Siapapun Mampu Berpuisi - Sugiono MP
oleh Sugiono MP
#KAWACA.COM - Setiap orang, siapa saja, pada hakekatnya mampu berpuisi. Bahkan yang buta aksara pun, bisa berpuisi secara lisan. Sebelum kelahiran aksara pertama di bumi, puisi cukup diucapkan. Keindahan irama kekata oral diadopsi dari suara-suara alam. Bunyi desau angin, desir dan gemericik air, desau gelombang, debur ombak, rincik hujan, ciap anak unggas, nyanyian burung, lenguh satwa, dan aneka suara lainnya, adalah guru laku yang ditiru oleh manusia dalam merangkai kekata.
#KAWACA.COM - Setiap orang, siapa saja, pada hakekatnya mampu berpuisi. Bahkan yang buta aksara pun, bisa berpuisi secara lisan. Sebelum kelahiran aksara pertama di bumi, puisi cukup diucapkan. Keindahan irama kekata oral diadopsi dari suara-suara alam. Bunyi desau angin, desir dan gemericik air, desau gelombang, debur ombak, rincik hujan, ciap anak unggas, nyanyian burung, lenguh satwa, dan aneka suara lainnya, adalah guru laku yang ditiru oleh manusia dalam merangkai kekata.
Kata sebagai sarana komunikasi, penyampai maksud dalam ranah pergaulan, piranti penata kehidupan di bumi, merupkan perpanjangan dari bahasa isyarat, bahasa ekspresi ragawi untuk menyatakan isi hati dan maksud serta tujuan. Rasa kagum akan keindahan alam, keelokan cercah-cercah mentari yang tersembul dari lekuk-mekuk hutan bebukitan, pesona fajar yang merona jingga, pun ketika cahaya surya pelahan meninggalakan hari dan pergi di balik ufuk barat, atau warna-warni bianglala di cakrawala, komposisi gunung-gemunung, lembah, ngarai, tebing-tebing dan lurah-lurah, liris garis pantai, riak air laut yang berkejaran, gulung gemulung ombak yang bergelobang dan alun yang menuju tubir pasir, semua itu tertangkap oleh rasa estetika yang terbekalkan manusia oleh kehidupan, dan merasuki jiwa, lalu mereka mengekspresikannya lewat kekata.
Juga rasa cinta, kasih sayang, iba, rindu-pilu, resah-gelisah, amarah, dendam, akan terledakkan lewat gerak tubuh, ekspresi, ucap kata, dan jika perlu tersuratkan, tertuliskan. Itulah, begitulah, awal-mula dan mula-buka keberadaan puisi, pun sastra.
Jadi, pada hakekatnya, setiap orang telah terbekali naluri bersajak. Masalahanya naluri itu terpelihara atau tidak, terpulang bagaimana minat dan lingkungan pergaulan seseorang. Oleh karena itu jangan pernah ragu dan bimbang untuk berpuisi, bersyair, menuliskannya dalam saloka kekata. Kalian pasti bisa sebab kalian memiliki modal dasarnya. Persoalannya adalah, bagaimana dengan kadar puisi yang kalian guritkan itu. Gelimang pergulatanmu, lingkup pergaulanmu, mimpi-mimpimu, turut mewarnainya di tengah guliran waktu. Nah, kutunggu puisimu. Salam sastra maya.
Bogor, 080318
Sugiono MP/Mpp adalah wartawan, penulis biografi, memori, dan histori yang lahir di Surabaya, 9 Desember 19530. Sempat meraih Hadiah Junarlistik Adinegoro untuk metropolitan (1984) dan Penulis Pariwisata Terbaik (1984). Bukunya yang sudah terbit: Belajar dan Berjuang (1985), Srikandi Nasional dari Tanah Rencong (1987), Sang Demokrat Hamengku Buwono IX (1989), Jihad Akbar di Medan Area (ghost writer, 1990), Menjelajah Serambi Mekah (1991), Ketika Pala Mulai Berbunga (ghost writer, 1992), Melati Bangsa, Rangkuman Wacana Kepergian Ibu Tien Soeharto (1996, Persembahan Wiranto), Pancaran Rahmat dari Arun (1997), Biografi Seorang Guru di Aceh (2004, biografi Prof. DR. Syamsuddin Mahmud), Anak Laut (2005, biografi Tjuk Sukardiman), Selamat Jalan Pak Harto (2008), Pengabdi Kemanusiaan (2010), dan Aceh dalam Lintasan Sejarah 1940-200 (2014).
Dia pernah bekerja di beberapa penerbitan, antara lain: Sinar Harapan (s/d 1984), Majalah Sarinah (1984-1988), Majalah Bridge Indonesia (1990-1995), Harian Ekonomi Bisnis Indonesia (1996), dan Komunikasi (1998). Kini dia sebagai Pemimpin Redaksi majalah online NEOKULTUR.