Di Benteng Marlborough, Adam dan Hawa Bertemu - Shine Ane El-Poesya
Di Benteng
Marlborough, Adam dan Hawa Bertemu
Esai: Shine
Ane El-Poesya*
Jika kita melihat
berbagai macam bangunan peninggalan atau berbagai situs-situs sejarah di dunia
ini, maka kita akan merasakan rasa takjub dan kekaguman yang sangat kepada apa
yang telah dihasilakan oleh perjalanan peradaban umat manusia.
Kita bisa melihat
Piramida mesir yang dibangun dengan lebih dari 2 (dua) jutaan blok batu, Pulau
Paskah Polisenia yang berisi 887 Patung, Chartres Catedral Prancis yang bergaya
Gothic abad pertengahan, Collosseum Romawi, Biara Hyrominites di Lisbon yang
menjadi biara termegah dengan menggunakan desain bergaya manueline, Kastil
Chillon di tepi danau jenewa-Swiss, Abu Simbel sebuah kuil batu besar di mesir
dan sebagainya, yang bisa kita nikmati kemegahannya hingga saat ini.
Seperti juga
Acropolis di Yunani, Ka’bah yang terletak di Makkah yang setiap tahunnya
dikunjungi oleh umat Islam dari berbagai penjuru dunia untuk mengenang kisah
Abraham dan Hajar, Jabal Rahmah di Arafah, Patung Sadako Sasaki dan Origami
Burung Emasnya di Jepang yang menjadi simbol perdamaian anak-anak pasca Bom di
Hirosima. Gunung Tangkuban perahu di Lembang dan tentunya kemudian salah
satunya adalah Benteng Malborough di Bengkulu. Peninggalan-peninggalan karya
peradaban manusia tersebut bisa kita nikmati sebagai sebuah bangunan sebab
kemegahannya, bisa juga sebagai sebuah situs yang menyimpan sebuah cerita
kebudayaan.
Benteng
Marlborough (Inggris:Fort Marlborough) merupakan situs budaya yang berlokasi di
pusat Kota Bengkulu. Benteng peninggalan Iggris Raya ini didirikan oleh East
Indian Company (EIC) pada tahun 1713-1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph
Callet. Benteng ini merupakan benteng Inggris terkuat pada jaman itu, setelah
benteng George di Madras India. Didirikan sebagai respon sekaligus ekspedisi
pertahanan-dagang terhadap Bentang VOC di pelabuhan Banten. Benteng yang
didirikan di “Bang Kulon” (baca: sebelah barat) Sumatra Bagian Selatan ini
tepat di sebelah timur deretan Pantai Tapak Padri.
Benteng ini
belakangan beralih fungsi dari situs peninggalan budaya ke Museum Sejarah. Dari
situs yang menyimpan cerita kebudayaan, kepada hanya sebagai tempat mengunjungi
koleksi peninggalan benda-benda dari masa lalu. Padahal sebagai objek wisata,
benteng Malborough ini bisa dikatakan sangat berpotensi menjadi situs
Internasional yang lebih Universal. Misalnya sebagai bangunan budaya, orang
Inggris mengunjungi tempat ini sebagai simbol kemegahan zaman kolonial yang
dapat mereka banggakan. Orang-orang eropa secara keseluruhan dapat mengunjungi
benteng ini sebagai benteng yang mirip kastil dalam dongeng-dongeng.
Benteng yang
didisain menyerupai kura-kura yang sedang berjalan-jalan di pinggir pantai ini
memiliki keunikan yang diakui oleh hampir seluruh pengunjungnya. Dengan kita
berdiri di bagian atas benteng kita dapat melihat pemandangan yang indah dari
Tapak Paderi dan zakat beach. Dimana Sunset sore menjadi menu utama para
pengunjungnya. Marwan misalnya salah satu pengunjung yang berasal dari Jogja
menyampaikan kepada penulis melalui sebuah milis:
“The Fort is
still in very good condition even after hundred years. It’s a British fort
stand on a small hill overlooking the Indian ocean. It has great view of Indian
ocean especially on a sunny day and at the dusk.”
Kalau Adam di
masa “pembuangan”nya dipertemukan oleh Tuhan dengan ibu segala manusia di Jabal
Rahmah (baca: bukit cinta). Diperkirakan di muka sunset seperti inilah Soekarno
di masa pembuangannya bertemu dengan Fatmawati yang kemudian kelak menjadi ibu
Negara kita.
*Penulis buku
puisi Kotak Cinta (2017)