Puisi Pilihan Samsudin Adlawi
PENA PANAH
1/
Maaf,
anak panahmu
kupatah-patah
kuraut-raut
jadi pena
2/
Zaman sudah
berubah,
eyang
3/
Hari ini
mata pena
bisa menembus
dada
tanpa ada
darah
tumpah
setetes
saja
/the sunrise of
java/
/2017/
PERAHU KITA
Apa pun
Perahu kita
Dayung jangan
Sampai
Patah
Ombak datang
Jangan dilawan
Ia kawan yang
Rindu pelukan
Badai
menghampiri
Jangan ciut
nyali
Ia selimut yang
Sempurnakan
Petualangan
Ingatlah ingat
Nenek moyang
Kita berpetuah
Samudera tempat
Tidur kita
/the sunrise of
java/
/2016-2017/
HANYA SOAL WAKTU
Meski terjal dan
berliku
Anak sungai
terus berlalu
Meliuki
palung-palung waktu
Demi tumpahkan
rindu
Di hilir kepada
Ibu
Bila tiba
masanya
Gunung es yang
keras
Dan beku akan
mencair
Bunga-bunga
bermekaran
Di tangkai musim
semi
Ternyata
Hanya soal waktu
Yang tabah akan
sabar
Yang sabar akan
tegar
/the sunrise of
java/
/2018/
BATU ZAMAN 4
: Danau Duka
Dukaku jatuh
Ke dalam kolam
Membauri airmata
Batu yang belum
lama
Ikut tenggelam
Mata kami
berjabat tangan
Lalu hanyut
dalam pelukan
Dukaku memeluk batu
Batu memeluk
dukaku
Di dasar kolam
kami berlabuh
Berbagi kisah
soal arti berpisah
/the sunrise of
java/
/2017/
AIR ZAMAN 1
seperti hidup
air terus
mengalir
mengular dan
menjalar
dari hulu sampai
hilir
menyusuri lembah
membelah sawah
seperti hidup
air terus
merambat
merambat dalam
otak
menyapu lumut
dalam jiwa yang
jumud
merambat dalam
darah
membuat semuanya
tercerna
air pun
mendaging
dan menulang
/the sunrise of
java/
/2017/
MEMANEN BINTANG
Terima kasih
bulan
Dengan sabit
yang
Kau kirim bisa
kupanen
Bintang
/the sunrise of
java/
/2017/
Samsudin Adlawi lahir 7 April 1970 di Banyuwangi, Jawa
Timur. Bergiat di sastra sejak kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Arab pada
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) Malang (sekarang Universitas Malang) dan tercatat sebagai pendiri teater Al-Karomi. Adlawi awalnya menjadi wartawan Jawa Pos di Banyuwangi tahun 1996 sampai
akhirnya dia dipercaya mendirikan Radar Banyuwangi dan menjadi direkturnya.
Karya-karyanya berupa puisi
dan esai terbit di sejumlah media, seperti Jawa Pos, Tempo, Memerandom,
danlainnya. Karya-karyanya juga tergabung dalam banyak buku bersama, antara
lain: Interupsi (1994), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka
(1995), Bangkit III (1996), Getar II (1996), Detak (1997),
Cadik (1998), Undharasa (2000), Wirid Muharam (2001), Dzikir
(2001), Antologi Puisi Tiga Bahasa Banyuwangi (2004). Sedangkan buku tunggalnya
adalah Jaran Goyang (2009), Haiku Sunrise of Java (2011), Malsalis (Malam Sastra Jurnalis,
2013), Rahasia Doa Sapu Jagad (LKiS, 2006), Kampanye Dunia Akhirat
(2009), dan Catatan Perjalanan Suci (2016).
Di tengah kesibukannya,
dia masih sempat menulis kolom mingguan Man Nahnu di Radar Banyuwangi, dan
juga memimpin Dewan Kesenian
Blambangan (DKB) Banyuwangi sekaligus menjadi salah satu motor literasi Banyuwangi. Sejumlah
penghargaan telah diraihnya, antara lain: Tokoh Inspirator Pengembang Budaya Daerah Banyuwangi
(Pemkab Banyuwangi, 2011), Tokoh Pendorong Perkembangan Sastra Indonesia Modern
di Banyuwangi (Hasnan Singodimayan Centre, 2012), dan Tokoh Sosial
Kemasyarakatan (PWI Banyuwangi, 2018).
Tepat di bulan ulang
tahunnya, April 2018 antologi puisi terbarunya akan terbit dengan judul Selingkar
Pedang Jalan Pulang.