Buku: Selingkar Pedang Jalan Pulang karya Samsudin Adlawi
Buku Puisi: Selingkar Pedang Jalan Pulang
Karya: Samsudin Adlawi
Penerbit: TareSI Publisher
Atak dan Sampul: Kamil Dayasawa
Cetakan Pertama: April 2018
ISBN: 978-602-50225-6-2
Harga: Rp 50.000,- (Gratis ongkir ke seluruh Indonesia)
Pemesenan: 0818 0734 7418 (WA)
-------------------------
MEMANEN BINTANG
Terima kasih bulan
Dengan sabit yang
Kau kirim bisa kupanen
Bintang
/the sunrise of java/
/2017/
-------------------------
MUKADIMAH
BUKU ini berisi 48 sajak. Tidak banyak, memang. Kenapa hanya 48. Ada alasan khusus. Terkait perjalanan hidup. Kebetulan usia saya 48 tahun pada 7 April 2018. Kebetulan pula di milad ke-48 gairah menulis puisi saya membuncah. Geloranya begitu besar. Lebih dahsyat dibading milad-milad sebelumnya.
BUKU ini berisi 48 sajak. Tidak banyak, memang. Kenapa hanya 48. Ada alasan khusus. Terkait perjalanan hidup. Kebetulan usia saya 48 tahun pada 7 April 2018. Kebetulan pula di milad ke-48 gairah menulis puisi saya membuncah. Geloranya begitu besar. Lebih dahsyat dibading milad-milad sebelumnya.
Gelora besar juga pernah saya alami pada
2014. Ketika menulis sajak-sajak haiku. Yang kemudian terbit dalam buku sajak Haiku
Sunrise of Java. Ketika itu begitu bertubi-tubinya intuisi datang. Lalu
saya rangkai intuisi-intuisi tentang keindahan Banyuwangi itu menjadi
haiku-haiku.
Seperti dalam sejak-sajak saya umumnya,
sajak-sajak dalam buku ini saya rajut dengan bahasa bersahaja. Saya hanya
berusaha menulis-indahkan apa yang saya lihat, saya rasakan, dan saya alami.
Tapi, boleh jadi, sajak-sajak dalam buku ini juga mewakili apa yang Anda lihat,
Anda rasakan, dan Anda alami. Sebab, sejatinya pengalaman hidup antarmanusia
seperti tali-temali. Saling nyambung. Saling bersesuaian.
Waba’du. Proses kreatif, apapun namanya, tak lepas
dari interaksi dan bahkan gesekan dengan para liyan. Dengan rendah hati saya
berterima kasih kepada istri dan anak terkasih saya (Hj. Ellysabeth Martha
Mardikaningsih dan Tasya Syams El-Diny). Lalu D. Zawawi Imron yang sabar
menjadi sparing proses kreatif
penulisan sajak, Hasan Aspahani yang menginspirasi judul buku ini, dan Sofyan RH.
Zaid yang mengizinkan buku ini terbit di TeraSi Publisher. Juga Pak Rida K.
Liamsi, Mas Ahmadun Yosi Herfanda, dan Wayang Jengki Sunarta di tengah
kesibukannya sudi meluangkan waktu menulis testimoni untuk buku yang saya
juduli: Selingkar Pedang Jalan Pulang. Judul itu merupakan gabungan dua
sajak. Yakni sajak pembuka ‘’Selingkar Pedang’’ dan ‘’Jalan Pulang’’ yang
menjadi penutup buku ini.
Banyuwangi, April 2018
Samsudin Adlawi
-------------------------
ENDORSEMENT
“Samsudin Adlawi memulai kepenyairannya
dengan bahasa yang sederhana. Karena itu kebanyakan puisinya terasa jernih
bahasanya. Baris-baris puisinya menyajikan pengalaman fisik yang diolah menjadi
pengalaman batin.”
-D. Zawawi Imron,
Penyair Celurit Emas.
“Puisi-puisi Samsudin Adlawi dalam
kumpulan Selingkar Pedang Jalan Pulang
ini bicara hampir semua masalah kehidupan dan catatan-catatan pengembaraan
spiritualnya. Tetapi temanya ditulis dengan kedalaman renungan.
Meskipun sajak-sajak alitnya (pendek) ringkas
dan terkesan meniru bentuk haiku, tetapi cukup mendalam. Renungan panjang. Ada
kemarahan yang terpendam seperti puisi-puisi tentang Rohingya dan juga
Palestina. Tapi banyak juga puisi-puisi yang penuh canda dan getir seperti
sajak-sajak pendeknya. Adlawi mencoba memotret suasana luka kehidupan di
sekitarnya dengan pandangan takzim seorang yang percaya kepada kebesaran Nya.
Menarik untuk ikut merenungkannya. Shabas.”
-Rida K Liamsi,
Budayawan, Penyair, dan Novelis.
“Sajak-sajak Samsudin Adlawi seperti jalan
tol menuju makna. Larik-lariknya pendek-pendek, dengan ungkapan-ungkapan yang
cenderung lugas dan memanfaatkan metafor-metafor alam yang dekat dengan
pembaca, namun tetap puitis. Dan, itulah keistimewaannya. Tidak banyak penyair
Indonesia yang berhasil memanfaatkan kata-kata lugas dalam menulis puisi dan
menghasilkan sajak-sajak yang indah dan mempesona. Adlawi adalah salah seorang
di antaranya. Karena itu, kehadiran sajak-sajaknya dalam tradisi perpuisian Indonesia
menjadi penting dan layak untuk diapresiasi.”
-Ahmadun Yosi Herfanda,
Pemimpin Redaksi Portal Sastra Litera (www.litera.co.id).
“Membaca puisi-puisi Samsudin Adlawi membuat
kita kembali merenungi hakikat kemanusiaan. Diksi-diksi dan metafora yang
dijalinnya atau pun pilihan tematiknya adalah upaya-upaya membangun jembatan
untuk perjalanan ke dalam diri. Di sisi lain juga membuka ruang simpati dan
empati pada penderitaan sesama manusia atau mahkluk lainnya.”
-Wayan Jengki Sunarta, Penyair, menetap di Bali.
-Wayan Jengki Sunarta, Penyair, menetap di Bali.
“Dalam sejumlah riwayat yang shahih, ada dua
ciri syair yang disukai oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu syair yang mengandung
hikmah, dan syair yang mengusung semangat. Bahkan nabi pernah beberapa kali
memuji penyair karena syairnya yang memiliki dua ciri tersebut, seperti Hassan
Ibn Tsabit. Dalam Selingkar Pedang Jalan Pulang karya Samsudin Adlawi
ini, saya menemukan dua ciri itu, misalnya pada puisi “Pena Panah” dan
“Perahu Kita”.
-Sofyan RH. Zaid, penyair, dan editor.
-------------------------
TENTANG
Samsudin Adlawi lahir di Banyuwangi, 7 April 1970. Menjadi wartawan
Jawa Pos sejak 1996. Lalu diberi kepercayaan mendirikan Jawa Pos Radar Banyuwangi pada 1999. Di tengah kesibukannya sebagai wartawan dan Direktur Jawa Pos Radar Banyuwangi, masih
aktif menulis catatan mingguan di kolom Man
Nahnu Jawa Pos Radar Banyuwangi. Tulisan-tulisannya juga dimuat di halaman
Opini, Resensi Buku, dan Ruang Putih (Saujana) Jawa Pos. Tulisan kolomnya juga dimuat di rubrik Bahasa! Majalah
Tempo.
Dua bukunya yang
sudah terbit adalah: Rahasia Doa SapuJagad (LKiS, Februari 2006)
dan Kampanye Dunia Akhirat
(Jaringpena, Maret 2009). Selain aktif menulis esai, juga giat
menggubah puisi. Karya puisinya terantologikan dalam
buku puisi Interupsi (1994), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka
(1995), Bangkit III (1996), Getar II (1996), Detak (1997), Cadik
(1998), Undharasa (2000), Wirid Muharam (2001), Dzikir (2001), Antologi Puisi Tiga Bahasa Banyuwangi (2004). Buku puisi tunggalnya
terbit pada 2009 (Jaran Goyang) dan
pada 2011 (Haiku Sunrise of Java).
Karya puisinya
juga terantologikan dalam buku puisi Malsalis (Malam Sastra Jurnalis) tahun 2013,
antologi puisi religi Ziarah Sunyi
(Imagi, 2017), Menderas Sampai Siak
(Kumpulan Puisi Penyair Nusantara 2017, KSRS Riau-Imagi), Jejak Air Mata: Dari Sittwe ke Kuala Langsa (Antologi Puisi
Kemanusiaan dan Anti Kekerasan, Daulat Press, Jakarta, 2017) dan Akulah Damai, Puisi Persatuan Indonesia
(BNPT-IPSC, 2017). Namanya tercatat dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia
(Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Kini aktif memimpin Dewan Kesenian
Blambangan (DKB) Banyuwangi.
Tercatat sebagai
penerima penghargaan: Tokoh Inspirator
Pengembang Budaya Daerah Banyuwangi (Pemkab Banyuwangi, 2011), Tokoh Pendorong Perkembangan Sastra
Indonesia Modern di Banyuwangi (Hasnan Singodimayan Centre, 2012), dan Tokoh Sosial Kemasyarakatan (PWI
Banyuwangi, 2018).
Baca juga:
Prolog: Hasan Aspahani: Puisi-puisi yang Menemukan Jalan Pulang
Baca juga:
Prolog: Hasan Aspahani: Puisi-puisi yang Menemukan Jalan Pulang