Puisi-Puisi Imam Khoironi
Angan-Angan Angin
Tapi yang kita tunggangi gelap ini hanyalah angan,
lalu kalau saja mati dalam kini
tak lagi ada mungkin,
yang bisa membuat kita sampai ke tanjung
bertemu semenanjung, menyapa laut,
karena fajar hampir tiba
sedang dalam sekejap kita berhenti
apa lagi yang bisa kita jadikan taruhan
bila darah kita tak lagi punya taji
luka kita sama
dalam seketika perih,
lalu pudar, datang lagi tambah
angin enggan mendesal ke lubang
sebab bau anyir muntah dari goresan di dalam hati
lalu mau kemana lagi, kita terhenti gelap ini
karena yang kita punya sekarang angin,
tapi enggan mendekat,
hanya jadi sekat, antara kita dan tamat
Lampung, 26 November 2018
Yang Dilepas Akan Pergi
Angin yang tumbuh di laut, pastinya akan berkelana
menembus jalanan yang tumpat akan
kebisingan deru mesin pabrik
masuk ke pemukiman kumuh
menjinjing segala aroma yang
kedapatan singgah di bawah kolong-kolong jembatan.
Ternak yang bermula di kandang, pasti merindukan padang rumput
meski ia belum pernah menjejakkan kaki di tempat itu
Segala kemungkinan akan hilang
Seluruhnya akan jatuh dan terbang
jika genggaman yang menyimpuli lepas
tambat penuh duri pun akan rela merontoki duri-durinya
jika cerita tentang penyesalan dan kecewa itu naik ke puncak
Maka tegar dan teguhlah,
Sebab satu ikat kuat lebih dari cukup,
Daripada ribu genggam sebelah jabat.
MA Cintamulya, April 2019
Definisi Kata
Kata, pada bagan menentang angin laut
Adalah rasa takut, yang teramat menantang untuk takluk
Kusebut itu cinta, di dekat tempatmu berdiri
Lampung, Oktober 2018
Tentang
Imam Khoironi, lahir di desa Cintamulya, Lampung Selatan, Februari 2000. Bekerja sebagai editor di Seniman Publisher dan Mandiri Jaya Lampung. Beberapa tulisannya tersiar di berbagai media cetak dan daring. Selain itu, juga menjadi kontributor dalam banyak buku puisi bersama.
Kontak:
Imam Imron Khoirooney (FB)
0858609086924 (WA)
Imron Aksa (Youtube)
Tapi yang kita tunggangi gelap ini hanyalah angan,
lalu kalau saja mati dalam kini
tak lagi ada mungkin,
yang bisa membuat kita sampai ke tanjung
bertemu semenanjung, menyapa laut,
karena fajar hampir tiba
sedang dalam sekejap kita berhenti
apa lagi yang bisa kita jadikan taruhan
bila darah kita tak lagi punya taji
luka kita sama
dalam seketika perih,
lalu pudar, datang lagi tambah
angin enggan mendesal ke lubang
sebab bau anyir muntah dari goresan di dalam hati
lalu mau kemana lagi, kita terhenti gelap ini
karena yang kita punya sekarang angin,
tapi enggan mendekat,
hanya jadi sekat, antara kita dan tamat
Lampung, 26 November 2018
Yang Dilepas Akan Pergi
Angin yang tumbuh di laut, pastinya akan berkelana
menembus jalanan yang tumpat akan
kebisingan deru mesin pabrik
masuk ke pemukiman kumuh
menjinjing segala aroma yang
kedapatan singgah di bawah kolong-kolong jembatan.
Ternak yang bermula di kandang, pasti merindukan padang rumput
meski ia belum pernah menjejakkan kaki di tempat itu
Segala kemungkinan akan hilang
Seluruhnya akan jatuh dan terbang
jika genggaman yang menyimpuli lepas
tambat penuh duri pun akan rela merontoki duri-durinya
jika cerita tentang penyesalan dan kecewa itu naik ke puncak
Maka tegar dan teguhlah,
Sebab satu ikat kuat lebih dari cukup,
Daripada ribu genggam sebelah jabat.
MA Cintamulya, April 2019
Definisi Kata
Kata, pada bagan menentang angin laut
Adalah rasa takut, yang teramat menantang untuk takluk
Kusebut itu cinta, di dekat tempatmu berdiri
Lampung, Oktober 2018
Tentang
Imam Khoironi, lahir di desa Cintamulya, Lampung Selatan, Februari 2000. Bekerja sebagai editor di Seniman Publisher dan Mandiri Jaya Lampung. Beberapa tulisannya tersiar di berbagai media cetak dan daring. Selain itu, juga menjadi kontributor dalam banyak buku puisi bersama.
Kontak:
Imam Imron Khoirooney (FB)
0858609086924 (WA)
Imron Aksa (Youtube)