Puisi-Puisi Amiri Kulala
Pesta Kita
kutuang lagi secawan anggur,
di pesta malam, malam ini
menikmati kebebasan kita,
menari dan berdansa.
aroma alkohol dan parfum beradu dalam pelukan,
dalam temaram mencari jejak kesan,
redup lampu ruang
mengirim bisik ke detik
musik berganti, dari telinga ke lubuk hati.
seperti gerai rambutmu,
jiwaku pun anggur
di bawah kerlap-kerlip lampu disco,
kita semakin dahaga
seketika mataku nanar memandangmu,
anginmu mampu mencipta ombak di hatiku.
mata saling bertemu dan bibirmu
mengalirkan madu
kupapah tubuhmu menuju kamar peradaban
kita sempurnakan pesta
seperti agama
hingga pagi menjadi buta
lalu seperti sepasang pengembara,
kita terus memacu kuda
ke arah yang sama
Sabda Malam
1/ tatap malam..
marak zikir..
hampa rasa...
jelajah makna..
2/ hilang bulan..
sembunyi bintang..
raib pandang..
di hati damai..
3/ rasa tiada..
hamba sahaya..
cinta di jaga..
rindu berdua..
dalam sabda yang
nyata.
Rokat Nemor
malam itu bulan tua datang
cahayanya mengiringi ratusan kaki menuju altar.
sebuah batu menghampar di samping kecil telaga
senampan kembang setaman,
dan jajan ribu rupa,
aroma dupa juga kemenyan,
melengkapi rokat, malam tanpa rakaat.
Semua duduk bersila berbentuk lingkaran
serupa gelang rahasia
detik menyambut hening
lalu rebah ke hati yang bening
niat disemat
puji diucap
berangkat dari tanah basmala
melayari laut nyala
gemericik air pancoran
melukis rintik hujan
lampu conglet berasap wayang,
di dadanya bintang ke hulu berenang
tak dhemmong ghurjhem
musik mulut mengulum
melahirkan rindu di tengah malam
pada puncak pemujaan
beribu ayat tumbuh dan mekar
ke atas nampan akar menjalar
ke mata bula bertuju
ke hati huhu menyatu
Sejarah Malam
malam ini akhirnya kau datang juga
saat ribuan bingkai sajak meronta
dalam kepulan asap rokokku
aku curiga
aroma parfummu adalah kilatan pedang
yang menusuk dan mengoyak otakku
aku ingin malam ini, malam penuh sejarah
tentang ganasnya diam dan golak kesepian
jauh dari dasar kejujuran,
kau bisikkan tentang kisah Layla
dan aku uraikan siasat Qais
merawat cinta dalam kegilaan
ini malam pertaruhan
karena ribuan sejarah akan kita tulis
di atas puncak keniscayaan yang masih
tersuapi ketulusan
Bisik Tuhan
saat tidur benar-benar milik mereka
kupanggil engkau, Za
ini tentang kemarin
di mana secuil rindu yang kau selipkan di ujung jumpa
getarnya sampai pada jantung
aku tahu, semua bukan kebetulan
juga bukan kehendakmu, Za
ini bisik Tuhan padaku
bahwa sepotong harap yang selalu kusiratkan
mulai terbaca lewat bahasa tubuhmu
aku hanya mampu berkata
:kalau sekuntum melati yang tumbuh di tanganku
kelak akan menjadi kalungmu
Amiri Kulala, lahir di Sumenep, 15 September 1974. Ketertarikannya pada puisi dimulai dari seringnya membaca al-Qur’an dan kitab-kitab
klasik yang ternyata banyak mengandung nilai-nilai sastra. Sebagai seorang
santri, dia juga mengenal ilmu balaghah dan arudh terkait
penulisan syair dalam bahasa Arab. Pria yang menyukai seni bela diri ini kini
tinggal di Bangkalan sambil terus menulis secara otodidak. Dia bisa dikontak melalui +62 852-5766-8678.
Baca Juga: