Puisi Pilihan Wirja Taufan
Wirja Taufan
Di Sajadah Ini
Di sajadah ini, tanganku tak memeluk lagi
Merangkak dan berteriak mencari ketidakhadiranmu
Saat kau tak pernah menangis
Mencari jalan kembali
Tak ada kunci, tak ada pintu dan jendela
Dalam kematian yang berulang
Tanganku tenggelam seperti kapal
Berlayar tanpa laut
Aku melangkah meninggalkan jejak kakiku
Dalam labirin yang tak berujung
Mencari kematianku untuk nafas yang sempurna
Terus melangkah, menembus ruang
Tanpa waktu dan udara
Di sajadah ini, beribu fantasi, ilusi
metafora dan matematika tanpa logika
Timbul tenggelam tanpa perpisahan
Tanpa ruang untuk kita bersembunyi
Padang, 2019
Wirja Taufan
Aku Menangis
Aku menangis dalam seribu getaranmu
Tanpa rasa sakit, telanjang dari tangan dan kaki-kaki
Dalam dimensi yang aku tidak tahu
Keheningan yang tidak berujung
Aku gemetar. Tanpa sosok, tanpa dingin
Tanpa rasa panas dalam kobaran api
Ribuan kalender yang terbakar, bersama planet,
atom, membran dan sel-sel
Memberikan oksida ciuman dari pohon-pohon,
tanah dan lautan
Aku menangis. Dalam hujan dan ombak yang terbakar. Melukis senyum di sajadahMu
Dengan cahaya yang menyala di jari-jariku
yang tidak berbohong
Tuhanku, bukalah pintuMu
Padang, 2019
Wirja Taufan
Aku Mati Dan Hidup Kembali
Aku tak suka memeluk istana. Tidak sedang berjalan
di karpet merahmu. Sepanjang jalan sampai ke lubang-lubang
tanpa kehidupan. Kau tak akan menemukan jejak kakiku
Tak akan bisa menyeret kematianku
Aku mati dan hidup kembali. Tanpa bayangan
kebohonganmu. Demokrasi yang dibungkus beribu aroma
tekateki, senjata, ciuman yang memabukkan
Di labirin dan hologram tanpa warna, anak-anakku
kehilangan kunang-kunang. Meneriakkan hak-hak
nenek moyangnya, atas rumah, tanah dan kota-kota
yang hilang. Terbakar di tanganmu
Aku mati dan hidup kembali
Meninggalkan takdirku dalam vocal dan konsonan
Sinyal yang menggelembung tanpa zat
Menghancurkan pembuluh darahmu
Tanpa doa, tanpa bunga dan seribu ciuman
2018
Wirja Taufan
Hujan Dengan Malam-Malam Yang Kosong
Aku masih tetap di sini. Melihat mimpi-mimpi
yang melayang. Dalam kenangan yang ditinggalkan
ingatan. Tak ada dinding, tak ada pintu
yang bisa kau lihat
Saat ciuman berhenti menyala
Aku suka keheningan ini
Hujan dengan malam-malam
yang kosong. Mengikuti irama gairah
timbul dan tenggelam
Menggambar ulang semua kenangan
Mari berlayar. Menembus api
dari kesepian ini. Dari fosil orang-orang yang takut
Untuk mati dan hidup kembali
Padang, 2018
Wirja Taufan, lahir di Medan, 15 September 1961 dengan nama asli Suryadi Firdaus. Puisinya dimuat di beberapa surat kabar lokal dan nasional : Analisa, Medan Bisnis, Sumut Pos dan Indopos Jakarta. Juga dimuat di Majalah Sastra Horison. Beberapa puisinya diikutkan dalam antologi bersama antara lain: Koma (Antologi Puisi Penyair Muda Medan), Muara I, Muara II, Titian Laut II, Titian Laut III (antologi Puisi dan Cerpen Penulis-Penulis Malaysia Utara dan Sumatera Utara dalam Pertemuan Sastra Dialog Utara di Medan dan Malaysia), Ilham (Antologi Puisi Islami Sumatera Utara, 1991) dan Medan Puisi (Antologi Puisi Pesta Penyair Indonesia, The 1st Medan International Poetry Gathering, 2007). Tahun 1983 menerima Hadiah Kreativitas Sastra Bidang Puisi dari Dewan Kesenian Medan (DKM). Tahun 1985 membacakan puisinya yang terhimpun dalam kumpulan puisi Episode Mimpi di Taman Budaya Medan.Saat ini bekerja di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Padang, sebagai Kepala Bidang Teknologi dan Media Baru.
Di Sajadah Ini
Di sajadah ini, tanganku tak memeluk lagi
Merangkak dan berteriak mencari ketidakhadiranmu
Saat kau tak pernah menangis
Mencari jalan kembali
Tak ada kunci, tak ada pintu dan jendela
Dalam kematian yang berulang
Tanganku tenggelam seperti kapal
Berlayar tanpa laut
Aku melangkah meninggalkan jejak kakiku
Dalam labirin yang tak berujung
Mencari kematianku untuk nafas yang sempurna
Terus melangkah, menembus ruang
Tanpa waktu dan udara
Di sajadah ini, beribu fantasi, ilusi
metafora dan matematika tanpa logika
Timbul tenggelam tanpa perpisahan
Tanpa ruang untuk kita bersembunyi
Padang, 2019
Wirja Taufan
Aku Menangis
Aku menangis dalam seribu getaranmu
Tanpa rasa sakit, telanjang dari tangan dan kaki-kaki
Dalam dimensi yang aku tidak tahu
Keheningan yang tidak berujung
Aku gemetar. Tanpa sosok, tanpa dingin
Tanpa rasa panas dalam kobaran api
Ribuan kalender yang terbakar, bersama planet,
atom, membran dan sel-sel
Memberikan oksida ciuman dari pohon-pohon,
tanah dan lautan
Aku menangis. Dalam hujan dan ombak yang terbakar. Melukis senyum di sajadahMu
Dengan cahaya yang menyala di jari-jariku
yang tidak berbohong
Tuhanku, bukalah pintuMu
Padang, 2019
Wirja Taufan
Aku Mati Dan Hidup Kembali
Aku tak suka memeluk istana. Tidak sedang berjalan
di karpet merahmu. Sepanjang jalan sampai ke lubang-lubang
tanpa kehidupan. Kau tak akan menemukan jejak kakiku
Tak akan bisa menyeret kematianku
Aku mati dan hidup kembali. Tanpa bayangan
kebohonganmu. Demokrasi yang dibungkus beribu aroma
tekateki, senjata, ciuman yang memabukkan
Di labirin dan hologram tanpa warna, anak-anakku
kehilangan kunang-kunang. Meneriakkan hak-hak
nenek moyangnya, atas rumah, tanah dan kota-kota
yang hilang. Terbakar di tanganmu
Aku mati dan hidup kembali
Meninggalkan takdirku dalam vocal dan konsonan
Sinyal yang menggelembung tanpa zat
Menghancurkan pembuluh darahmu
Tanpa doa, tanpa bunga dan seribu ciuman
2018
Wirja Taufan
Hujan Dengan Malam-Malam Yang Kosong
Aku masih tetap di sini. Melihat mimpi-mimpi
yang melayang. Dalam kenangan yang ditinggalkan
ingatan. Tak ada dinding, tak ada pintu
yang bisa kau lihat
Saat ciuman berhenti menyala
Aku suka keheningan ini
Hujan dengan malam-malam
yang kosong. Mengikuti irama gairah
timbul dan tenggelam
Menggambar ulang semua kenangan
Mari berlayar. Menembus api
dari kesepian ini. Dari fosil orang-orang yang takut
Untuk mati dan hidup kembali
Padang, 2018
Wirja Taufan, lahir di Medan, 15 September 1961 dengan nama asli Suryadi Firdaus. Puisinya dimuat di beberapa surat kabar lokal dan nasional : Analisa, Medan Bisnis, Sumut Pos dan Indopos Jakarta. Juga dimuat di Majalah Sastra Horison. Beberapa puisinya diikutkan dalam antologi bersama antara lain: Koma (Antologi Puisi Penyair Muda Medan), Muara I, Muara II, Titian Laut II, Titian Laut III (antologi Puisi dan Cerpen Penulis-Penulis Malaysia Utara dan Sumatera Utara dalam Pertemuan Sastra Dialog Utara di Medan dan Malaysia), Ilham (Antologi Puisi Islami Sumatera Utara, 1991) dan Medan Puisi (Antologi Puisi Pesta Penyair Indonesia, The 1st Medan International Poetry Gathering, 2007). Tahun 1983 menerima Hadiah Kreativitas Sastra Bidang Puisi dari Dewan Kesenian Medan (DKM). Tahun 1985 membacakan puisinya yang terhimpun dalam kumpulan puisi Episode Mimpi di Taman Budaya Medan.Saat ini bekerja di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Padang, sebagai Kepala Bidang Teknologi dan Media Baru.