Puisi-Puisi Kurliadi
DOA HAMBA
SAHAYA
jika bukan karena cinta dan hidup
aku sudah redup tak degup
dalam kebisingan qunut umur
yang terus berlanjut ke bilik uzur
mengatakan pada pintu doa
lebih i'tizal dari bisa airmata
menanam namaMu sambil terpejam
hanya bayang harapan beradu karam
lihat tubuhku, hanya rindu berkarat
menunggu tahiyat cinta bermunajat
menghitung cara untuk lebih dekat
padaMu yang maha dzat
perancang warna nasib sebagai pengingat
padaku padamu yang terus bermukim di maksiat
karena aku adalah tanah belum gembur
ditanami godaan yang menjamur
khilaf waktu ibadah sering terkubur
sibuk berhias di cermin dunia yang kufur
maka jalan tempat kembali
hanya bersujud pada ilahi
merancang harapan doa kembali
kepada hidup telah tersesali
tidak lagi mengulang yang lalu, lali
padahal maut berdiri di dada sebelah kiri
tak terbaca kapan tiba menghampiri
sebagai akhir kembali ditimbangi
berat amal baik buruk terkecuali
di pintu mana aku masuk surga neraka air api
sebab aku hanya bisa menangisi
bagaimana anak cucu nasibnya kemudian hari
lahir kembali pecah abadi
2016
DI SUDUT
REMANG
menancaplah sunyi di reranting bunga bakung
dibawa oleh angin musim semi
hingga telapak daun-daunnya menukar birunya dengan cinta
di langit
jauh di sudut remang, kunang pasrah dihempas kecemasan
tiadanya kembalinya hujan
inilah yang kuhafal dari tahun yang sedang berkabut putih
kita sedang mananti jalan, di mana khat dari rencana
adalah kasih sayang yang terlepas dari tali temalinya
ciumlah bau malam yang terletak di bantal tidurmu
sejauh ini aku belum menemukan nafas sunyi menjadi teman
sebab ketiadaannya telah menulis suara-suara liku tentang
di mana dulu lahir sebuah nama dari cuaca
yaitu cinta kita kepada alam
yang selalu ada dan melahirkan jiwa-jiwa cahaya
2016
KEBERANGKATAN KE
TUJUH
siapakah
yang menulis sebuah jalan di sana
enam
hari dari keberangkatan dan ucapan selamat tinggal
bila
telah tiba, dan arah qiblat tetap sama di nama tuhanmu
adakah
yang tersisa, kecuali waktu yang ampas dan sakau di kamar sendiri
setelah
hari ini, kesendiran akan tetap sama dan bau malaikat selalu tercium dari
lubang kukumu
ada
banyak pertanyaan kepadamu, itu kembali padamu
sejak
lahir atau sejak kau mengenal hidup yang sesenggukan tertanam dosa
begitu
kau salah, hancurmu berkeping
ini
sudah takdir dalam keyakinanmu
sebab
tanah mahsyar dan barza telah menunggu segala aba
bahwa
kembalinya kita hanya untuk sebuah jawaban yang tak sia
agar
kau tahu, sementara adalah daging dari usia
2016
Kurliyadi lahir di kepulauan Giligenting, Sumenep, Madura. Tercatat sebagai alumni pondok pesantren Mathali’ul Anwar, Pangarangan, Sumenep. Puisi-puisinya telah dimuat sejumlah
media, seperti Waspada, Banjarmasin Post,
Indo Pos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Harian Cakrawala Makassar, Jogja
Review, Post Bali, Radar Surabaya, Malang post,Analisa, Padang Express, Minggu Pagi, Harian Fajar Sumatera, Harian Fajar Makassar, Harian Rakyat Sultra,
Sastra Sumbar, Detak Pekanbaru. Puisi-puisinya
juga tergabung dalam sejumlah buku puisi bersama, antara lain: Puisi Untuk Padang (2011) Nyanyian Langit ( Ababil 2006 ) Nemor Kara ( Balai Bahasa Surabaya 2006
), Indonesia Dalam Titik 13 ( Lintas
Penyair Indonesia, 2013 ) Jejak Sajak di
Mahakam ( art.lanjong foundation, 2013 ) Kepada Bekasi ( Forum Sastra Bekasi 2014 ) Solo Dalam Puisi ( Festival Sastra Solo 2014 ) Tifa Nusantara ( TKSN 2014 ), Jaket
Kuning Sukirnanto ( KSI 2014), Lentera
Sastra II ( Antologi puisi lima negara 2014 ) Saksi Bekasi ( Forum Sastra Bekasi 2015 ) Sajak Puncak ( Forum Sastra Bekasi 2015) Nun ( INDO POS 2015 ) Dari
NegriPoci 6 ( Radja Ketjil 2015 ) Memandang
Bekasi ( KSSB 2015 ) Ketam Ladam
Rumah Ingatan ( lembaga seni dan sastra reboeng 2016). Kini tinggal di
Cirebon.