Buku: Sisa Cium di Alun-Alun karya Weni Suryandari
Model: Feryna Setyowati |
SISA CIUM DI ALUN-ALUN
Kumpulan Puisi
Weni Suryandari
Weni Suryandari
Prolog : Joko Pinurbo
Epilog : Ahda Imran
Epilog : Ahda Imran
Penerbit : Taresi Publisher
Cetakan Pertama : September, 2016
ISBN : 978-602-7207-576-1
Cetakan Pertama : September, 2016
ISBN : 978-602-7207-576-1
Hujan Agung
bulan melengkung, angin berkibas basah
lampu lampu terangi jalan berwajah
sungai, hingga tiba shubuh sunyi
sedang ciumku tak sampai-sampai
di kotamu
oi, aku cemburu
gigil rindu tak dapat kutahan,
kata-kata pingsan di udara,
pecah hujan bertalun,
pecah sunyi mengalun
kidung kekasih menusuk dada
aku luluh lantak,
lebur bersama jiwa-jiwa yang terbang
dan mata-mata airmata
hantarkan sajak pendoa
menyelinap di antara bangsal kematian
sepanjang lorong langit, sambil
membawa debar di jantungku
ke dadamu
lampu lampu terangi jalan berwajah
sungai, hingga tiba shubuh sunyi
sedang ciumku tak sampai-sampai
di kotamu
oi, aku cemburu
gigil rindu tak dapat kutahan,
kata-kata pingsan di udara,
pecah hujan bertalun,
pecah sunyi mengalun
kidung kekasih menusuk dada
aku luluh lantak,
lebur bersama jiwa-jiwa yang terbang
dan mata-mata airmata
hantarkan sajak pendoa
menyelinap di antara bangsal kematian
sepanjang lorong langit, sambil
membawa debar di jantungku
ke dadamu
dan ciumku yang tak pernah sampai
2014
Edorsemen
“Weni Suryandari sesungguhnya piawai memintal gejolak perasaan rindu-dendamnya dalam larik-larik puisinya. Kerap sangat asosiatif yang membawa imajinasi pembaca pada berbagai peristiwa yang coba diungkapkan di sana. Saya suka caranya membangun asosiasi. Ada kedalaman yang coba dihadirkan.” (Maman S Mahayana)
“Yang menonjol dari puisi-puisi Weni Suryandari adalah suasananya yang bukan saja terasa lembut, namun juga khusyuk. Suasana ini saya kira muncul dari interaksi yang intens antara penyair dengan objek yang diamatinya, yang kemudian meyakinkan saya bahwa penyair ini tahu apa yang ingin diungkapkan serta paham bagaimana cara mengungkapkannya. “ (Acep Zamzam Noor)
“Puisi Weni Suryandari dengan judul "Bulan Manis" ditulis pada 2009. Sebuah puisi yang begitu indah, dengan pilihan kata dan metafora yang mengalir disertai kesadaran yang kuat terhadap irama. Bekal kemampuan memadukan pilihan kata membentuk sebuah metafora, dengan kesadaran penuh terhadap irama, adalah sebuah "bakat" luar biasa yang harus dimiliki oleh seorang penyair. Perkenalan saya dengan Weni Suryandari diawali dengan membaca cerpen-cerpennya, dan saya terkejut ketika menerima draft kumpulan puisi ini (yang ditulis dengan catatan tahun 2009 hingga 2016), dan menemukan banyak puisi yang sangat saya sukai. Weni Suryandari adalah seorang penafsir yang baik terhadap rangsangan ide-ide yang menggelisahkan dirinya, yang ia wujudkan secara impresif, melalui puisi-puisinya yang indah.” (Hanna Fransisca)
“Lewat kumpulan puisinya yang terbaru ini, penyair Weni Suryandari mengekspresikan cinta dan kerinduan dengan berbagai variasinya. termasuk hal-hal yang bersifat religius diungkapnya dengan lembut. Kepekaan semacam ini menunjukkan bahwa Weni bukan penyair yang datang tiba-tiba ke dunia ini. Semuanya dilalui dengan proses yang sabar, tekun, dan hasilnya cukup menggembirakan. Alhamdulillah, taman puisi Indonesia kini selalu diisi oleh para penyair berbakat, dan Weni termasuk salah satu di antaranya, mengisi taman itu.” (Soni Farid Maulana)
“Puisi-puisi Weni pada umumnya penuh cinta meski kesal, marah tapi lembut, kecewa tapi sabar. Itulah hakikat Puisi, selalu memberi pelajaran hidup, selalu bisa memberi ruang untuk menyadari hakikat diri sebagai manusia.”(Kyai Matdon)
Baca juga: