 16/2009 mewajibkan guru mulai dari golongan III b ke atas kenaikan pangkat dan golongan harus memiliki karya tulis, baik berupa artikel, buku, media pembelajaran, penelitian tindakan kelas, dan lainnya. Tidak sedikit guru yang terhambat kenaikan pangkat dan golongan karena hal tersebut. Tidak bisa menulis adalah alasan klise yang selalu dikemukakan. Di samping itu, guru juga dibebani dengan tugas mengajar dan segala macam administrasi yang harus diselesaikan.
Apakah kita sebagai guru sudah siap dengan segala tugas dan tanggung jawab yang dibebankan? Jawabannya ada pada diri kita sendiri. Itulah konsekuensi yang diemban guru profesional. Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Pengertian terdidik dan terlatih bukan hanya memiliki pendidikan formal, melainkan harus menguasai berbagai strategi dan teknik pembelajaran, menguasai landasan-landasan pendidikan dan menguasai bidang studi yang akan diajarkan. Profesi yang punya kemampuan yang tangguh, berkarakter, dan cerdas.
Sebagai guru Fisika, menulis tidaklah terlalu sulit. Asalkan punya kemauan yang kuat dan sungguh-sungguh ingin memulainya. Buang jauh-jauh rasa malas yang melekat di hati kita, jangan pernah merasa tua untuk terus belajar, jangan pernah mengatakan “aku tak bisa” atau “pikiranku buntu” atau “aku tak bisa komputer alias gaptek” dan berbagai alasan lain. Jika gagal satu kali menulis, tulis lagi untuk yang kedua kali. Jika belum menguasai aturan menulis dengan benar bertanyalah dengan senior kita atau teman kita, atau ke guru Bahasa Indonesia. Jangan pernah malu bertanya, orang yang sering bertanya artinya dia mengerti tentang sesuatu dibandingkan yang tak pernah bertanya sama sekali.***
Sumber: Buku Pendidikan Karakter, Literasi & Kreativitas karya Marlina, S.Pd