Literasi di Era Disrupsi - Dimas Indianto S.
oleh
Dimas Indianto S.
Abad ke-21 ini,
semestinya kita sudah memasuki literasi baru, yakni literasi data, literasi
teknologi, dan literasi manusia. Ketiganya menjadi kunci penting dalam
menjalani kehidupan modern yang ditandai dengan peradaban yang serba cepat. Banyak
kebaruan dalam bidang teknologi, yang pada akhirnya membawa kita pada era
disrupsi, sebuah istilah yang dicetuskan Clayton
Christensen sebagai fenomena bergesernya
aktivitas masyarakat dari yang tadinya di dunia nyata ke dunia maya.
Mengenai literasi data, ada sebuah ledakan besar informasi yang
tersebar dan tidak terbatas. Internet menjadi penanda penyebaran informasi yang
kini bisa diakses siapa dan di mana saja. Hampir segala sesuatu saat ini bisa
ditanyakan kepada google. Jika dulu literasi sangat terbatas, khususnya
akses mencari informasi maupun data, maka saat ini hanya dengan satu klik,
segala sesuatu yang ada di dunia ini langsung bisa ditemukan informasinya. Dalam kaitannya dengan literasi, kita dimudahkan dalam mencari data atau sumber
tulisan. Ebook dan e-journal serta website-website menjadi jalan kemudahan bagi siapapun yang
mencari bahan untuk membaca maupun menulis. Perkembangan literasi data di satu
sisi memberikan kemudahan dalam penyebaran informasi global, namun di sisi
lain, perkembangan literasi data ini juga mengancam bagi eksistensi media massa
cetak seperti koran, majalah, buletin dan buku cetak.
Ancaman yang paling mengerikan justru candu dalam mencari informasi yang instan
menggunakan internet yang bisa membuat reading habit melalui buku-buku
cetak mulai ditinggalkan, dan yang paling parah adalah budaya copy-paste secara
serampangan.
Literasi teknologi menjadi sarana dalam memuluskan
literasi data. Teknologi saat ini, membuat kehidupan manusia serba mudah. Sektor industri, misalnya, sebagai muasal dari lahirnya revolusi
indusrti 4.0., ditandai dengan banyaknya pabrik yang sudah
menggunakan mesin dan teknologi canggih untuk mengganti tenaga manusia, dengan dalih peningkatan
penghasilan perindustrian.
Perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat, memberikan tawaran-tawaran
alternatif dalam
kehidupan manusia yang efektif dan efisien, meski dalam sisi yang lain
menyebabkan ketergantungan manusia pada hal-hal yang bersifat instan.
Dalam kaitannya dengan
fenomena literasi, muncul banyak aplikasi yang memudahkan proses membaca dan menulis. Hal
ini menuntut manusia modern untuk larut dalam era disruptif, yakni optimalisasi
peran teknologi dalam dunia literasi. Jika tidak mengikuti alur perkembangan
ini, maka iterasi data yang sudah sedemikian canggih tidak akan mampu tercapai.
Sementara itu, masyarakat Indonesia masih banyak yang gagap dalam literasi
jenis ini. Allhasil, perkembangan wacana pun terbatas dan cenderung lambat.
Untuk itu perlu kiranya ada kesadaran untuk membuka mindset tentang
pentingnya literasi teknologi, agar dinamika keilmuan dapat berkembang
mengikuti perkembangan zaman. Contohnya adalah teknologi-teknologi yang ada di
dalam gadget, tab, maupun komputer canggih. Namun, penggunaan teknologi juga
harus diimbangi dengan budaya baca dan verifikasi, agar informasi yang didapat bisa
terbukti validitasnya agar dapat terhindar dari hoax yang dewasa ini
menimbulkan chaos.
Sementara itu, literasi
data dan literasi teknologi yang sedemikian canggih, takkan berarti apa-apa
jika tidak ada literasi manusia. Literasi manusia berarti proses membuka mindset manusia untuk dapat menyiapkan diri dalam konstelasi
peradaban global. Sehingga literasi data dan literasi teknologi akan bisa berjalan
sebagaimana mestinya. Edukasi yang memadai sangat penting dilakukan agar dalam
menggunakan teknologi untuk mensukseskan literasi data, akan terhindar dari
hal-hal yang mengancam nilai-nilai luhur. Betapa tidak, laju modernitas juga memberikan
dampak signifikan terhadap keutuhan nilai-nilai, seperti cultural
values, formal juridical values, dan religious
values.
Nilai
kultural berhubungan dengan budaya, karakteristik lingkungan sosial dan
masyarakat. Keterbukaan informasi yang terlampau bebas memberi peluang masuknya
budaya-budaya luar yang bertentangan dengan kultur budaya Indonesia. Literasi manusia
diharapkan menjadi antitesis terhadap fenomena ini, yakni upaya untuk mengambil
hal-hal baik dari globalisasi dengan tetap mempertahankan local wisdom
yang menjadi norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bagaimanapun
Indonesia, dengan kekayaan kulturnya memiliki nilai-nilai adi luhung
sebagai identitas bangsa. Nilai yuridis formal
berkaitan dengan aspek politik, hukum dan ideologi. Masuknya budaya-budaya
luar, akan menjadi peluang masuknya ideologi-ideologi asing. Hal ini bukan
tidak mungkin, ideologi Indonesia dapat tergeser jika tidak ada upaya counter
dan filterisasi yang ketat.
Sementara
itu nilai religius menjadi dimensi paling penting dari tiga nilai ini. Di satu
sisi, modernitas telah mempermudah kehidupan manusia dengan kemajuan sains,
teknologi dan industri. Dengan kecanggihan sains dan teknologi itulah manusia
diberi kemudahan dalam mencapai peradaban yang serba mudah, penuh warna, cepat,
dan dinamis. Di sisi lain, keyakinan dan ketergantungan berlebihan terhadap
kemampuan dan kemudahan yang ditawarkan sains dan teknologi telah memunculkan
berbagai problematika kontemporer, seperti dehumanisasi, destruksi lingkungan,
serta politik totaliter. Hal-hal inilah yang kemudian menyebabkan manusia
modern teralienasi dari kehidupannya. Semakin berjarak dari nilai-nilai
humanisme dan krisis nilai-nilai religius.
Maka
dari itu, pengembangan dari literasi lama—baca, tulis, hitung—ke
literasi baru yakni literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia di
semua lini kehidupan sangat diperlukan. Karena problematika kontemporer tengah
dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
*Dosen, Penulis dan Peneliti. Sedang menempuh studi doktoral di IAIN
Purwokerto. Pegiat Literasi dan Instruktur Literasi Jawa Tengah.