Puisi-Puisi Pilihan Dimas Arika Mihardja
MENGUAK MIMPI, 1
engkau
datang serupa bayang
mengeram
dalam tilam kelam
kelambu
tidur-jagaku
lalu
angin nyeret rahasia-mu
engkaulah
bayang itu
mengusik
tidur-jagaku
tiap
waktu luput mengusap wajah-mu
dalam
bayang rindu
kuseru
cuaca berdebu
engkaulah
bayang itu
mengetuk-ngetuk
rasa kantuk
lalu
dentam rebana bertalu-talu
di
hatiku yang merindu
Kota
Beradat, 930923
USAI DIALOG MALAM SAAT NAFIRI DITIUPKAN
usai
dialog malam
saat
nafiri ditiupkan
masih
kubaca kerling resah-resahku
kening
pun pecah di luas sajadah
siapakah
mampu membebat resah
resah
ngalir?
siapakah
mampu ngusap darah
ngalir
menyungai?
melaut
tanyaku tak berjawab
resah
ini makin melindap
aku
bayangkan:
aku
rebah tanpa desah di bawah terompah-mu
yang
maha indah
Sungaiputri,
1993
PADA TIRAI YANG MELAMBAI
pada
tirai yang melambai
terasa
ada badai. lalu mayatmayat terkulai
pucatpasi.
tiada suara
tawa
atau canda. di sini semua fana semata
hanya
seremoni belaka: doadoa sederhana
mengangkasa
pada
tirai yang melambai
ada
yang tergadai, seperti pantai landai
tempat
riak dan ombak berontak
atau
saling bantai, tak hentihenti mencumbui
karang,
teripang, juga segala bayang
pada
tirai yang melambai
kuuntai
tragedi—demi—tragedi
yang
tak kunjung usai
NISAN
kutandai
namaku pasti
di batu nisan ini
abadilah sebagai pualam
di batu nisan ini
abadilah sebagai pualam
2011
JANUARI 2010
kalender
bertanggalan
tiap
detik menitiklah darah kepedihan
waktu
melesat
menyayat
pohonpohon hayat
grafiti
dan kaligrafi
mengabadikan
puisi
orangorang
lahir
mengalir
di kedalaman pemaknaan
sampan
dan perahu melaju di hati
mengusung
keranda duka
jalan
penuh pendakian dan tikungan
di
puncak tanjakan januari terkapar
sendirian
Bengkel
Puisi Swadaya Mandiri, Jambi Akhir Januari 2010
NARASI SELUWANG
aku
hanyalah seluwang
menyisir
alir batanghari yang mengarus
di riak
dan ombak tak lelah kueja kail dan jejaring nelayan
yang
setiap saat mengancam ketenangan
hei,
siapa mendengar keluhku?
di
sepanjang alir batanghari
hidup
dan kehidupan seperti rumah terapung
meninggi
kala dari ilir mengalir hujan kiriman
kandas
di dasar ketika ada pendangkalan alam pikir
aku
terus menyisir di antara arus, riak, dan ombak
aku
adalah seluwang
merangkai
tembang di alir yang tenang
hei
siapa mendengar kidungku?
aku,
seluwang merindu nelayan pulang
bengkel
puisi swadaya mandiri, 2008
RESTORASI PUISI
:goenawan, sapardi, subagio
asmaradana,
kabarkan pada pariksit
senja
bangkit dan menara adalah penjara
tapi
engkau masih juga bicara tentang sepi
pada
catatan pinggir yang menggigir
: malin
kundang, kembali pulang!
dukamu
abadi, begitu serumu
dalam
bayangbayang semu
dalam
isak sajak yang sesak
tapi
terasa enak:
sonet,
biarkan bunga kembang!
adam di
firdaus bicara orangorang hitam
seperti
filsafat yang gelap
tapi
sajak tetaplah simponi y
ang
melupa pada tali:
bunuh
diri
bengkel
puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Dimas
Arika Mihardja lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959 dengan nama Sudaryono, dan
meninggal di Jambi pada 5 April 2018. Dimas adalah dosen di FKIP Universitas
Jambi sekaligus penyair yang produktif. Sejumlah buku puisi telah lahir dari
tangannya, antara lain: Upacara Gerimis
(1994), dan Dekap Aku, Kekasih (2014).
Puisi-puisinya
tersebar di banyak media massa, dan tergabung dalam sejumlah buku puisi bersama,
seperti Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa
Bandung, 1997), Angkatan 2000 dalam
Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000).
Dimas
merupakan sosok yang mengayomi, dia selalu menuliskan kritik atau apresiasi
sastra pada setiap buku baru (terbit) yang dia baca. Dia juga aktif menghadiri
acara pertemuan penyair di Nusantara.