Penyair dan Ulama yang Teranianya - Muklis Puna
Hamzah Fansuri Penyair dan Ulama yang Teranianya
Oleh Muklis Puna
Oleh Muklis Puna
#KAWACA.COM -Hamzah Al- Fansuri seorang sastrawan dan ulama terkenal pada abad ke 16. Tokoh fenomenal ini dilahirka di daerah selatan Aceh atau lebih dikenal dengan daerah Fansur tepat di kampung Oboh. Sastrawan pertama Indonesia ini versi Profesor Dr. A.Teuw berkebangsaan Eropa. Hal ini dibuktikan dengan getolnya A. Teuw meneliti tentang sastrawan melayu pada saat Belanda menjajah Indonesia. Tulisan ini tidak mengupas tentang wafat dan lahirnya tokoh Hamzah Al- Fansuri yang mengundang sejumlah tanda tanya besar sampai hari ini. Penulis membagi tulisan ini dalam dua bahagian besar yaitu Hamzah -Fansuri sebagai sastrawan besar yang terkenal Se-Asia Tenggara dan ulama besar pertama di Aceh masa kerajaan Sultan Alaidin Riayatsyah.
Sebagai penyair pertama Indonesia Hamzah Al-'Fanzuri telah menghasilkan syair - syair yang bersumber dari pemahamannya secara konferehensif terhadap Islam secara kaffah. Salah satu ajaran yang digeluti beliau terkenal di nusantara adalah aliran tasauf. Ajaran tasawuf yang dipopulerkan oleh Beliau dikenal dengan aliran wujudiyah. Dalam aliran ini jelas adanya penaruh Ibn Arabi. Ajaran ini pula yang kemudian dilanjutkan oleh Syamsuddin Al-Sumatrani yang seterusnya dikembangkan dan dinamakan dengan martabat tujoh (seven grades). Dalam kapasitasnya sebagai alim sufilah Hamzah Al- fansuri. Syair syairnya telah mempengaruhi perkembangan sastra Melayu abad ke 17 dan 18 M. Selain itu banyak toh –toh sastra yang memberikan label bahwa syair-syair beliau adalah beliau merupakan cikal bakal dunia perpuisian Indonesia. Setiap syair beliau selalu mengedepankan aspek ketuhanan sebagai sumber utama keindahan. Inilah yang dipandang sebagai aspek mistikal atau dimensi esoterik dari Islam. Hal inilah termasuk salah satu aspek Islam yang paling indah. Syair Perahu adalah salah satu karya Hamzah Al- Fanzuri yang fenomenal. Syair Perahu dikenal baik oleh pelajar, mahasiswa, para peneliti sastra Indonesia berabad-abad setelah zamannya. Padahal sebelumnya, karya-karya Hamzah Fansuri tidak boleh dibaca atau dipelajari, bahkan diberangus oleh ulama kerajaan yang berkuasa pada masa kesultanan Iskandar Muda. Perseteruan bathin dengan dengan ulama dari Agra (Nuruddin Ar- Raniry) telah membawa dampak negatif terhadap kumpulan karya sastra bernuansa sufi. Dalam sebuah artikel disebutkan bahwa ratusan kitab–kitab Hamzah Al-Fanzuri dibakar di depan Mesjid Raya Baiturrahman pada masa kesultanan Iskandar Muda. Dengan kata lain, Nuruddin Ar- Raniry berhasil mempengaruhi pihak kerajaaan tentang keberadaan isi dari kitab –kitab Syaikh Hamzah Al- Fanzuri.
Penyair sufi yang banyak mengadopsi petikan ayat Al-Qur’an, Hadis, pepatah dalam bahasa Arab dijadikan metafor hingga memunculkan ritme syair yang bernuansa nilai-nilai ketuhanan. Menurut Abdul Hadi W.M. (2001: 219-27) Citraan konseptual penulis-penulis sufi Arab Persia seperti Bayazid al-Bisthami, Mansur al-Hallaj,Junaid al-Baghdadi,Imam al- Ghazali, Ibn`Arabi, Fariduddin al-`Aththar, Jalaluddin al-Rumi, Fakhrudin `Iraqi dan lain-lain. Terdapat kurang lebih 1200 kata-kata Arab dijumpai dalam 32 syair Hamzah Al- Fansuri. Ini sungguh luar biasa untuk penyair sekaliber beliau. Derasnya proses Islamisasi untuk pertama kalinya dalam sejarah menimpa bahasa, budaya dan sastra Melayu pada abad ke-16 M. Ditinjau dari pergolakan Islamisasi dalam sejarah panjang dalam sistem kesultanan Alaidin Riayatsyah dan Sultan Iskandar Muda. Wajarlah Aceh mendapat julukan Negeri Serambi Mekkah.
Ketika sang penyair sufi sudah meninggal, maka bermuncullan orang -orang yang baru bangun dari seliimut membukka tabiir keistimewaan beliau. Pencaraian s-yair syair peninggalan beliau terutama yang berhubungan dengan proses mencari tuhan diburu dalam dunia literasi dunia dan nasional. Dari sekian banyak pemikiran tawasauf beliau dilumat si jago merah. Hal ini telah meninggalkan bara dalam dada pengikut setianya. Terlepas dari kontrovesi masa hidup beliau pada masa kesultanan Sultan Alaidin Riayatsyah dan Sultan Iskandar Muda. Beliau pernah menempuh pendidikan di Arab Saudi dan menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok nusantara. Penulis produktif ini telah menghasilkan karya risalah keagamaan dan juga prosa yang sarat dengan ide-ide mistis. Selain menulis tentang karya-karya bernuasa tasawuf beliau juga menguasai bahasa Arab, bahasa Parsi, dan menguasai bahasa Urdu. Kepopuleran nama Hamzah Fansuri tidak diragukan lagi, banyak pakar telah mengkaji keberadaannya lewat karya-karyanya yang monumental.
Paham dan pemikiran tasawuf Hamzah Al- Fansuri yang dibawanya bersama seorang muridnya bernama Syamsuddin Al-Sumatrani. Mereka memainkan peranan penting dalam membentuk pemikiran dan praktek keagamaan kaum Muslim Nusantara pada paruh pertama abad ke- 17 M. Ajaran-ajaran mereka sangat dipengaruhi oleh karangan-karangan Ibnu Arabi dan Al-Jilli. Misalnya, bahwa alam raya merupakan serangkaian emanasi neo-platonisme, dan menganggap setiap emanasi adalah aspek Tuhan. Tuhan sebagai wujud tunggal yang tiada bandingan dan sekutu menampakkan sifat-sifat kreatif-Nya melalui ciptaan-Nya. Pendapatnya ini merujuk pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, ayat 151 yang artinya “ Kemanapun kamu memandang akan tampak wajah Allah”. Paham ini menyebabkan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin dituduh sesat dan menyimpang. Pemikiran mareka akhirnya ditentang oleh ulama-ulama besar Aceh yang datang belakangan .
Semua karya dan kitab Hamzah Fanzuri mengangkat tema tentang ketuhanan. Ini sesuai dengan bidang yang digelutinya selama bertahun -tahun. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Hamzah Al- Fansuri merupakan ulama dan sastrawan yang fenomenal hanya dikenali oleh sebagaian masyarakat kecil di Aceh sampai hari ini. Di kancah kesusastraan melayu beliau dikenal sebagai pelopor utama dan ulama besar yang pernah mengeluarkan fatwa demi Aceh bermartabat. Karena pemahannya terhadap proses bergelut dengan tuhan dianggap berlawanan dengan umum telah membuat nama dan karyanya teraniaya. Pengaruh ulama besar yang datang belakangan seperti Nuruddin Ar-raniry dan Syaih Abdul Rauf Al Singkili telah menggusur nama pujangga dunia ini di mata masyarakat Islam nusantara khusunya sebagai penyair sufi yang menganut aliran wahdatul wujud yang belum ada tandingannya di negeri ini.
Sebagai penutup penulis menyajikan satu penggalan syair Hamzal Al- Fanzuri
Sidang Fakir Empunya Kata
Tuhanmu zhâhir terlalu nyata
Jika sungguh engkau bermata
Lihatlah dirimu rata-rata
Kenal dirimu hai anak jamu
Jangan kau lupa akan diri kamu
Ilmu hakikat yogya kau ramu
Supaya terkenal akan dirimu
Jika kau kenal dirimu bapai
Elokmu itu tiada berbagai
Hamba dan Tuhan dâ‘im berdamai
Memandang dirimu jangan kau lalai
Kenal dirimu hai anak dagang
Menafikan dirimu jangan kau sayang
Suluh itsbât yogya kau pasang
Maka sampai engkau anak hulu balang
Kenal dirimu hai anak ratu
Ombak dan air asalnya satu
Seperti manikam much îth dan batu
Inilah tamtsil engkau dan ratu
Jika kau dengar dalam firman
Pada kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Furqân
Wa Huwa ma‘akum fayak ûnu pada ayat Qur‘an
Wa huwa bi kulli syai‘in muchîth terlalu ‘iyân
Syariat Muhammad ambil akan suluh
Ilmu hakikat yogya kau pertubuh
Nafsumu itu yogya kau bunuh
Maka dapat dua sama luruh
Mencari dunia berkawan-kawan
Oleh nafsu khabî ts badan tertawan
Nafsumu itu yogya kau lawan
Maka sampai engkau bangsawan
...