Pengantar: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia - Nurel Javissyarqi
#KAWACA.COM - Jauh sebelum
menuliskan buku “Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri”
(terbitan SastraNesia dan PUstaka puJAngga, 2011), saya sudah terbiasa menulis
di facebook. Awalnya berupa bahan-bahan mentah di status, terus diposting di
ruang catatan fb, kemudian ke website, lantas di blogspot. Facebook bagi saya
sebagai tempat belajar menulis secara spontan, tentu sewaktu diunggah di
catatan fb, telah melewati perevisian, demikian pun sebelum dipublikasikan di
web, mengalami pengeditan serta penyimakan ulang. Dan manakala akan dibukukan,
saya tetap jenak membenahinya, ini karena sadar perihal ketumpulan nalar diri,
namun tentu sesudah tercetak, sangat siap bersikap; berbeda paham berlawan
data, Insyaallah…
Calon buku ini awalnya
bertitel “Membaca ‘kedangkalan’ logika Dr. Ignas Kleden?” dari pantulan esainya
Dr. Ignas Kleden yang berjudul “Puisi dan Dekonstruksi: Perihal Sutardji
Calzoum Bachri,” yang saya pikir perlu adanya pembongkaran. Ketika saya bedah
pelahan, ada yang melalui satuan kata-kata, kalimat, paragraf; saya temukan
kasus yang sangat mengecewakan, oleh sebab sampai kini tetap diabaikan para
kritikus sastra di Indonesia. Seperti perkara “Pidato Anugerah Sastra Dewan
Kesenian Riau, tahun 2000,” dan “Sambutan SCB Pada Upacara Penyerahan Anugerah
Sastra MASTERA, tahun 2006,” mengenai “Kun Fayakun” yang dirombaknya membentuk
kata-kata “Jadi maka Jadilah!” dan “Jadi, lantas jadilah!” Lalu soal kefatalan
kata-kata Taufiq Ismail, kehilafan Sapardi Djoko Damono, keragu-raguan Maman S.
Mahayana, dan keserampangannya Dami N Toda, Umar Junus, Abdul Hadi WM, serta
perihal Hari Puisi Indonesia, yang terlepas dari sejarah, ini mungkin mereka
terlalu lama dan terlanjur terbiasa dengan imajinasi, tanpa memperhatikan
riwayat sekelilingnya.
Penulisan awal buku
ini terposting di catatan fb tertanggal 15 Juni 2011 pukul 19:55 (Bagian I)
sampai tanggal 26 Oktober 2012 pukul 10:37 (Bagian XXIII), dapat dikata sudah
masuk 80%. Yang 10% lagi Bagian XXIV dari ranting ke satu hingga ke VI
tertanggal 4 Agustus 2013 pada website pustakapujangga.com. Sedangkan 10%
terakhir, penambahan sampai wujudnya buku ini sebagai Jilid Pertama buku
“Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia,” adalah Bagian XXIV di ranting ke VII
sampai Bagian XXV beserta lampiran-lampirannya. Maka dapat dibilang hanya
menempuh 2 tahun setengah. Sementara baru akhir tahun 2017 terbit, karena
persoalan pribadi yang harus dituntaskan, sekaligus menumpas segala
keraguan. Alhamdulillah, sedari lambannya perjalanan, malah
menemukan kematangan dari beberapa pembacaan terbaru, semisal pandangan yang
tetap saya pegang atas awal temuan, namun akhirnya dilepaskan demi mantabnya
buku ini diterbitkan!
Nurel Javissyarqi
Pengelana Waktu, tinggal di Dusun Pilang, Desa Tejoasri, Laren, Lamongan
(sebuah pulau kecil di daerah terpencil, yang dikelilingi aliran Bengawan Solo).
Pengelana Waktu, tinggal di Dusun Pilang, Desa Tejoasri, Laren, Lamongan
(sebuah pulau kecil di daerah terpencil, yang dikelilingi aliran Bengawan Solo).