Sumpah Pemuda dalam Perspektif Puisi dan Perilaku Masyarakat Digital - Indra Intisa
oleh Indra Intisa
/1/
Sumpah Pemuda
adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar
ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita
berdirinya negara Indonesia. Yang dimaksud dengan "Sumpah Pemuda"
adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28
Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada
"tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa
Indonesia". Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap
"perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam
segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan". (https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda)
Sumpah Pemuda yang
dicetuskan dan diikrarkan oleh para pemuda 89 tahun yang lalu adalah sesuatu
yang dianggap satu momentum bersejarah yang menandai sebuah kesadaran kolektif
dari bermacam organisasi pemuda yang kemudian menjadi pengikat untuk berada
pada satu semangat persatuan. Beberapa organisasi lahir sebelumnya masih banyak
bercorak primordial yang serupa pola
perjuangan fisik menuju ideologis. Diharapkan ikrar ini mampu mengikat
perbedaan corak dari suku, agama, budaya, dsb., yang ada di masyarakat sehingga
bersatu teguh dalam sebuah persamaan yang diperjuangkan.
Teks
Sumpah Pemuda merupakan ikrar luhur yang meleburkan unsur-unsur sastra yang kental
di dalamnya. Bagaimana tidak, salah satu seorang yang dianggap sebagai perumus
dasar teks sumpah Pemuda adalah Mohammad Yamin. Mohammad Yamin (1903-1962)
adalah pejuang kelahiran Sawahlunto, Sumatra Barat, dikenal juga sebagai salah
seorang sastrawan besar Indonesia. Bahkan sejarah mencatat bahwa pada tahun
1928, bertepatan dengan peristiwa kongres pemuda ke 2 yang kemudian
menghasilkan peristiwa sumpah pemuda tersebut, Mohammad Yamin menerbitkan buku
kumpulan puisi yang berjudul Indonesia, Tumpah Darahku. Buku puisi yang
diterbitkan Balai Pustaka tersebut memuat puisi-puisi Yamin yang telah bergeser
tema penyair tersebut tentu memiliki peran yang sangat menonjol dalam
pergerakan Indonesia khususnya sumpah pemuda. Kemampuannya menulis puisi tentu
bisa terlihat dari teks sumpah pemuda hasil rumusan pemikirannya yang sangat
imaginatif dan telah melampaui sekat-sekat kedaerahannya. Imaginasi Yamin juga
mampu menggerakkan kesadaran para pemuda dengan teks agung yang sampai saat ini
tetap mampu menjadi pemersatu bangsa.
Ikrar Sumpah
pemuda yang merupakan unsur dasar dari puisi itu tentu merupakan sebuah
instrument besar yang mampu dijadikan alat perjuangan. Betapa teks-teks yang
disusun sedemikian rupa mampu menghadirkan ruh pada sebuah semangat perjuangan.
Seakan mampu menghidupkan semangat dan mental masyarakat yang bisa ditekan,
tertekan oleh penjajahan—mental yang sengaja dikendurkan oleh Belanda—menjadi
sebuah mantra khusus semacam sebuah senjata yang terus menggugah semangat
bangsa. Semangat ini mampu membuka mata anak bangsa tentang semangat kesatuan
dan persatuan yang pantang kendur—semangat memiliki bangsa sendiri—semangat
menjaga Negara.
Sumpah pemuda bisa
dikatakan sebagai puisi yang abadi. Selagi Bangsa ini ada, maka ikrar ini akan
terus dicatat, dibacakan dan diamalkan oleh segenap Bangsa Indonesia. Ini
adalah ikrar yang sangat revolusioner. Yang menggugah dan hidup tanpa kematian,
kecuali mati oleh rakyatnya sendiri—tidak menganggapnya hidup, tidak
menjadikannya hidup serupa amanah yang tersimpan di dalamnya. Diksi-diksi yang
terbalut di dalamnya mampu menggugah kesadaran dari generasi per generasi,
termasuk generasi modern yang hidup di era digital (seharusnya).
Perubahan
zaman yang ditandai dengan pemanfaatan teknologi digital yang sangat berkembang
seharusnya tidak membunuh pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Sekalipun
ada perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat lampau: era sebelum merdeka,
orde lama, orde baru, reformasi dan era digital, tentu saja bukan jadi alasan.
Masyarakat yang hidup dan lahir di era sekarang, memiliki daya kreativitas yang
tinggi, ide-ide yang baik, tetapi mungkin lemah dalam kerjasama tim yang nyata,
bosan akan keteraturan—kegiatan yang itu-itu saja, menyukai kemudahan dan
keinstanan. Apakah itu bisa melunturkan semangat Sumpah Pemuda?
Beberapa
perusahaan dan kantor-kantor pemerintahan mulai menyusun dan menempatkan para
pemuda yang lahir dan hidup di zaman milenial sesuai dengan bakat dan zaman
mereka. Salah satu pekerjaan yang paling sesuai dan diminati tentu saja di
bidang IT. Seperti mengelola website,
email, dst., apapun bidangnya tentu
saja IT selalu dipakai dan terpakai di zaman ini. Orang-orang yang lahir di
luar zaman ini—tua di zaman digital tentu saja berbeda cara menggunakan,
memakai dan memanfaatkan teknologi. Tentu saja, ruh Sumpah Pemuda bisa melebur
menyesuaikan zaman pula, tetapi semangat dasarnya adalah sama.
Zaman
digital tentu ada sangkut-pautnya dengan gaya hidup milenial, yang kita kita
sebagai masyarakat milenial. Istilah generasi milenial memang sedang akrab
terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua
pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa
bukunya. Millennial generation atau
generasi Y juga akrab disebut generation me
atau echo boomers. Secara harfiah
memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu
ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir.
Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau
pada awal 2000, dan seterusnya sampai era digital yang super gemilang seperti
saat sekarang ini.
Masyarakat
milenial di zaman digital, tentu saja berbeda dengan perilaku masyarakat jauh
sebelum zaman ini. Segala sesuatu serba mudah, instan dan mudah telah tercipta
melalui perangkat elektronik, robotik dan IT yang luar biasa. Masyarakat
berbondong berdiskusi, belajar, bekerja dan berbisnis melalui
perangkat-perangkat ini yang terhubung melalui internet. Perubahan perilaku ini
tentu saja memberikan dampak positif dan negative. Kemudahan berinteraksi bisa
memudarkan semangat kesatuan yang nyata dalam dunia nyata—semangat persamaan
gotong-royong yang terintegrasi dengan tetangga dan masyarakat sekitar yang
lebih hooh cuek dengan lingkungan
nyata (sekitar) tetapi peduli dengan lingkungan lebih luas (dunia luar).
Sekalipun begitu, pemanfaatan teknologi yang baik bisa memberikan dampak yang
luar biasa pada masyarakat sekitar, seperti memberikan informasi ke dunia luar
melalui internet.
Beberapa
kebiasaan buruk, seperti mendownload informasi yang tidak baik, mengabarkan
berita hoaks, mendownload buku, lagu dan film secara illegal, tentu saja
sebagai kemunduran dari sisi kejujuran dan semangat menjaga. Bagaimana cara kita
mengubah perilaku tersebut menjadi sesuatu yang bernilai positif? Tentu saja
mendorong para penulis, musikus, dan siapa saja menulis di perangkat digital
melalui web, blog, media sosial, youtube dan semacamnya dengan biaya yang
gratis. Semangat perubahan ini bisa ditiru cara-cara perusahaan besar seperti google melalui search engine-nya, youtube,
gmail, dsb. Yang diberikan secara cuma-cuma. Perusahan lain juga meniru hal
serupa seperti Microsoft melalui bing-nya,
Yahoo melalui email dan search engine-nya juga. Lebih luas
dengan memberikan sumbangsih pada pengembangan Sistem Operasi computer seperti
linux, dan dikembangkan lebih dalam menjadi Android
di smartphone dan tablet buatan Google.
Ini bisa ditiru, oleh bangsa kita. Bagaimana cara pemuda-pemuda sebagai
penggerak bangsa untuk ikut atau turut-serta membangun bangsanya melalui
pemanfaatan IT yang lebih berguna dan bisa diakses oleh siapa saja. Teknologi
yang berkembang bisa menjadi anak panah sebagai senjata kita bersama.
/2/
SUMPAH PEMUDA
Pertama :
KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA
MENGAKU BERTUMPAH DARAH YANG SATU, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
KAMI PUTRA DAN PUTRI
INDONESIA, MENGAKU BERBANGSA YANG SATU, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
KAMI PUTRA DAN PUTRI
INDONESIA MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA
Jakarta, 28 Oktober 1928
(Ejaan sudah disesuaikan
dengan Ejaan Bahasa Indonesia terbaru)