Idulfitri adalah Hari Raya Makanan - Sofyan RH. Zaid
Idulfitri adalah Hari Raya Makanan
oleh Sofyan RH. Zaid
Kata Idulfitri dipakai untuk menyebut salah satu Hari Raya dalam agama Islam, tepatnya tanggal 1 Syawal. Banyak orang mengartikan kata Idulfitri sebagai 'kembali ke fitri atau suci'. Benarkah demikian?
Dalam bahasa Arab, kata idul atau 'Ied' tidak bermakna ‘kembali’, melainkan bermakna 'hari raya'. Kata yang bermakna 'kembali' dalam bahasa Arab adalah ''audah'. Sepintas memang mirip, tetapi jelas berbeda jumlah huruf dan artinya.
Lalu bagaimana dengan 'fitri', apa ia bermakna 'suci'? Dalam bahasa Arab, kata fitri atau 'fithr' tidak bermakna 'suci', melainkan bermakna 'makan atau makanan', misalnya 'makan pagi' yang disebut 'fathur'.
Nah, fitri atau fithr berbeda makna dengan fitrah atau fithrah yang biasa dimaknai 'suci, kesucian, atau Islam' oleh sejumlah ulama.
Jadi, Idulfitri bukan berarti ‘kembali (pada) suci’ melainkan 'hari raya makanan'. Apa ini salah atau melenceng maknanya dari hakikat hari raya itu sendiri? Tidak.
Idulfitri memang hari raya makan, makanan, dan makan-makan. Kok bisa? Idulfitri adalah hari pertama di mana kita boleh makan alias tidak lagi berpuasa Ramadhan. Bahkan, hari itu, hari di mana kita wajib makan dan haram berpuasa.
Hari itu, kita boleh makan apa saja –selama halal dan baik- sebagai bentuk perayaan kebebasan kita dari puasa sekaligus bentuk syukur kita kepada Allah. Itulah kenapa Idulfitri umum disebut 'hari kemenangan', ibarat perang, kita menang melawan hawa nafsu selama Ramadhan –dengan tetap berpuasa- hingga perang berakhir. Kemenangan biasanya ditandai dengan adanya pesta perayaan, di mana makanan dan minuman menjadi begitu melimpah.
Pada Idulfitri sebagai hari raya makanan, kita disunahkan oleh Nabi Muhammad saw. agar makan dulu sebelum pergi untuk melaksanakan Salat Idulfitri sebagaimana hadis: Dari Anas bin Malik r.a berkata, “Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fithri hingga beliau memakan beberapa kurma." (H.R. Bukhari).
Selain itu, sebelum kita sampai pada Idulfitri, kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitri (zakat al-fithr), kadang juga disebut zakat fitrah, yakni zakat wajib makanan kepada para yang berhak menerima zakat (mustahik). Syarat wajib zakat fitri adalah zakat yang dikeluarkan harus berupa makanan yang biasa dimakan setiap harinya. Jika di Indonesia, yang biasa kita makan adalah beras, maka beraslah yang diberikan sebagai bahan makanan untuk zakat fitri. Kenapa?
Agar orang lain -mustahik- juga turut merayakan hari makanan, setidaknya dari zakat yang kita berikan pada mereka. Dengan demikian, pada Idulfitri semua bisa makan, dan yang terpenting adalah tidak lupa untuk bahagia. Salah satu syarat untuk menjadi bahagia adalah berani meminta maaf atas segala salah dan berjiwa besar memaafkan setiap kesalahan orang lain, baik itu diminta atau tidak.
Idulfitri, 5 Juni 2019
Kata Idulfitri dipakai untuk menyebut salah satu Hari Raya dalam agama Islam, tepatnya tanggal 1 Syawal. Banyak orang mengartikan kata Idulfitri sebagai 'kembali ke fitri atau suci'. Benarkah demikian?
Dalam bahasa Arab, kata idul atau 'Ied' tidak bermakna ‘kembali’, melainkan bermakna 'hari raya'. Kata yang bermakna 'kembali' dalam bahasa Arab adalah ''audah'. Sepintas memang mirip, tetapi jelas berbeda jumlah huruf dan artinya.
Lalu bagaimana dengan 'fitri', apa ia bermakna 'suci'? Dalam bahasa Arab, kata fitri atau 'fithr' tidak bermakna 'suci', melainkan bermakna 'makan atau makanan', misalnya 'makan pagi' yang disebut 'fathur'.
Nah, fitri atau fithr berbeda makna dengan fitrah atau fithrah yang biasa dimaknai 'suci, kesucian, atau Islam' oleh sejumlah ulama.
Jadi, Idulfitri bukan berarti ‘kembali (pada) suci’ melainkan 'hari raya makanan'. Apa ini salah atau melenceng maknanya dari hakikat hari raya itu sendiri? Tidak.
Idulfitri memang hari raya makan, makanan, dan makan-makan. Kok bisa? Idulfitri adalah hari pertama di mana kita boleh makan alias tidak lagi berpuasa Ramadhan. Bahkan, hari itu, hari di mana kita wajib makan dan haram berpuasa.
Hari itu, kita boleh makan apa saja –selama halal dan baik- sebagai bentuk perayaan kebebasan kita dari puasa sekaligus bentuk syukur kita kepada Allah. Itulah kenapa Idulfitri umum disebut 'hari kemenangan', ibarat perang, kita menang melawan hawa nafsu selama Ramadhan –dengan tetap berpuasa- hingga perang berakhir. Kemenangan biasanya ditandai dengan adanya pesta perayaan, di mana makanan dan minuman menjadi begitu melimpah.
Pada Idulfitri sebagai hari raya makanan, kita disunahkan oleh Nabi Muhammad saw. agar makan dulu sebelum pergi untuk melaksanakan Salat Idulfitri sebagaimana hadis: Dari Anas bin Malik r.a berkata, “Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fithri hingga beliau memakan beberapa kurma." (H.R. Bukhari).
Selain itu, sebelum kita sampai pada Idulfitri, kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitri (zakat al-fithr), kadang juga disebut zakat fitrah, yakni zakat wajib makanan kepada para yang berhak menerima zakat (mustahik). Syarat wajib zakat fitri adalah zakat yang dikeluarkan harus berupa makanan yang biasa dimakan setiap harinya. Jika di Indonesia, yang biasa kita makan adalah beras, maka beraslah yang diberikan sebagai bahan makanan untuk zakat fitri. Kenapa?
Agar orang lain -mustahik- juga turut merayakan hari makanan, setidaknya dari zakat yang kita berikan pada mereka. Dengan demikian, pada Idulfitri semua bisa makan, dan yang terpenting adalah tidak lupa untuk bahagia. Salah satu syarat untuk menjadi bahagia adalah berani meminta maaf atas segala salah dan berjiwa besar memaafkan setiap kesalahan orang lain, baik itu diminta atau tidak.
Idulfitri, 5 Juni 2019