Puisi-Puisi Muhammad Daffa
MENGEJA KESUNYIAN
Kau kah detik-detik cahaya, mengulang debar pertemuan
Padamu tumpah kata-kata, zikir tak berjeda—
Ruang maha biru, biru yang tak lekang kukenang-kenang, di arah pulang
Kubaca singgahmu yang teduh. Di mana tak lagi kau kubaca?
Barangkali kata yang sudah terlampau lupa, terluka.
Surabaya, Agustus 2018
HURUF-HURUF BERTEBARAN
Huruf-huruf menebar teduh pada satu kertas yang lengang. Diusapnya duka
Yang masih kau baca berulang kali, “yang pergi biarlah mengabu berderap ruang”
Menyisir arah cahaya. cahaya yang kau sebut-sebut sebagai muasal dari seluruh kata-kata
Berkhidmat malam yang terpintal gemuruh, sedendam kobar api yang kadang ngungun,
Di sepetak ladang maha jauh.
Surabaya, Agustus 2018
MENDENGAR DERU PAGI
apakah ia mendengar deru pagi
diaminkan lanskap, semadi daun-daun
melepas hijau yang tersentuh, putik bunga-bunga
dijamah tangan cahaya, putih senantiasa
atau ia coba kenang lagi batas jerih
dari sebuah fantasi: teka-teki dongeng
yang getir meriwayatkan tahun-tahun luntur
hari yang berduka, diiringi kabut tipis, asap berselimut cahaya
arasy yang tak tersentuh tangan-tangan hamba paling biasa dan sederhana.
Surabaya, Agustus 2018
Muhammad Daffa, lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 25 Februari 1999. Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah media massa dan antologi bersama. Buku kumpulan puisi tunggalnya TALKIN(2017) dan Suara Tanah Asal(2018). Mahasiswa di Prodi Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga, Surabaya.
Kau kah detik-detik cahaya, mengulang debar pertemuan
Padamu tumpah kata-kata, zikir tak berjeda—
Ruang maha biru, biru yang tak lekang kukenang-kenang, di arah pulang
Kubaca singgahmu yang teduh. Di mana tak lagi kau kubaca?
Barangkali kata yang sudah terlampau lupa, terluka.
Surabaya, Agustus 2018
HURUF-HURUF BERTEBARAN
Huruf-huruf menebar teduh pada satu kertas yang lengang. Diusapnya duka
Yang masih kau baca berulang kali, “yang pergi biarlah mengabu berderap ruang”
Menyisir arah cahaya. cahaya yang kau sebut-sebut sebagai muasal dari seluruh kata-kata
Berkhidmat malam yang terpintal gemuruh, sedendam kobar api yang kadang ngungun,
Di sepetak ladang maha jauh.
Surabaya, Agustus 2018
MENDENGAR DERU PAGI
apakah ia mendengar deru pagi
diaminkan lanskap, semadi daun-daun
melepas hijau yang tersentuh, putik bunga-bunga
dijamah tangan cahaya, putih senantiasa
atau ia coba kenang lagi batas jerih
dari sebuah fantasi: teka-teki dongeng
yang getir meriwayatkan tahun-tahun luntur
hari yang berduka, diiringi kabut tipis, asap berselimut cahaya
arasy yang tak tersentuh tangan-tangan hamba paling biasa dan sederhana.
Surabaya, Agustus 2018
Muhammad Daffa, lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 25 Februari 1999. Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah media massa dan antologi bersama. Buku kumpulan puisi tunggalnya TALKIN(2017) dan Suara Tanah Asal(2018). Mahasiswa di Prodi Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga, Surabaya.