Fatwa Pencerahan Sutardji Calzoum Bachri
KAWACA.COM | Masyarakat puisi Indonesia, tidak ada yang tidak kenal nama salah satu penyair besarnya, Sutardji Calzoum Bachri (SCB). Dia dikenal sebagai ‘Penyair Mantera’, ‘Presiden Penyair Indonesia’, dan “Pelopor Penyair Angkatan 70-an”.
Sutardji termasuk penyair yang lebih mengedepankan kualitas daripada kuantitas dalam berkarya, khususnya puisi. Ada salah satu puisi Sutardji yang mudah kita hapal, bahkan hanya dengan sekali baca, yaitu:
Luka
ha ha
1976
Luka
ha ha
1976
Perihal apa dan bagaimana puisi "Luka" ini, bisa dibaca penjelasannya di: Apresiasi Puisi “Luka” Karya Sutardji Calzoum Bachri
Buku-buku Sutardji yang terkenal dan harus kita miliki adalah adalah O Amuk Kapak (kumpulan puisi, 1981), Hujan Menulis Ayam (kumpulan cerpen,2001), dan Isyarat (kumpulan esai, 2007). Sutardji pernah menjadi redaktur di sejumlah media, seperti Fokus, Horison, Kompas, dan Indopos.
Pria bertopi dengan mata tajam tetap sayu ini lahir di Rengat, Indragiri Hulu, Riau pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji lahir dari pasangan bahagia Mohammad Bachri dan May Calzoum. Dalam dirinya mengalir darah Jawa (ayah) dan Melayu (ibu).
Rekam jejak pendidikannya dimulai dari SD, SMP, SMA di Riau. Kemudian lanjut ke Fakultas Sosial Politik, Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung (tanpa gelar). Di Bandung, dia memang tidak sampai tamat dan meraih gelar sarjana, tetapi di Bandunglah, titik awal keseriusan Sutardji dalam hal mengirimkan tulisanya ke media massa sampai akhirnya kukuh sebagai tokoh perpuisian Indonesia.
Puisi telah menerbangkan Sutardji ke berbagai belahan dunia, seperti USA, Belanda, Irak, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, dan lainnya. Puisi-puisi Sutardji juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, semisal Inggris, Jerman, Belanda, dan lainnya.
Atas dedikasinya pada sastra Indonesia, Sutardji telah meraih banyak penghargaan, antara lain: Anugerah Seni Dewan Kesenian Jakarta (1977), SEA Write Award (Thailand, 1979), Anugerah Seni Pemerintah Republik Indonesia (1993), Sastrawan Perdana oleh Pemerintah Daerah Riau, Bakrie Award (2008), dan gelar kehormatan dari LAM sebagai Datuk Sri Pujannga Utama (2018).
PernIkahannya dengan Mardiam Linda pada tahun1982 telah dikarunia seorang putri bernama Mila Seraiwangi. Sutardji tinggal di Bekasi dan menjadi dewan penasehat Yayasan Hari Puisi (Indonesia). Sesekali Sutardji hadir memenuhi undangan mengisi acara, baik baca puisi atau memberikan fatwa-fatwa pencerahan seputar dunia puisi dan kepenyairan.
Fatwa Sutardji yang paling terkenal dan mencerahkan adalah:
“Menyair adalah suatu pekerjaan yang serius, namun penyair tidak harus menyair sampai mati. Dia boleh meninggalkan kepenyairannya kapan saja. Namun ketika menulis sajak, penyair harus dengan sungguh-sungguh mencari agar menemukan bahasanya sendiri. Karena penyair yang tidak menemukan bahasa tak akan pernah disebut penyair!”