Puisi-Puisi Marina Novianti
Puisi-Puisi Marina Novianti*
Tentang Seruling
nada-nada seruling bambu
lahir dari pori-pori buluh
menjelma syair tentang senja
yang hampir purna dilumat
kelam
ketika udara diembuskan
seruling terbangun dari
pertapaan
bergetar. menjalar ruh
berkuasa
tersayat lengking pertama
adalah sang peniup hampa
yang melantun kemudian
tembang cinta atau ratapan
seruling menentukan
nada-nada seruling bambu
lahir dari pori-pori buluh
tentang senja bergulir malam
hingga menjelang tidur panjang
MN, Agustus 2014
Simfoni Setelah
Senja
Setelah senja, satu-persatu
spektrum warna
berpamitan, dengan semburat
paling mesra
“Bukan, bukan meninggalkanmu.
Sekejap, sekejap saja kami
berlalu.
Bahkan kegelapan tak pernah
mampu
memadamkan pendar kami padamu.
Dalam kelam, pahamilah:
Tiada malam yang cukup kejam
hingga sanggup memisahkan
cakrawala dari samudera.
Dan saat paling buta, kau pun
melihat.”
MN, Mei 2016
*Bernama lengkap Marina Novianti boru Tampubolon, lahir
di Medan, 21 November 1971. Perempuan yang dikenal sebagai “penyair seruling”
ini merupakan jebolan IPB Fakultas MIPA Jurusan Biologi. Puisi-puisinya sudah
tersebar di sejumlah media dan buku puisi bersama. Buku puisi tunggalnya
berjudul Aku Mati di Pantai (bilingual, Rayakultura), Pendar Plasma
(Teras Budaya), dan kumpulan cerpen Lelaki Berusia Sehari (Teras
Budaya). Selain itu, dia juga banyak menulis buku pelajaran sekolah, dan buku pendidikan anak. Saat
ini berprofesi sebagai kepala sekolah SD dan SMP di sebuah sekolah di Medan,
sambil mempersiapkan buku kumpulan puisinya yang ketiga.
Baca juga: