Identitas Tunjukkan Kualitas - Desbri Arvita
oleh Desbri Arvita
“Bahasa identitas bangsa”. Pernyataan tersebut tentu sangat relevan dengan kenyataan yang kita hadapi saat ini. Bahasa merupakan hal sederhana, namun sangat berpengaruh dalam kehidupan berbangsa. Bagaimana tidak? Bahasa dijadikan pembeda bagi suatu bangsa dengan bangsa yang lain, karena bahasa merupakan jati diri bangsa.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mengandung nilai sejarah, perjuangan, dan persatuan. Sejak tanggal 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia telah bersepakat dan bersumpah untuk menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Dengan meneladani nilai-nilai sejarah perjuangan para pemuda untuk menjadikan bahasa sebagai pemersatu bangsa, sudah sewajarnya kita meneruskan cita-cita luhur tersebut di tengah peradaban dunia.
Menengok kenyataan pada masa sekarang, esensi kebahasaan di Indonesia kian menurun. Pemuda, khusunya pelajar, lebih bangga menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Korea, bahasa Jepang, dan lain-lain. Hal tersebut tentu bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 36
UUD 1945 yang menegaskan bahwasanya bahasa negara ialah bahasa indonesia.
Sebagai pelajar yang bertekad mengembangkan kepribadian Indonesia melalui bahasa, penulis merasa prihatin dengan keadaan ini. Dalam benak penulis selalu timbul berbagai pertanyaan. Masih adakah kecintaan pelajar terhadap bahasa Indonesia? Seberapa banggakah pelajar terhadap bahasa nasional ini? Ketika penulis sendiri melihat berbagai fakta yang menunjukkan lunturnya bahasa Indonesia dalam kehidupan.
Grup Serba Bahasa Asing
Penulis melakukan survai terhadap penamaan grup milik siswa-siswi di wilayah Kabupaten Bantul. Survai membuktikan bahwa siswa-siswi di Kabupaten Bantul memiliki kecenderungan menggunakan bahasa asing dalam penamaan grup percakapan mereka.
Berdasarkan pengamatan penulis, penamaan grup milik siswa-siswi di sekolah ini sangatlah beragam sesuai dengan kegemaran siswa masing-masing. Bagi yang menggandrungi bahasa korea, mereka menggunakan bahasa korea untuk menamai grup mereka. Contohnya ialah “Isteri-isteri Oppa”, yang dalam hal ini “Oppa” dapat disamaartikan dengan kakak yang identik dengan ketampanannya. Berbeda dengan mereka yang ingin menunjukkan kesan “wah” dalam penamaan grup mereka, seperti “Pramuka Save Mode” yang sama artinya dengan pramuka mode tersembunyi.
Fakta-fakta tersebut telah menunjukkan bahwa kecintaan siswa terhadap bahasa nasional Indonesia semakin menurun. Apakah hal ini selaras dengan cita-cita luhur sumpah pemuda? Memang benar, kemajuan teknologi membawa banyak sekali dampak positif bagi kehidupan. Akan tetapi, dengan kurangnya mekanisme kontrol pada setiap individu, kemajuan teknologi telah berhasil mengikis jati diri bangsa kita.
Pernyataan bahwa sebagai pelajar harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara global agar dapat bersaing pada tingkat dunia, tentu tidak dapat kita salahkan. Namun, meninggalkan jati diri bangsa bukanlah pilihan yang bijaksana. Jika kita ingin menjadikan bangsa ini maju, seharusnya kita tidak selamanya mengelu-elukan bangsa lain dengan meniru ataupun mengikuti mereka dalam aspek apapun, termasuk dalam aspek bahasa.
Realita berbicara, banyak sekali turis yang belajar berbahasa Indonesia hingga mereka mampu berkomunikasi menggunakan bahasa ini dengan baik. Orang bangsa lain saja rela bersusahsusah belajar, tapi kenapa kita masyarakat Indonesia justru hendak berpaling dari bahasa ini? Apakah kita mau, lima puluh tahun ke depan, tujuh puluh tahun kedepan, bahasa Indonesia berpindah tangan dan tidak terwariskan ke anak cucu kita?
Tren Lagu Berbahasa Asing
Penulis melakukan wawancara terhadap sepuluh teman sebaya mengenai koleksi lagu milik mereka. Delapan dari sepuluh narasumber tersebut, mengatakan bahwa mereka lebih menyukai lagu berbahasa asing dibanding dengan lagu berbahasa Indonesia. Dua lainnya mengatakan bahwa lagu berbahasa Indonesia lebih bagus, karena lebih mudah dipahami maknanya.
Realita membuktikan bahwa gaya bahasa yang dimiliki bahasa Indonesia tentu sangat mengagumkan. Walaupun begitu, tetap saja lagu berbahasa asing lebih digandrungi oleh kawula muda. Padahal, dengan mendengarkan lagu berbahasa Indonesia, secara tidak langsung kita sudah melakukan inventarisasi kata yang nantinya akan memperkaya perbendaharaan kata yang kita miliki. Berbeda dengan lagu berbahasa asing yang belum tentu menggunakan kaidah kebahasaan yang benar. Penggunaan grammar pada lagu berbahasa Inggris sering sekali tidak sesuai dengan aturan. Salah satu contoh ialah lirik “I will waiting for you” yang seharusnya ditulis “I will wait for you”. Rangkaian kata dalam lagu bahasa asing, sering kali hanya digunakan untuk menyempurnakan ketepatan nada dan keserasian rima saja, sehingga saat kita mendengar lagu berbahasa Inggris sebaiknya tidak langsung memutlakkan bahwa kaidah kebahasaannya benar.
Pada masa modern seperti sekarang, seharusnya kita mampu berkaca pada lagu-lagu nasional Indonesia yang tentu menggunakan kaidah kebahasaan yang benar. Seperti halnya lagu ciptaan Gesang yang berjudul “Bengawan Solo”. Dalam lagu tersebut kita dapat menemukan keindahan kata, keserasian rima, dan kedalaman makna yang sungguh nyata.
Intervensi Bahasa Asing
Penulis adalah seorang siswa yang berteman dengan bermacam-macam karakter dan kegemaran. Mulai dari teman yang menyukai drama korea, anime jepang, hingga film holywood. Kegemaran menyaksikan beragam tontonan ini terbukti telah memengaruhi keseharian mereka yang cenderung mengikis kebiasaan berbahasa Indonesia.
Bukti konkrit ialah seringnya penulis mendengar temanteman yang gemar menonton drama Korea menggunakan kata “Aigoo.. Jinja?” yang sama artinya dengan ‘Ya ampun... Benarkah?’ atau “aniyo” yang artinya ‘tidak’. Bagi teman yang menyukai anime Jepang, seringkali menggunakan kata “Arigatou” yang artinya ‘terima kasih’. Intervensi bahasa asing juga dapat kita temui di sekitar kita, yaitu pada penamaan toko, perumahan, dan layanan jasa selama ini. Sebagai contohnya adalah “Parangtritis Home Stay”, “Laundry Clean and Fresh”, “Laras Cake and Cookie”, dan masih banyak lagi.
Memperlajari bahasa asing memang tidak ada salahnya. Hal tersebut sangatlah penting untuk menjadikan bangsa ini sejajar dengan bangsa lain. Akan tetapi, hal tersebut jangan sampai membuat kita lupa akan jati diri kita. Karena bahasa Indonesialah yang menyatukan kita dari berbagai perbedaan dan keragaman yang kita miliki. Indonesia memang berbeda SARA, tapi Indonesia tetaplah satu rasa.
Lunturnya Rasa Nasionalisme
Kecintaan terhadap bangsa Indonesia, berarti mencintai apaapa yang sudah ada di Indonesia sejak dulu, mencintai kenyataan Indonesia yang ber-bhinneka, menghargai simbol-simbol negara, menghormati semboyan negara, termasuk mencintai bahasa Indonesia. Kenyataan yang kita hadapi saat ini, generasi muda lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa persatuan kita. Hal ini mengindikasikan bahwa rasa nasionalisme generasi muda kian menurun. Nilai-nilai sumpah pemuda untuk menjunjung bahasa persatuan seakan-akan hanya bualan saja. Semua hanya omong kosong, ketika generasi muda tidak lagi mau dan mampu untuk menjaga bahasa Indonesia sebagai bahasa yang luhur, selaras dengan semangat perjuangan dan pembangunan negeri ini.
Rendahnya rasa nasionalisme generasi muda, tentu akan berpengaruh kepada kemauan untuk membangun negeri ini. Perilaku hedonisme dan pola hidup westernisasi menyebabkan generasi muda berperilaku acuh tak acuh terhadap pembangunan bangsa, sehingga konflik-konflik baru yang dipicu oleh provokasi dan penyebaran paham-paham baru akan mudah terjadi. Lalu, siapa yang akan melanjutkan semangat revolusi 1945, jika tidak lagi ada cinta bagi Indonesia dari para generasi muda?
Disintegrasi Bangsa
Bangsa Indonesia yang luas membentang, dari Sabang hingga Merauke, menyuguhkan berjuta keragaman. Nyaris setiap daerah memiliki bahasa daerah masing-masing. Mereka lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah globalisasi yang kian meraja.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa. Sifat kedaerahan yang dimiliki seakan-akan melebur menjadi satu. Seperti semangat sumpah pemuda, bahasa merupakan salah satu aspek pemersatu bangsa. Seluruh pemuda Indonesia, telah mengikrarkan sumpahnya untuk bersatu dan mencintai bangsa ini.
Pada pasal 18 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, kabupaten, dan kota di mana pada tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Kenyataannya, setiap daerah memiliki potensi dan keragaman, baik antarprovinsi, kabupaten, maupun kota. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan perkembangan dari setiap daerah tidak sama. Kesenjangan yang terjadi bisa saja menyebabkan konflik sosial yang berkepanjangan. Apabila Indonesia terus berpaku pada perbedaan, integrasi bangsa akan terancam. Begitu pula pada bahasa Indonesia, sebagai kesamaan yang menyatukan kita, sudah seharusnya bahasa ini selalu kita junjung. Akan tetapi, pada kenyataannya bahasa Indonesia semakin ditinggalkan. Lalu, bagaimana dengan integrasi bangsa kita?
Yang Sudah Dilakukan
Pemerintah menyadari pentingnya bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan kecintaan dan kemampuan generasi muda terhadap bahasa Indonesia yang dimulai dari melibatkan sekolah hingga membentuk lembaga tersendiri. Salah satu cara nyata yang dilakukan ialah menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata ajar pokok yang diujikan dalam ujian nasional. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan siswa menjadi terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sehingga akan muncul rasa cinta dan keinginan untuk selalu menjaganya.
Hal lain yang telah dilakukan ialah dengan membentuk lembaga kebahasaan, salah satunya ialah balai bahasa yang ada di setiap provinsi di Indonesia. Kegiatan bertema sastra dan bahasa, sering sekali diselenggarakan oleh instansi ini, seperti bengkel bahasa dan sastra, lomba menulis puisi, cerpen, essai, dan pemilihan duta bahasa. Semua itu, dilakukan untuk membuat generasi muda lebih memahami dan mencintai bahasa Indonesia.
Pada kenyataannya, usaha-usaha yang demikian belum menunjukkan hasil yang maksimal. Membudayakan masyarakat untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu melibatkan berbagai elemen. Elemen-elemen tersebut diantaranya, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Penegakan Undang-Undang
Berkaitan dengan bahasa nasional, pemerintah telah menerbitkan undang-undang, yaitu UU RI nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat berkewajiban untuk selalu membudayakan berbahasa Indonesia. Namun, pada kenyataannya, banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang adanya aturan dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisai terhadap aturan penggunaan bahasa Indonesia tersebut. Sosialisasi diperlukan untuk menambah wawasan masyarakat mengenai keberadaan suatu hukum, sehingga nantinya masyarakat mampu memberikan kontribusi yang aktif dalam pemenuhan substansi ketentuan tersebut.
Selama ini, faktor rendahnya pengetahuan masyarakat tentang hukum telah menyebabkan berbagai penyimpangan dan tumpang tindih dalam masyarakat. Hal tersebut membuat masyarakat merasa tidak terikat dengan hukum. Padahal, segala tindakan kita selalu berkaitan erat dengan hukum. Demikian pula dengan implementasi bahasa Indonesia dalam keseharian masyarakat yang kurang mengakar.
Untuk menegakkan undang-undang sebagaimana mestinya, diperlukan kerja sama yang sinergis mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan aturan-aturan penggunaan bahasa Indonesia sebagai penunjuk jalan, nama toko, lirik lagu, dan lain-lain. Dengan menerapkan aturan yang demikian, mungkin muncul spekulasi bahwa dengan membatasi penggunaan bahasa asing, sama saja membatasi kemajuan bangsa Indonesia. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia kita telah menjaga nilai-nilai sejarah, menghargai jasa para pahlawan, dan menjaga persatuan bangsa. Selain itu, kita perlu berkaca pada negara Jepang yang dapat maju walaupun pengetahuan bahasa asing mereka relatif rendah. Masyarakat Jepang justru bangga menggunakan bahasa nasional mereka. Seharusnya Indonesia juga mampu melakukan hal yang sama, dan menunjukkan prestasi yang tidak kalah dengan bangsa lain.
Berlanjut: Identitas Tunjukkan Kualitas (2)
“Bahasa identitas bangsa”. Pernyataan tersebut tentu sangat relevan dengan kenyataan yang kita hadapi saat ini. Bahasa merupakan hal sederhana, namun sangat berpengaruh dalam kehidupan berbangsa. Bagaimana tidak? Bahasa dijadikan pembeda bagi suatu bangsa dengan bangsa yang lain, karena bahasa merupakan jati diri bangsa.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mengandung nilai sejarah, perjuangan, dan persatuan. Sejak tanggal 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia telah bersepakat dan bersumpah untuk menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Dengan meneladani nilai-nilai sejarah perjuangan para pemuda untuk menjadikan bahasa sebagai pemersatu bangsa, sudah sewajarnya kita meneruskan cita-cita luhur tersebut di tengah peradaban dunia.
Menengok kenyataan pada masa sekarang, esensi kebahasaan di Indonesia kian menurun. Pemuda, khusunya pelajar, lebih bangga menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Korea, bahasa Jepang, dan lain-lain. Hal tersebut tentu bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 36
UUD 1945 yang menegaskan bahwasanya bahasa negara ialah bahasa indonesia.
Sebagai pelajar yang bertekad mengembangkan kepribadian Indonesia melalui bahasa, penulis merasa prihatin dengan keadaan ini. Dalam benak penulis selalu timbul berbagai pertanyaan. Masih adakah kecintaan pelajar terhadap bahasa Indonesia? Seberapa banggakah pelajar terhadap bahasa nasional ini? Ketika penulis sendiri melihat berbagai fakta yang menunjukkan lunturnya bahasa Indonesia dalam kehidupan.
Grup Serba Bahasa Asing
Penulis melakukan survai terhadap penamaan grup milik siswa-siswi di wilayah Kabupaten Bantul. Survai membuktikan bahwa siswa-siswi di Kabupaten Bantul memiliki kecenderungan menggunakan bahasa asing dalam penamaan grup percakapan mereka.
Berdasarkan pengamatan penulis, penamaan grup milik siswa-siswi di sekolah ini sangatlah beragam sesuai dengan kegemaran siswa masing-masing. Bagi yang menggandrungi bahasa korea, mereka menggunakan bahasa korea untuk menamai grup mereka. Contohnya ialah “Isteri-isteri Oppa”, yang dalam hal ini “Oppa” dapat disamaartikan dengan kakak yang identik dengan ketampanannya. Berbeda dengan mereka yang ingin menunjukkan kesan “wah” dalam penamaan grup mereka, seperti “Pramuka Save Mode” yang sama artinya dengan pramuka mode tersembunyi.
Fakta-fakta tersebut telah menunjukkan bahwa kecintaan siswa terhadap bahasa nasional Indonesia semakin menurun. Apakah hal ini selaras dengan cita-cita luhur sumpah pemuda? Memang benar, kemajuan teknologi membawa banyak sekali dampak positif bagi kehidupan. Akan tetapi, dengan kurangnya mekanisme kontrol pada setiap individu, kemajuan teknologi telah berhasil mengikis jati diri bangsa kita.
Pernyataan bahwa sebagai pelajar harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara global agar dapat bersaing pada tingkat dunia, tentu tidak dapat kita salahkan. Namun, meninggalkan jati diri bangsa bukanlah pilihan yang bijaksana. Jika kita ingin menjadikan bangsa ini maju, seharusnya kita tidak selamanya mengelu-elukan bangsa lain dengan meniru ataupun mengikuti mereka dalam aspek apapun, termasuk dalam aspek bahasa.
Realita berbicara, banyak sekali turis yang belajar berbahasa Indonesia hingga mereka mampu berkomunikasi menggunakan bahasa ini dengan baik. Orang bangsa lain saja rela bersusahsusah belajar, tapi kenapa kita masyarakat Indonesia justru hendak berpaling dari bahasa ini? Apakah kita mau, lima puluh tahun ke depan, tujuh puluh tahun kedepan, bahasa Indonesia berpindah tangan dan tidak terwariskan ke anak cucu kita?
Tren Lagu Berbahasa Asing
Penulis melakukan wawancara terhadap sepuluh teman sebaya mengenai koleksi lagu milik mereka. Delapan dari sepuluh narasumber tersebut, mengatakan bahwa mereka lebih menyukai lagu berbahasa asing dibanding dengan lagu berbahasa Indonesia. Dua lainnya mengatakan bahwa lagu berbahasa Indonesia lebih bagus, karena lebih mudah dipahami maknanya.
Realita membuktikan bahwa gaya bahasa yang dimiliki bahasa Indonesia tentu sangat mengagumkan. Walaupun begitu, tetap saja lagu berbahasa asing lebih digandrungi oleh kawula muda. Padahal, dengan mendengarkan lagu berbahasa Indonesia, secara tidak langsung kita sudah melakukan inventarisasi kata yang nantinya akan memperkaya perbendaharaan kata yang kita miliki. Berbeda dengan lagu berbahasa asing yang belum tentu menggunakan kaidah kebahasaan yang benar. Penggunaan grammar pada lagu berbahasa Inggris sering sekali tidak sesuai dengan aturan. Salah satu contoh ialah lirik “I will waiting for you” yang seharusnya ditulis “I will wait for you”. Rangkaian kata dalam lagu bahasa asing, sering kali hanya digunakan untuk menyempurnakan ketepatan nada dan keserasian rima saja, sehingga saat kita mendengar lagu berbahasa Inggris sebaiknya tidak langsung memutlakkan bahwa kaidah kebahasaannya benar.
Pada masa modern seperti sekarang, seharusnya kita mampu berkaca pada lagu-lagu nasional Indonesia yang tentu menggunakan kaidah kebahasaan yang benar. Seperti halnya lagu ciptaan Gesang yang berjudul “Bengawan Solo”. Dalam lagu tersebut kita dapat menemukan keindahan kata, keserasian rima, dan kedalaman makna yang sungguh nyata.
Intervensi Bahasa Asing
Penulis adalah seorang siswa yang berteman dengan bermacam-macam karakter dan kegemaran. Mulai dari teman yang menyukai drama korea, anime jepang, hingga film holywood. Kegemaran menyaksikan beragam tontonan ini terbukti telah memengaruhi keseharian mereka yang cenderung mengikis kebiasaan berbahasa Indonesia.
Bukti konkrit ialah seringnya penulis mendengar temanteman yang gemar menonton drama Korea menggunakan kata “Aigoo.. Jinja?” yang sama artinya dengan ‘Ya ampun... Benarkah?’ atau “aniyo” yang artinya ‘tidak’. Bagi teman yang menyukai anime Jepang, seringkali menggunakan kata “Arigatou” yang artinya ‘terima kasih’. Intervensi bahasa asing juga dapat kita temui di sekitar kita, yaitu pada penamaan toko, perumahan, dan layanan jasa selama ini. Sebagai contohnya adalah “Parangtritis Home Stay”, “Laundry Clean and Fresh”, “Laras Cake and Cookie”, dan masih banyak lagi.
Memperlajari bahasa asing memang tidak ada salahnya. Hal tersebut sangatlah penting untuk menjadikan bangsa ini sejajar dengan bangsa lain. Akan tetapi, hal tersebut jangan sampai membuat kita lupa akan jati diri kita. Karena bahasa Indonesialah yang menyatukan kita dari berbagai perbedaan dan keragaman yang kita miliki. Indonesia memang berbeda SARA, tapi Indonesia tetaplah satu rasa.
Lunturnya Rasa Nasionalisme
Kecintaan terhadap bangsa Indonesia, berarti mencintai apaapa yang sudah ada di Indonesia sejak dulu, mencintai kenyataan Indonesia yang ber-bhinneka, menghargai simbol-simbol negara, menghormati semboyan negara, termasuk mencintai bahasa Indonesia. Kenyataan yang kita hadapi saat ini, generasi muda lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa persatuan kita. Hal ini mengindikasikan bahwa rasa nasionalisme generasi muda kian menurun. Nilai-nilai sumpah pemuda untuk menjunjung bahasa persatuan seakan-akan hanya bualan saja. Semua hanya omong kosong, ketika generasi muda tidak lagi mau dan mampu untuk menjaga bahasa Indonesia sebagai bahasa yang luhur, selaras dengan semangat perjuangan dan pembangunan negeri ini.
Rendahnya rasa nasionalisme generasi muda, tentu akan berpengaruh kepada kemauan untuk membangun negeri ini. Perilaku hedonisme dan pola hidup westernisasi menyebabkan generasi muda berperilaku acuh tak acuh terhadap pembangunan bangsa, sehingga konflik-konflik baru yang dipicu oleh provokasi dan penyebaran paham-paham baru akan mudah terjadi. Lalu, siapa yang akan melanjutkan semangat revolusi 1945, jika tidak lagi ada cinta bagi Indonesia dari para generasi muda?
Disintegrasi Bangsa
Bangsa Indonesia yang luas membentang, dari Sabang hingga Merauke, menyuguhkan berjuta keragaman. Nyaris setiap daerah memiliki bahasa daerah masing-masing. Mereka lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah globalisasi yang kian meraja.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa. Sifat kedaerahan yang dimiliki seakan-akan melebur menjadi satu. Seperti semangat sumpah pemuda, bahasa merupakan salah satu aspek pemersatu bangsa. Seluruh pemuda Indonesia, telah mengikrarkan sumpahnya untuk bersatu dan mencintai bangsa ini.
Pada pasal 18 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, kabupaten, dan kota di mana pada tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Kenyataannya, setiap daerah memiliki potensi dan keragaman, baik antarprovinsi, kabupaten, maupun kota. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan perkembangan dari setiap daerah tidak sama. Kesenjangan yang terjadi bisa saja menyebabkan konflik sosial yang berkepanjangan. Apabila Indonesia terus berpaku pada perbedaan, integrasi bangsa akan terancam. Begitu pula pada bahasa Indonesia, sebagai kesamaan yang menyatukan kita, sudah seharusnya bahasa ini selalu kita junjung. Akan tetapi, pada kenyataannya bahasa Indonesia semakin ditinggalkan. Lalu, bagaimana dengan integrasi bangsa kita?
Yang Sudah Dilakukan
Pemerintah menyadari pentingnya bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan kecintaan dan kemampuan generasi muda terhadap bahasa Indonesia yang dimulai dari melibatkan sekolah hingga membentuk lembaga tersendiri. Salah satu cara nyata yang dilakukan ialah menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata ajar pokok yang diujikan dalam ujian nasional. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan siswa menjadi terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sehingga akan muncul rasa cinta dan keinginan untuk selalu menjaganya.
Hal lain yang telah dilakukan ialah dengan membentuk lembaga kebahasaan, salah satunya ialah balai bahasa yang ada di setiap provinsi di Indonesia. Kegiatan bertema sastra dan bahasa, sering sekali diselenggarakan oleh instansi ini, seperti bengkel bahasa dan sastra, lomba menulis puisi, cerpen, essai, dan pemilihan duta bahasa. Semua itu, dilakukan untuk membuat generasi muda lebih memahami dan mencintai bahasa Indonesia.
Pada kenyataannya, usaha-usaha yang demikian belum menunjukkan hasil yang maksimal. Membudayakan masyarakat untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu melibatkan berbagai elemen. Elemen-elemen tersebut diantaranya, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Penegakan Undang-Undang
Berkaitan dengan bahasa nasional, pemerintah telah menerbitkan undang-undang, yaitu UU RI nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat berkewajiban untuk selalu membudayakan berbahasa Indonesia. Namun, pada kenyataannya, banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang adanya aturan dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisai terhadap aturan penggunaan bahasa Indonesia tersebut. Sosialisasi diperlukan untuk menambah wawasan masyarakat mengenai keberadaan suatu hukum, sehingga nantinya masyarakat mampu memberikan kontribusi yang aktif dalam pemenuhan substansi ketentuan tersebut.
Selama ini, faktor rendahnya pengetahuan masyarakat tentang hukum telah menyebabkan berbagai penyimpangan dan tumpang tindih dalam masyarakat. Hal tersebut membuat masyarakat merasa tidak terikat dengan hukum. Padahal, segala tindakan kita selalu berkaitan erat dengan hukum. Demikian pula dengan implementasi bahasa Indonesia dalam keseharian masyarakat yang kurang mengakar.
Untuk menegakkan undang-undang sebagaimana mestinya, diperlukan kerja sama yang sinergis mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan aturan-aturan penggunaan bahasa Indonesia sebagai penunjuk jalan, nama toko, lirik lagu, dan lain-lain. Dengan menerapkan aturan yang demikian, mungkin muncul spekulasi bahwa dengan membatasi penggunaan bahasa asing, sama saja membatasi kemajuan bangsa Indonesia. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia kita telah menjaga nilai-nilai sejarah, menghargai jasa para pahlawan, dan menjaga persatuan bangsa. Selain itu, kita perlu berkaca pada negara Jepang yang dapat maju walaupun pengetahuan bahasa asing mereka relatif rendah. Masyarakat Jepang justru bangga menggunakan bahasa nasional mereka. Seharusnya Indonesia juga mampu melakukan hal yang sama, dan menunjukkan prestasi yang tidak kalah dengan bangsa lain.
Berlanjut: Identitas Tunjukkan Kualitas (2)