Cerita Pengantar Cerita - Ita Siregar
KAWACA.COM - Tradisi atau kebiasaan manusia melakukan satu kegiatan terus-menerus merupakan sebuah cara merespons atau mengabadikan apa yang dipercayai atau diyakini benar. Tradisi dipertahankan sebagai cara manusia menyegarkan ingatan tentang apa yang dipercayai dan meneruskan warisan itu kepada generasi berikutnya. Bagi komunitas kristen dalam hal ini, tradisi atau kebiasaan dapat berarti berhimpun tiap hari Minggu, membaca kitab suci, berdoa pribadi atau bersama keluarga, berpuasa dan berpantang untuk tujuan tertentu, berdoa dan bermeditasi, pertobatan dan mengaku dosa, saling berbagi dan bersaksi di dalam atau di luar lingkungan mereka.
Bahkan setiap keluarga memiliki dan mengembangkan tradisinya sendiri. Dalam pelaksanaannya, pemaknaan atau mempertanyakan kembali tradisi, menerima atau menolak atau melawan, mungkin saja terjadi. Bila mengerucut pada ketidaksepakatan maka akan menimbulkan friksi dan konflik -kecil atau besar- dalam keluarga atau komunitas tempat tradisi itu dijalankan. Kemudian itulah yang menjadi bibit perpecahan atau percabangan satu mazhab sebagai kesadaran untuk menyempurnakan tradisi lama. Semua itu sah-sah saja mengingat pada dasarnya manusia berubah untuk mempertahankan diri dan lingkungan mereka.
Dari sanalah cerita-cerita lahir.
Buku ini berisi sepuluh cerita yang kebetulan ditulis oleh pengarang yang bertradisi keagamaan yang sama. Cerpen Doa Bapa Kami -doa yang diajarkan Yesus dalam kitab suci- adakah kisah seorang ibu mengajar anak perempuannya untuk berdoa. Sang ibu merasa gagal karena putrinya sulit menghapal baris-baris doa sampai akhirnya ia sadar bahwa mengajar berdoa bukanlah sekadar kata-kata melainkan menurunkan teladan. Demikian pula cerpen Poltak dan Mamak pada Suatu Sore, memusatkan perhatian cerita pada keluarga Batak dan bagaimana tradisi keluarga ini menyambut masa kateksasi anggota keluarga yang menjelang dewasa.
Cerpen Natal di Kampung Rote yang menjadi judul buku merupakan cerpen terakhir Gerson Poyk (semoga jiwanya tenang di dunia baru) sebelum wafat pada Februari 2017- menggambarkan suasana keluarga dan kampung halamannya menyambut Natal. Menurut catatan ensiklopedia, sedikitnya ada 17 gereja tradisional di Tanah Air yang mengadopsi nilai-nilai lokal adat Dayak, Jawa, Sunda, Jawa dan Melayu, Jawa Timuran, Tionghoa Malang, Minahasa, Toraja, Toba, Batak Karo, Simalungun, Angkola, Dairi, Nias, Bengkulu. Tradisi masing-masing adat tentu akan menjadi parade ekspresi Natal yang kaya bila diceritakan. Penganut awal kekristenan agama yang diimpor dari Barat katakankah demikian, tentu memiliki banyak persoalan ketika mengadopsinya menjadi agama yang diterima oleh seluruh kalangan dalam satu komunitas.
Gayatri W.M. dengan bahasa yang lincah dan penguasaan teritori satu kota di Italia dan perbandingan agama-agama berikut rantingnya, menjadikan Jubah Tamsil, kisah percintaan beda agama ini diliputi suasana riang bergizi meski tampil juga konflik-konflik yang membuatnya menjadi lebih manis. Tokoh laki-laki dan perempuan yang diciptakan digambarkan setara dalam hal pengetahuan dan ketertarikan mereka pada agama-agama. Mereka bahkan saling melempar ayat tanpa perlu penjelasan makna karena yakin yang lain sudah menangkap maksudnya.
Sementara Iksaka Banu menyumbang cerpen Lazarus Tidak di Sini barangkali pembaca terkecoh karena ada lebih dari satu nama Lazarus yang dicatat Kitab Suci. Pengarang dengan lancar memanfaatkan satu ayat ke dalam cerita berlatar masa kolonial, tanpa merusak suasana atau sekadar menggurui berdasarkan ayat. Kondisi menuju sakaratulmaut merupakan saat yang dianggap tepat bagi siapa pun prajurit dalam cerita ini- untuk menarik kembali ingatannya pada kenangan-kenangan saat kecil dan dibesarkan, harapan atau doa yang pernah mewarnai kehidupannya, tanpa memikirkan saleh atau tidak salehnya seseorang.
Dua cerpen atau mungkin tiga cerpen- secara bebas menarik keluar tokoh atau peristiwa dalam Kitab Suci, untuk diceritakan ulang dari cara pandang penulis. Jika pembaca mengenal kisah cinta Yakub-Rahel-Lea, akan menemukan fakta baru tentang Lea dalam cerpen Bawang Prei di Kebun Lea, dan mungkin akan bersimpati pada Lea. Kitab Suci membeli petunjuk dengan menyebut bahwa Lea tidak berseri matanya sementara Rahel elok sikapnya dan cantik parasnya (Kejadian 29:17). Pengarang berspekulasi tentang rasa aman Lea yang terletak pada bererotnya anak laki-laki yang lahir dari rahimnya untuk menarik perhatian Yakub kepadanya. Ia menemukan jawaban atas kegelisahannya selama ini sebagai istri yang kurang dicintai suami- melalui bawang prei.
Cerpen Surat Terbuka dari Pemilik Penginapan di Betlehem mungkin adalah sebuah bentuk kejengkelan pengarang pada drama-drama Natal di gereja yang seragam dalam memandang sikap pemilik losmen tempat Maria melahirkan bayi Yesus- sebagai seorang yang kejam. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Jawabannya, mungkin itulah sebabnya cerita-cerita berlatar tradisi beragama perlu banyak diproduksi untuk menyegarkan atau membaharui resepsi atas pembacaan Kitab Suci.
Arwah Atur adalah sebuah cerpen yang suram. Jeli Manalu berhasil memasuki psikologis manusia yang tidak mampu membebaskan dirinya dari kenangan buruk masa lalu. Ia meramu cerita dari sudut pandang kamu, berusaha mengorek kedalaman tokoh yang terus gelisah sebelum ia mengetahui rahasia kematian ayahnya. Tokoh spiritual yang ditampilkan di sini menarik karena digambarkan seorang yang penuh rahmat ilahi, yang mampu melihat dengan mata batin tanpa memilih-milih, apa yang terjadi. Tokoh Atur mungkin saja simbol umat yang terjebak dalam rasa bersalah yang tidak kunjung sirna meski telah berdoa atau berpuasa sekali pun.
Bayu Probo dalam cerpen Gerbang Damaskus menawarkan sebuah gambaran persahabatan dan toleransi antar masyarakat beragama yang bergaul akrab. Sebuah pemandangan yang dirindukan menjadi ilham bagi kondisi masyarakat kita yang rasa kesatuannya terpecah akibat perbedaan yang terus didengung-dengunkan daripada terus merawat kesatuan yang sudah digagas para bapak-ibu bangsa.
Semoga cerita-cerita ini memberi inspirasi. Selamat membaca.
Ita Siregar, November 2017
Bahkan setiap keluarga memiliki dan mengembangkan tradisinya sendiri. Dalam pelaksanaannya, pemaknaan atau mempertanyakan kembali tradisi, menerima atau menolak atau melawan, mungkin saja terjadi. Bila mengerucut pada ketidaksepakatan maka akan menimbulkan friksi dan konflik -kecil atau besar- dalam keluarga atau komunitas tempat tradisi itu dijalankan. Kemudian itulah yang menjadi bibit perpecahan atau percabangan satu mazhab sebagai kesadaran untuk menyempurnakan tradisi lama. Semua itu sah-sah saja mengingat pada dasarnya manusia berubah untuk mempertahankan diri dan lingkungan mereka.
Dari sanalah cerita-cerita lahir.
Buku ini berisi sepuluh cerita yang kebetulan ditulis oleh pengarang yang bertradisi keagamaan yang sama. Cerpen Doa Bapa Kami -doa yang diajarkan Yesus dalam kitab suci- adakah kisah seorang ibu mengajar anak perempuannya untuk berdoa. Sang ibu merasa gagal karena putrinya sulit menghapal baris-baris doa sampai akhirnya ia sadar bahwa mengajar berdoa bukanlah sekadar kata-kata melainkan menurunkan teladan. Demikian pula cerpen Poltak dan Mamak pada Suatu Sore, memusatkan perhatian cerita pada keluarga Batak dan bagaimana tradisi keluarga ini menyambut masa kateksasi anggota keluarga yang menjelang dewasa.
Cerpen Natal di Kampung Rote yang menjadi judul buku merupakan cerpen terakhir Gerson Poyk (semoga jiwanya tenang di dunia baru) sebelum wafat pada Februari 2017- menggambarkan suasana keluarga dan kampung halamannya menyambut Natal. Menurut catatan ensiklopedia, sedikitnya ada 17 gereja tradisional di Tanah Air yang mengadopsi nilai-nilai lokal adat Dayak, Jawa, Sunda, Jawa dan Melayu, Jawa Timuran, Tionghoa Malang, Minahasa, Toraja, Toba, Batak Karo, Simalungun, Angkola, Dairi, Nias, Bengkulu. Tradisi masing-masing adat tentu akan menjadi parade ekspresi Natal yang kaya bila diceritakan. Penganut awal kekristenan agama yang diimpor dari Barat katakankah demikian, tentu memiliki banyak persoalan ketika mengadopsinya menjadi agama yang diterima oleh seluruh kalangan dalam satu komunitas.
Gayatri W.M. dengan bahasa yang lincah dan penguasaan teritori satu kota di Italia dan perbandingan agama-agama berikut rantingnya, menjadikan Jubah Tamsil, kisah percintaan beda agama ini diliputi suasana riang bergizi meski tampil juga konflik-konflik yang membuatnya menjadi lebih manis. Tokoh laki-laki dan perempuan yang diciptakan digambarkan setara dalam hal pengetahuan dan ketertarikan mereka pada agama-agama. Mereka bahkan saling melempar ayat tanpa perlu penjelasan makna karena yakin yang lain sudah menangkap maksudnya.
Sementara Iksaka Banu menyumbang cerpen Lazarus Tidak di Sini barangkali pembaca terkecoh karena ada lebih dari satu nama Lazarus yang dicatat Kitab Suci. Pengarang dengan lancar memanfaatkan satu ayat ke dalam cerita berlatar masa kolonial, tanpa merusak suasana atau sekadar menggurui berdasarkan ayat. Kondisi menuju sakaratulmaut merupakan saat yang dianggap tepat bagi siapa pun prajurit dalam cerita ini- untuk menarik kembali ingatannya pada kenangan-kenangan saat kecil dan dibesarkan, harapan atau doa yang pernah mewarnai kehidupannya, tanpa memikirkan saleh atau tidak salehnya seseorang.
Dua cerpen atau mungkin tiga cerpen- secara bebas menarik keluar tokoh atau peristiwa dalam Kitab Suci, untuk diceritakan ulang dari cara pandang penulis. Jika pembaca mengenal kisah cinta Yakub-Rahel-Lea, akan menemukan fakta baru tentang Lea dalam cerpen Bawang Prei di Kebun Lea, dan mungkin akan bersimpati pada Lea. Kitab Suci membeli petunjuk dengan menyebut bahwa Lea tidak berseri matanya sementara Rahel elok sikapnya dan cantik parasnya (Kejadian 29:17). Pengarang berspekulasi tentang rasa aman Lea yang terletak pada bererotnya anak laki-laki yang lahir dari rahimnya untuk menarik perhatian Yakub kepadanya. Ia menemukan jawaban atas kegelisahannya selama ini sebagai istri yang kurang dicintai suami- melalui bawang prei.
Cerpen Surat Terbuka dari Pemilik Penginapan di Betlehem mungkin adalah sebuah bentuk kejengkelan pengarang pada drama-drama Natal di gereja yang seragam dalam memandang sikap pemilik losmen tempat Maria melahirkan bayi Yesus- sebagai seorang yang kejam. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Jawabannya, mungkin itulah sebabnya cerita-cerita berlatar tradisi beragama perlu banyak diproduksi untuk menyegarkan atau membaharui resepsi atas pembacaan Kitab Suci.
Arwah Atur adalah sebuah cerpen yang suram. Jeli Manalu berhasil memasuki psikologis manusia yang tidak mampu membebaskan dirinya dari kenangan buruk masa lalu. Ia meramu cerita dari sudut pandang kamu, berusaha mengorek kedalaman tokoh yang terus gelisah sebelum ia mengetahui rahasia kematian ayahnya. Tokoh spiritual yang ditampilkan di sini menarik karena digambarkan seorang yang penuh rahmat ilahi, yang mampu melihat dengan mata batin tanpa memilih-milih, apa yang terjadi. Tokoh Atur mungkin saja simbol umat yang terjebak dalam rasa bersalah yang tidak kunjung sirna meski telah berdoa atau berpuasa sekali pun.
Bayu Probo dalam cerpen Gerbang Damaskus menawarkan sebuah gambaran persahabatan dan toleransi antar masyarakat beragama yang bergaul akrab. Sebuah pemandangan yang dirindukan menjadi ilham bagi kondisi masyarakat kita yang rasa kesatuannya terpecah akibat perbedaan yang terus didengung-dengunkan daripada terus merawat kesatuan yang sudah digagas para bapak-ibu bangsa.
Semoga cerita-cerita ini memberi inspirasi. Selamat membaca.
Ita Siregar, November 2017