Ahli Ibadah yang Rugi - Sofyan RH. Zaid
oleh Sofyan RH. Zaid
WWW.KAWACA.COM | Imam al-Ghazali pernah mengisahkan dalam kitab Kimiyah al-Sa'adah* pada bab "Cinta kepada Allah" (mahabbahtullah) bahwa suatu hari di majelisnya, Abu Yazid al-Bustami berpesan:“Bila Allah menawarimu kekariban dengan-Nya seperti kekariban Ibrahim a.s. kepada-Nya, kekuatan doa Musa a.s,, dan kerohanian Isa a.s.. Maka, mohonlah agar wajahmu selalu diarahkan kepada-Nya. Cukuplah itu bagimu! Karena Dia memiliki khazanah yang melampaui ini semua.”Kemudian seorang jamaah, sahabatnya sendiri bertanya:
“Selama tiga puluh tahun aku sudah berpuasa di siang hari dan salat sunah di malam hari, tetapi sama sekali tidak aku dapatkan kelezatan dan kebahagiaan rohani yang senantiasa kau ungkapkan itu.”
Mendengar pengakuan tersebut, Abu Yazid tersenyum, lalu berkata:
“Meski kau berpuasa dan salat selama tiga ratus tahun, kau tetap tidak akan mendapatkan kelezatan dan kebahagiaan rohani.”
“Kenapa?”
“Karena perasaan mementingkan diri sendiri telah menjadi tirai antara dirimu dan Allah.”
“Lalu, bagaimana menyembuhkannya?”
“Kau tidak mungkin bisa melaksanakannya!”
Sahabatnya itu kaget mendengar jawaban Abu Yazid, tetapi dia penasaran dalam hatinya 'masak tidak bisa disembuhkan!'. Kemudian dia -setengah memaksa- meminta pada Abu Yazid agar menunjukkan caranya.
Kemudian Abu Yazid berkata:
“Pergilah ke tukang cukur terdekat. Cukurlah jenggotmu. Buka semua pakaianmu kecuali sabuk yang melingkari pinggangmu. Ambillah sebuah kantong penuh buah Kenari. Gantungkan di lehermu. Pergilah ke pasar dan berteriaklah: ‘Setiap orang yang memukul tengkukku akan mendapat satu buah Kenari.’ Setelah pergilah ke tempat para hakim (kadi) dan dan fakih (ahli fikih).”
“Astaga! aku tak bisa melakukannya. Adakah cara lain?”
“Apa yang aku sebutkan tadi barulah langkah awal untuk menyembuhkan penyakitmu. Namun, seperti telah aku katakan, kau tak bisa disembuhkan.”
Menurut Imam al-Ghazali, Abu Yazid sengaja memberikan cara semacam itu pada sahabatnya karena dia tahu, sahabatnya tersebut sangatlah ambisius dalam hal mengejar kedudukan dan kehormatan dunia. Di mana dia selalu berusaha dengan berbagai cara agar menjadi kaya raya, tetapi dia juga berjuang mati-matian dalam ibadah bahkan dengan menampakkan simbol-simbol palsu keagamaan agar terlihat sebagai orang alim di mata manusia. Kekayaan dan kehormatan yang dia peroleh telah menjadikannya orang yang sombong dan berbangga diri.
Ambisi dan kesombongan -kata al-Ghazali- adalah penyakit serius yang hanya bisa disembuhkan melalui cara yang tidak biasa, yakni menghancurkan lebih dulu dua penyakit tersebut untuk mendapatkan kelezatan dan kebahagiaan rohani.
Itulah sebabnya Allah berfirman kepada Isa:
“Wahai Isa, jika Kulihat di hati para hamba-Ku kecintaan yang murni kepada-Ku, yang tidak ternodai nafsu mementingkan diri sendiri di dunia maupun dia akhirat, maka Aku akan menjadi penjaga cinta itu.”Kemudian pada suatu hari, sekawanan pengikutnya datang kepada Isa dan meminta menyebutkan amal yang paling mulia di sisi Allah. Ia pun menjawab:
“Mencintai Allah dan memasrahkan diri kepada kehendak-Nya.”
________
Catatan:
*Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh dua penerbit; Mizan oleh oleh Haidar Baqir (penerjemah) dengan judul Kimia Kebahagiaan (1984), dan Zaman oleh Dedi Slamet Riyadi & Fauzi Bahreisy (penerjemah) dengan judul Bahagia Senantiasa: Kimia Ruhani untuk Kebahagiaan Abadi (2007).