Menggunakan Kalimat Aktif Tanda Bertanggung Jawab
oleh Johanes Edo Nur Karensa
WWW.KAWACA.COM | Menyambut Bulan Bahasa, ada baiknya berefleksi mengenai bagaimana selama ini kita berbahasa. Satu hal yang mungkin bisa direfleksikan adalah apakah selama ini kita sudah menggunakan kalimat pasif secara tepat?
Kalimat pasif memang tergolong sering digunakan dalam penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Namun penggunaan kalimat pasif membutuhkan kejelian dan kehati-hatian. Penggunaan kalimat pasif yang tidak tepat dapat menimbulkan ketidakjelasan makna dan tujuan dari suatu pernyataan. Tidak tepat menggunakan kalimat pasif juga dapat menimbulkan keabu-abuan informasi.
Dalam pengamatan penulis, ada beberapa penggunaan kalimat pasif yang kurang tepat dalam kehidupan berbahasa di sekitar kita. Ada yang merupakan kesalahan menempatkan kalimat pasif dan ada juga yang kurang tepat menggunakan kalimat pasif. Semisal ketika seorang teman mengatakan, “Bu dosen memberikan handout dan ditaruh di bookshop.” Jika jeli, maka kita akan tahu bahwa kalimat tersebut menyatakan bahwa yang ditaruh di bookshop adalah Bu Dosen, bukan handout.
Dalam percakapan lisan, penggunaan kalimat pasif juga kadang muncul dalam penggunaan yang tidak tepat. “Saya dikirimi soft copy-nya ya,” ucap seorang dosen. Sepintas memang cukup mudah dipahami, namun penggunaannya jelas salah. Kalimat tersebut merupakan kalimat berita yang dijadikan (seolah-olah) menjadi kalimat perintah.
Namun perkara kalimat pasif bukan sekadar soal kesalahan penggunaan kalimat pasif seperti contoh kalimat di atas. Kalimat pasif juga berkaitan mengenai bagaimana kita melihat suatu kejadian memberitakan suatu kejadian dan memberitakannya ke orang lain. Suatu informasi akan lebih jelas bila menggunakan kalimat aktif. Ada kecenderungan munculnya keabu-abuan bila menggunakan kalimat pasif, bisa jadi karena pelaku menjadi sesuatu yang fakultatif.
Dardjowodjojo dalam buku Pusparagram Linguistik & Pengajaran Bahasa (Purwo, 1987) mengungkapkan: Ungkapan-ungkapan tertentu yang dipakai oleh penutur bahasa yang secara bawah-sadar tetapi konsisten ‘mengecilkan’ peranan pelaku dan kegiatan yang dikerjakan pelaku ini adalah ‘menonjolkan’ keadaan (state of fair) yang dihasilkan dari atau berhubungan dengan kegiatan itu sendiri.
Dardjowodjojo juga menegaskan bahwa adanya kecenderungan menggunakan kalimat pasif ini karena secara kultural dan sosial masyarakat yang tertanam cenderung fokus terhadap tujuan (goal), bukan pelaku. Dalam penggunaan kalimat pasif, pelaku perannya diperkecil, sementara suatu keadaan ditonjolkan. Maka, tidak heran dalam semua pengumuman di Kampus Fisip UAJY, Tata Usaha selalu menggunakan kalimat pasif, misalnya:
Dibanding kalimat pasif, kalimat aktif akan menjelaskan lebih baik mengenai peristiwa yang terjadi dan siapa yang terlibat dalamnya. Mendengar kalimat “mahasiswa memboikot kebijakan remedial” tentunya akan terasa lebih informatif ketimbang “kebijakan remedial diboikot.” Ketika menulis terbiasa menggunakan kalimat pasif, kita tentunya akan dengan tegas menentukan siapa subjek dari suatu peristiwa. Namun ketika suatu peristiwa ditempatkan menjadi subjek, bisa jadi kalimat yang ditulis berhenti di predikat, tanpa menjelaskan siapa pelakunya. Dengan pola kalimat pasif, kadang kita akan mudah puas dengan kalimat berita S + P.
Memang tidak ada anjuran khusus untuk menggunakan kalimat aktif dibanding pasif, namun kalimat aktif akan membiasakan kita untuk bertanggung jawab akan penyataan yang kita lontarkan. Setidaknya, keabu-abuan informasi yang kerap kita temui dapat diminimalisasi dengan menggunakan kalimat aktif. Bayangkan saja kalau suatu informasi yang kita berikan ini merupakan pesan penting mengenai suatu desas-desus soal perkuliahan yang pastinya akan tersebar secara berantai, pasti akan muncul banyak ‘katanya’ dari mulut ke mulut.
Jadi, cobalah membiasakan kalimat aktif untuk informasi yang lebih bertanggung jawab. Selamat bulan bahasa!***
WWW.KAWACA.COM | Menyambut Bulan Bahasa, ada baiknya berefleksi mengenai bagaimana selama ini kita berbahasa. Satu hal yang mungkin bisa direfleksikan adalah apakah selama ini kita sudah menggunakan kalimat pasif secara tepat?
Kalimat pasif memang tergolong sering digunakan dalam penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Namun penggunaan kalimat pasif membutuhkan kejelian dan kehati-hatian. Penggunaan kalimat pasif yang tidak tepat dapat menimbulkan ketidakjelasan makna dan tujuan dari suatu pernyataan. Tidak tepat menggunakan kalimat pasif juga dapat menimbulkan keabu-abuan informasi.
Dalam pengamatan penulis, ada beberapa penggunaan kalimat pasif yang kurang tepat dalam kehidupan berbahasa di sekitar kita. Ada yang merupakan kesalahan menempatkan kalimat pasif dan ada juga yang kurang tepat menggunakan kalimat pasif. Semisal ketika seorang teman mengatakan, “Bu dosen memberikan handout dan ditaruh di bookshop.” Jika jeli, maka kita akan tahu bahwa kalimat tersebut menyatakan bahwa yang ditaruh di bookshop adalah Bu Dosen, bukan handout.
Dalam percakapan lisan, penggunaan kalimat pasif juga kadang muncul dalam penggunaan yang tidak tepat. “Saya dikirimi soft copy-nya ya,” ucap seorang dosen. Sepintas memang cukup mudah dipahami, namun penggunaannya jelas salah. Kalimat tersebut merupakan kalimat berita yang dijadikan (seolah-olah) menjadi kalimat perintah.
Namun perkara kalimat pasif bukan sekadar soal kesalahan penggunaan kalimat pasif seperti contoh kalimat di atas. Kalimat pasif juga berkaitan mengenai bagaimana kita melihat suatu kejadian memberitakan suatu kejadian dan memberitakannya ke orang lain. Suatu informasi akan lebih jelas bila menggunakan kalimat aktif. Ada kecenderungan munculnya keabu-abuan bila menggunakan kalimat pasif, bisa jadi karena pelaku menjadi sesuatu yang fakultatif.
Dardjowodjojo dalam buku Pusparagram Linguistik & Pengajaran Bahasa (Purwo, 1987) mengungkapkan: Ungkapan-ungkapan tertentu yang dipakai oleh penutur bahasa yang secara bawah-sadar tetapi konsisten ‘mengecilkan’ peranan pelaku dan kegiatan yang dikerjakan pelaku ini adalah ‘menonjolkan’ keadaan (state of fair) yang dihasilkan dari atau berhubungan dengan kegiatan itu sendiri.
Dardjowodjojo juga menegaskan bahwa adanya kecenderungan menggunakan kalimat pasif ini karena secara kultural dan sosial masyarakat yang tertanam cenderung fokus terhadap tujuan (goal), bukan pelaku. Dalam penggunaan kalimat pasif, pelaku perannya diperkecil, sementara suatu keadaan ditonjolkan. Maka, tidak heran dalam semua pengumuman di Kampus Fisip UAJY, Tata Usaha selalu menggunakan kalimat pasif, misalnya:
“Diumumkan kepada mahasiswa peserta mata kuliah Komunikasi Internasional kelas B, dosen Drs. M. Antonius B., M.A., Ph.D., pada Selasa, 15 November 2011, 07.00: Kuliah ditiadakan/KOSONG.”Dalam pengumuman kuliah di atas, penggunaan kalimat pasif memang tidak menjadi soal serius, karena memang semua mahasiswa tahu bahwa pengumuman pasti berasal dari Tata Usaha. Namun hal yang perlu disadari bersama adalah bahwa jangan sampai penggunaan kalimat pasif ini menular menjadi kebiasaan dalam berbahasa lisan maupun tertulis. Dalam beberapa konteks, menggunakan kalimat pasif akan menimbulkan banyak tanda tanya dan ketidakjelasan siapa pelakunya.
Dibanding kalimat pasif, kalimat aktif akan menjelaskan lebih baik mengenai peristiwa yang terjadi dan siapa yang terlibat dalamnya. Mendengar kalimat “mahasiswa memboikot kebijakan remedial” tentunya akan terasa lebih informatif ketimbang “kebijakan remedial diboikot.” Ketika menulis terbiasa menggunakan kalimat pasif, kita tentunya akan dengan tegas menentukan siapa subjek dari suatu peristiwa. Namun ketika suatu peristiwa ditempatkan menjadi subjek, bisa jadi kalimat yang ditulis berhenti di predikat, tanpa menjelaskan siapa pelakunya. Dengan pola kalimat pasif, kadang kita akan mudah puas dengan kalimat berita S + P.
Memang tidak ada anjuran khusus untuk menggunakan kalimat aktif dibanding pasif, namun kalimat aktif akan membiasakan kita untuk bertanggung jawab akan penyataan yang kita lontarkan. Setidaknya, keabu-abuan informasi yang kerap kita temui dapat diminimalisasi dengan menggunakan kalimat aktif. Bayangkan saja kalau suatu informasi yang kita berikan ini merupakan pesan penting mengenai suatu desas-desus soal perkuliahan yang pastinya akan tersebar secara berantai, pasti akan muncul banyak ‘katanya’ dari mulut ke mulut.
Jadi, cobalah membiasakan kalimat aktif untuk informasi yang lebih bertanggung jawab. Selamat bulan bahasa!***