Puisi-Puisi Trisa
Puisi
puisi adalah jalan sunyi
dekapan yang paling berbunyi
mengembara di lembah-lembah emosi
meretakkan tanah,
namun tulus menumbuhkan pohon pengertian
puisi nyaman tinggal di ujung sepi
tentang bulan sabit yang turun hati-hati
tentang memilih hidup atau mati
Yogyakarta, 291021017
Terus Bertumbuh
aku pergi jauh, jauh sekali
melewati jurang dan tebing
sampai di ketinggian;
hatiku sendiri
tanganku kujadikan sauh
menambat di tempat terdekat; hatimu
hingga segala jarak dilupakan
bacalah, embun keluar
dari kedua mataku
menjelma bukit berbaris
membawa makna sebaris
ingin aku menatapmu berlama-lama,
mengingat kisah yang begitu lama,
seperti angin yang begitu berwarna.
dan ingin aku menjadi daun
yang terus bertumbuh,
seperti aku menumbuhi; waktumu
Yogyakarta, 29102017
Kemerdekaan Nurani
Kita pernah berdiri,
sebagai pohon yang dikebiri demi kemegahan dan jati diri.
Tanah kita luka, bumi kita sembab.
Betapa benih-benih baru runtuh sebelum tumbuh.
Lenyap sudah hutan gambut awan berkabut.
Kita pernah berenang,
sebagai ikan di pukat yang tiada tenang.
Bunyi kecipak sirip tiada terdengar lagi.
Kail dan joran jadi sahabat karib.
Rindulah ikan tempatnya benam garam.
Kita pernah berkumandang
lagu Indonesia Raya yang terpandang.
Kemanakah suaramu yang garuda ?
Terkadang hilang dalam rimbunan sekepal daging
yang dikoyak sebilah pisau.
Kemerdekaan bukanlah kata-kata.
Ia adalah adu mulut di gedung pemerintahan
Hitam yang diputihkan dan putih yang dihitamkan.
Rintihan orang-orang sakit yang terlantar karena birokrasi.
Sementara perempuan-perempuan menangisi penggusuran.
Pesta hiruk pikuk saling adu timpuk dalam satu periuk.
Anak-anak menangis menadah getir air susu
yang sudah tak keluar lagi.
Buruh murahpun meruah tak tahu arah kemana harus bekerja.
Budi pekerti dipasung hedonisasi.
Budaya hanya ada di koran dan televisi tanpa perwujudan.
Sungguh kemerdekaan sudah kehilangan tembang.
Sungguh aku rindu hujan serupa senyum petani saat panen tiba.
Atau laksana kanak-kanak yang memainkan tradisi lama
saat bulan purnama.
Duhai majas nusantaraku, aku rindu sesuatu yang kultum dari
bibirmu.
Untuk mengerti air mata, haruskah meneteskan darah terlebih dahulu?
Yogya, 29102017
Trisa, lahir di Solo 16
September, kini tinggal di Yogyakarta. Alumni Fak. Pertanian UNS ini telah
menerbitkan buku puisi: Astungkara Cinta (2017). Trisa mencintai apa saja terkait dunia literasi.
Baca Juga: