Sebuah Persinggahan di Halte Puisi - Syarif Hidayatullah
Oleh Syarif Hidayatullah
*Penyair, dan dosen di Uhamka.
Puisi adalah jalan yang biasa. Ia bisa sebuah jalan ke rumahmu yang ada
di pedesaan. Kecil dan penuh kerikil. Namun, tak pernah menghalangimu sampai
tujuan. Puisi bisa juga jalan beraspal hitam yang penuh sesak dengan kendaraan.
Kemacetan yang ujungnya hanya dapat ditentang oleh kesabaran. Namun, tak pernah
membuatmu menghentikan laju dan berputar arah saat kerja atau tugas menunggu.
Begitulah jalan puisi. Ia sama saja seperti jalan lain yang selalu
dipandang dalam sudut yang saling bertentangan. Mudah dan Sulit. Menulis puisi
dikatakan sulit, bergantung pada sudut mana kita memandangnya. Kita tidak akan
pernah merasa sulit, jika kita tahu bahwa tujuan akhir dari perjalanan kata
yang kita tulis adalah sebuah puisi. Ya, seperti tujuan perjalanan-perjalanan
yang kita lakukan. Sekali menyalakan mesin, sekali itu pula kita akan sampai
tujuan.
Namun sebaliknya, jika kita tidak memiliki itikad terhadap nasib puisi.
Kita akan berbalik arah. Memutar haluan. Kembali ke asal. Kita tidak pernah
sampai pada tujuan.
Puisi-puisi dalam buku ini adalah gambaran bagaimana orang-orang yang
memilih untuk men-starter kendaraan puitiknya, untuk kemudian sampai kepada
tujuannya, puisi. Sebagai sebuah tujuan, tentu saja ada jarak yang harus
ditempuh. Jarak tujuan puisi pun demikian. Kita sampai pada pemberhentian yang
mana, halte apa, di kilometer berapa. Semua tujuan itu bergantung pada bahan
bakar yang digunakan serta mesin penggeraknya.
Dalam kumpulan puisi ini pun tergambar betapa puisi-puisi di dalam
kumpulan ini memunculkan pencapaian halte estetis puisi yang beragam. Ada yang
jaraknya sangat pendek, namun ada juga yang panjang. Lepas dari fakta tersebut,
para penyair dalam kumpulan puisi ini serta karya-karyanya bukanlah untuk
diperbandingkan dengan para penyair ternama seperti Sapardi Djoko Damono,
Sutarji Calzoum Bachri, dan Jamal D Rahman yang tentu saja memiliki pengalaman
estetik yang panjang sehingga perjanan kilometer puisinya sangatlah jauh.
Mereka, para penulis dalam kumpulan puisi ini, sebagian baru mendalami puisi
satu tahun terakhir, sebagian lagi tiga tahun terakhir. Artinya, spidometer
kepuisiannya masih sangatlah pendek. Dengan hasil puisi yang saat ini, maka
kita perlu berbangga.
Para penyair dalam kumpulan puisi ini adalah para penyair yang turut
serta dalam kelas menulis puisi yang saya adakan secara formal dua tahun
belakangan ini di Bengkel Sastra Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Sebenarnya pesertanya terbuka, lintas prodi. Namun, yang ikut
hanyalah mereka yang tergabung dalam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Kelas menulis puisi ini diselenggarakan adalah upaya untuk menyiapkan
para penyair yang potensial untuk mengasahnya dalam diskusi dan materi teknis
menulis puisi. Diskusi ini saya pimpin dengan waktu kegiatan seminggu sekali
selama kurang lebih tiga jam. Para peserta gratis. Hanya diminta komitmen
diawal untuk tetap hadir.
Namun dalam perjalanan kelas menulis puisi ini, banyak peserta yang
timbul tenggelam dalam rutinitas kampus yang padat. Izin ada acara A, izin ada
tambahan mata kuliah, dan seterusnya. Tidak apa. Meski dua orang yang hadir,
kelas ini tetap berjalan.
Selain saya sebagai pengisi, sesekali saya undang sastrawan. Tahun 2017,
saya mengundang penyair yang terkenal dengan puisi-puisi pagarnya, Sofyan RH.
Zaid asal Madura. Selain itu, penyair, Ali Ibnu Anwar asal Jawa Timur.
Hasilnya, syukur alhamdulillah, kini buku kumpulan puisi ini dapat
berada di tangan Anda. Kumpulan puisi ini memuat karya-karya peserta yang
mengikuti kelas menulis puisi pada tahun 2016 dan 2017. Puisi-puisi kiriman
mereka ini kemudian dikuratori oleh Wisnu Bagas Murtolo, yang dengan senang
hati turut pula mendampingi mereka melalui puisinya dalam kumpulan puisi ini.
Kumpulan puisi ini bukanlah kumpulan puisi pertama. Sebelumnya pernah
terbit, meski dalam buku elektronik. Seperti yang saya sampaikan di awal,
kegiatan pelatihan menulis puisi ini secara formal dua tahun belakangan, namun
sebelum-sebelumnya materi pelatihan menulis puisi menjadi agenda kegiatan
komunitas vanderwijck yang diseling-seling dengan materi kesusastraan lain yang
akhirnya hasilnya kurang memuaskan.
Mudah-mudahan, hadirnya kumpulan puisi ini menjadi salah satu bahan
bakar motivasi agar dapat sampai pada persinggahan halte-halte puisi
selanjutnya. Semoga pula, kelas menulis puisi lebih ramai, lebih bertenaga, dan
pesertanya istiqomah. Amin.
Dalam kesempatan ini, juga ucapan terima kasih saya sampaikan kepada
Dekan FKIP Uhamka, Bapak Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd., Kaprodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Prima Gusti Yanti, M.Pd., serta Bapak Dr.
Sukardi, M.Pd. terima kasih atas kalimat inspiratif yang menyertai buku ini, juga
terima kasih pula atas dukungannya selama ini atas kegiatan kelas menulis
cerpen.
Nama-nama lain yang tak saya sebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat
saya, tentu saja telah banyak membantu saya. Mohon maaf jika ikhtiar ini hanya
baru pada persinggahan halte ini.