Buku: Didera Deru Kedai Kuala karya Arco Transept
Buku Puisi: Didera Deru Kedai Kuala
Karya: Arco Transept
Prolog: Hasan Aspahani (Baca: Tema-Tema Lokal yang Tak Terjebak
Lokalitas Sempit)
Penerbit: TareSI Publisher &
Lokomoteks
Cetakan Pertama: September 2017
Harga: Rp 50.000,-
Pemesanan: TareSI Publisher (facebook)
-----------
Tak Bermusim
Aku mencintaimu
selembut angin pesisir
bertekuk lutut pada lekuk
tebing pipi yang tak bisa tersusur.
Aku mencintaimu
sederas arus laut mendebur debar
tepian tubuh yang tak menemui jantung
muara hulu dan hilir.
Aku mencintaimu sepanjang kesedihan
bermukim di matamu yang tak bermusim.
2016
----------
“...saya melihat kecerdikan Arco ketika
di buku ini, dia menggarap tema-tema lokal tanpa terjebak pada lokalitas yang
sempit. Arco menggarap, mengamati, merenungkan, dan memaknai kotanya
sebagai imaji sajak-sajaknya....Sajak-sajak di buku ini memperlihatkan seorang
Arco, penyair yang lebih tenang, lebih tertib, lebih kuat, lebih arif, dan
tetap menawarkan gelegak yang kuat di balik ketenangan itu.” (Hasan Aspahani,
Prolog)
Endorsemen
Arco telah menghidupkan sajak-sajaknya
dengan mengolah kembali berbagai unsur lokal di tengah perkembangan zaman yang
kian mengglobal. Itulah salah satu sisi menarik dari kerja menyairnya.
(Joko Pinurbo, Penyair)
Seperti kedai, puisi-puisi Arco
Transept menawarkan begitu banyak warna. Seperti kota, puisi-puisinya didirikan
dari banyak kenangan dan cita-cita. Sebagai pembaca, saya menyangka ada yang
harus digali dari apa yang tersaji. Kisah Tan Bun An misalnya, atau seperti apa
rasa kopi dari Jarai. Arco Transept mahir menyembunyikan perasaan dan
membiarkan kita menebak apa yang akan meledak ketika membaca puisi-puisinya
ini. (Dedy Tri Riyadi, Pekerja Iklan & Penyair)
Arco Transept sangat pandai memilih
metafora, juga memilih dan menempatkan kata dengan kesadaran pentingnya irama.
Ia mampu memperhitungkan dengan cermat, bagaimana sebuah kata tidak saja
mengantarkan makna, akan tetapi juga mengantarkan bunyi. Hampir semua
puisinya padat, meskipun pada dasarnya ia tengah memaparkan sebuah
kisah,--kisah-kisah dalam bentuk narasi. Maka saya ingin menyebut, bahwa
puisi-puisi Arco yang terkumpul dalam buku ini, adalah narasi-narasi pendek
yang bernyanyi. Ia adalah penyair dengan kisah-kisah muram yang dinyanyikan
dengan sendu.
(Hanna Fransisca, Penyair dan
Prosais. Tokoh Sastra Pilihan Majalah Tempo 2011)
Puisi Arco membuat saya kembali
meyakini bahwa alam dunia beserta isinya, laku manusia maupun pikirannya,
adalah sumber ilham yang tiada habisnya bagi penyair. Sebagian karyanya pun
berpotensi menjadi sajak mumpuni: bahasanya mengalir, metaforanya hidup, dan
mencoba tanpa pretensi untuk melebih-indahkan apa yang dia jumpai. Tapi,
penciptaan puisi memang misteri. Pengalaman empirik dan perenungan hingga ke
relung batin saling menyusun-menjalin, kadang dalam tahap dan rupa tak biasa;
kesabaran dalam menyiangi kata dan menumbuhkan makna tetaplah dibutuhkan.
Bagaimanapun, patutlah kita mengapresiasi buku ini, sebagai tanda bahwa puisi
masih diyakini peran dan arti kehadirannya.
(Ni Made Purnamasari, Pemenang
Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015)