Mahasiswa Abadi Pembelajar Sejati - Yeni Sulistiyani
Oleh Yeni Sulistiyani (Yeni Zein)
#KAWACA.COM - Belajar bukanlah proses yang mengenal cukup
dan selesai. Belajar tidak mengenal paripurna, juga tidak mengenal
tingkatan-tingkatan. Menurut saya tingkatan dalam belajar adalah bermula dari
kosong menjadi terisi lalu digunakan atau dipraktikkan (diaplikasikan) sehingga
membentuk dan memberikan perubahan sikap bahagia, menghargai proses dan
hasilnya. Belajar tak mengenal batas usia, tak mengenal batas jarak, ruang dan
waktu. Belajar dilakukan sepanjang usia selama napas berhembus selama darah
masih terus mengalir di seluruh arteri kita. Belajar tak pernah ada kata usai.
Belajar adalah sebuah proses perubahan
tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu. Belajar merupakan suatu proses yang
kompleks ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen
dan prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar kita
baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. Belajar juga merupakan proses
atau usaha dalam mengubah jati diri seseorang. Gagne berpendapat bahwa belajar
merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku
yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan
sesudah melakukan tindakan serupa. Perubahan terjadi akibat adanya suatu
pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan spontanitas atau refleks atau
perilaku yang bersifat naluriah. Dari pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa
belajar merupakan semua aktifitas mental atau psikis yang dilakukan oleh
seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara
sesudah belajar dan sebelum belajar.
Belajar adalah proses berpikir dengan
penjiwaan. Penjiwaan yang dimaksud adalah proses menyatunya aktivitas belajar
dengan suasana hati. Belajar adalah proses pematangan untuk mencapai titik
kesempurnaan relatif. Hal itu disebabkan setiap individu mempunyai kriteria
tujuan yang berbeda.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat
oleh individu yang dapat berlaku di mana pun dan kapan pun. Pembelajaran
mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran walaupun mempunyai konotasi
yang berbeda. Pengajaran bersifat memusatkan pendidik sebagai pentransfer ilmu
(teacher-centered learning). Sementara pembelajaran lebih bersifat berpusat
pada peserta didik (learner-centered learning).
Hal ini sebagaimana tersampaikan pada kata
kata bijak, "tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat" inilah
belajar sepanjang hayat. Hal ini dimaknai bahwa belajar dimulai sejak dini,
sejak permulaan kehidupan dimulai seorang bayi telah belajar sejak di dalam
rahim ibunya hingga nyawa terlepas dari raga yang melingkupinya. Belajar tidak
pernah berhenti sampai ruh terlepas dari raga.
Dalam konteks pendidikan, pembelajaran
dilaksanakan supaya peserta didik secara holistik dapat menguasai aspek
kognitif, aspek afektif, serta aspek psikomotor. Pengajaran memberi kesan hanya
sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran
menyiratkan adanya interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Oleh karena
itu, dalam konteks pendidikan lebih tepat menggunakan istilah pembelajaran.
Belajar menjadi sebuah kebutuhan pokok dalam
hidup. Tidak ada segala sesuatu pun dapat kita peroleh, kuasai, dan pahami
kecuali melalui proses belajar. Belajar menjadi begitu penting dan menjadi
sebuah keharusan. Belajar menjadi sebuah candu, semakin ingin, semakin ingin
dan semakin ingin tahu itu muncul di dalam benak kita maka semakin terus dan
terus kita ingin mempelajarinya. Disadari ataupun tidak seperti itulah kita
dalam hidup. Belajar menjadi candu yang terus menerus merasuki seluruh alam
fikir kita.
Kita pernah berpikir bahwa setelah lulus dari
tingkatan satuan pendidikan maka usailah belajar kita. Padahal sesungguhnya
tidak, belajar masih terus berlanjut. Balajar masih terus mencari ruang di
dalam diri kita dalam hal apa saja. Rasa ingin tahu kita yang begitu kuat
inilah yang mendorong kita untuk belajar. Bermula dari rasa ingin tahu kita
bertanya, mencari tahu maksud, bentuk, konsep lalu mengkonstruksinya menjadi
pengetahuan (kognitif) lalu kita memprkatikkan meski gagal beberapa kali hingga
mencapai titik keberhasilan (psikomotor) dari itulah terbentuk sikap perjuangan
yang tiada henti, optimisme, kepercayaan diri, kemandirian dan menghargai hasil
perjuangan (afektif). Tidak kita sadari bahwa tiga ranah kognitif, psikomotor,
dan afektif dalam belajar telah kita lewati. Dan inilah substansi belajar.
Kegagalan juga materi dari belajar. Ia
menjadi pemicu untuk terus belajar hingga mencapai titik keberhasilan yang
menimbulkan sikap optimisme, tidak mudah menyerah, dan yang paling baik adalah
kekuatan diri untuk menerima kegagalan serta bangkit dari kegagalan menuju
keberhasilan. Inilah perjuangan dalam belajar yang menjadikan kita jauh lebih
kuat.
Biasanya orang yang sering kali gagal akan
menjadi pribadi yang lebih kuat dibandingkan dengan orang yang nyaris tak
pernah gagal atau berada pada posisi yang senantiasa aman-aman saja/dalam zona
nyaman. Orang yang sering gagal dapat cepat menyadari tentang ketidaksempurnaan
diri dan akan sangat menghargai hasil karya serta sebuah proses sebagai sebuah
perjuangan yang bisa merupakan perjuangan yang panjang. Seseorang yang nyaris
tak pernah gagal dalam belajar atau dalam posisi aman terus biasanya akan merasa
benar-benar terjatuh bila mengalami kegagalan bahkan ia akan merasa sangat
buruk dan sulit menerima kegagalan. Di situ ia menyadari ketidaksempurnaan
adalah hal yang sangat buruk dan memalukan.
Menjadi mahasiswa abadi. Ini adalah kalimat
yang saya rasa tepat dalam istilah belajar karena belajar tidak pernah berhenti
di sekolah kehidupan, di universitas kehidupan. Seorang penjual bakso akan
belajar manajemen keuangan, manajemen akuntansi, manejemen pemasaran, dan
belajar menghitung bagaimana dia mendapatkan keuntungan dari modal usaha yang
dia miliki untuk dikembangkan agar tidak rugi. Ia akan terus belajar bagaimana
dapat menarik konsumen dari rasa bakso yang dimiliki, ia terus mencoba dan
mencoba mencari dan menemukan rasa bakso yang segar dengan citarasa yang pas
sehingga ramai pembeli dan untung besar. Itu semua terus dipelajari dengan
membaca, melihat, mendengar, mencecap, dan mengkaryakan dirinya dengan terus
bergerak. Penjual bakso akan merasa puas ketika pelanggan keluar dari warungnya
dengan penuh kepuasan karena kesegaran baksonya. Penjual bakso merasakan
keberhasilan dari seluruh usaha yang terus dia pelajari. Ia tidak pernah
berhenti berpikir dan belajar.
Inilah salah satu contoh belajar sepanjang
hayat. Kata belajar tidak dapat dihentikan bagi orang yang ingin terus
berkembang dan maju, bagi orang yang ingin mendapatkan kepuasan dari hasil
usahanya. Dan kepuasan disini yang terpenting adalah kepuasan terhadap
keberhasilan usaha keras dan tidak kenal lelah dan kemampuan untuk menghargai
hasil usaha dengan penuh rasa syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala. Betapa Ia
telah sempurna menciptakan kita manusia dengan diberikan akal dan fikiran untuk
menggali ilmu-Nya yang begitu luas bahkan lautan tinta pun tak cukup untuk
menuliskan ilmu Allah.
Belajar sepanjang hayat dimaknai sebagai
belajar sepanjang waktu, belajar untuk memaknai hidup, belajar untuk mengatasi
kesulitan hidup dan belajar untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Allah telah menjamin orang yang beriman dan
berilmu dalam Al Quran surat Al Mujadalah:11 yang artinya "Niscaya Allah
akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Imam Nawawi al Bantani mengatakan
"Ilmu adalah cahaya dan orang yang memiliki ilmu akan dimuliakan di
mana pun ia berada"
Berpikak pada itu semua, seluruh yang ada di
langit dan di bumi adalah sumber belajar. Tidak ada satu pun yang Allah
ciptakan dengan sia-sia, semuanya memiliki maksud dan fungsi. Hanya dengan
belajarlah kita mampu mengetahui hikmahnya. Mari kita dengan bangga untuk
menjadi mahasiswa abadi, menjadi pembelajar sejati. Belajar yang tak pernah
berhenti sampai titik akhir kehidupan kita.