Puisi-Puisi Nanang Suryadi*
Aku
Tahu Engkau Demikian Pencemburu
aku tahu engkau demikian pencemburu, dan cinta itu,
selalu saja untukmu. kutahu, karena engkau begitu pencemburu
karena cintaku padamu adalah sebuah kutuk, maka aku tak pernah berhenti mengetuk, pintumu
setetes airmata, setitik luka, jarak yang direntang. tiktak jam, menitik letak. dimana engkau sembunyi? tak kutahu
menembus malam, menembus batas kabut yang menyelimut, cinta tak akan berhenti menyeru, dirimu
di setiap waktu engkau tetap terjaga, menjaga cinta tetap menyala
Malang, 2011
karena cintaku padamu adalah sebuah kutuk, maka aku tak pernah berhenti mengetuk, pintumu
setetes airmata, setitik luka, jarak yang direntang. tiktak jam, menitik letak. dimana engkau sembunyi? tak kutahu
menembus malam, menembus batas kabut yang menyelimut, cinta tak akan berhenti menyeru, dirimu
di setiap waktu engkau tetap terjaga, menjaga cinta tetap menyala
Malang, 2011
Cinta Para Perindu
pada
degup yang gugup,
puisi
menyimpan rindumu diam-diam,
dalam-dalam
kau
tahu debar yang tak terkabar,
debar
yang akan membakar,
dirimu
mempuing jadi, membara api
namun
para perindu tak pernah jera
menera
cinta di dalam dadanya
para
pecinta merindu pulang,
kembali
menatap wajah Kekasih
para
pecinta merindu Cahaya,
marak
menerang di dalam cintanya yang cahaya
Akulah Burung yang Menyapa Setiap Pagi
sayapku
terlalu mungil untuk mengepak jauh ke langit rahasiamu. hening yang asing.
sunyi yang tak terkira
kicauku
terlalu parau terlalu sengau kabarkan cinta yang remah di tangan manusia yang
saling curiga. aku mematuki rahasia
paruhku
yang kecil mengetuk dinding sunyimu. rahasia kehendak. garis takdir.
Cintamu
yang abadi, kueja berulangkali
aku
hinggap dari ranting ke ranting, menerjemah gugur daun, menerjemah geliat ulat
di paruhku, menerjemah embun dicium cahaya matahari di pagi hari
kau
dengar kicau syairku, di halaman rumah, di pohon yang ranggas oleh kemarau,
kicauku yang manis terdengar, adalah tangis
sayapku
terlalu letih membentur badai tanyaku sendiri, bumi yang nelangsa, dunia yang
membuatku mabuk tak berdaya
Malang,
26 Juli 2011
*Lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Nanang merupakan salah satu tokoh
dalam sastra cyber Buku-buku puisi yang telah terbit: Sketsa (HP3N,
1993), Sajak di Usia
Dua Satu (1994), dan Orang
Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri
Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu (Dewata
Publishing, 2002), BIAR! (Indie Book Corner, 2011), Cinta Rindu & Orang-orang yang Api dalam Kepalanya (UB Press, 2011), Yang Merindu Yang Mencinta
(nulisbuku, 2012), Derai Hujan Tak Lerai (nulisbuku, 2012), Kenangan
Yang Memburu (nulisbuku, 2012). Penyair Midas (Hastasurya &
Indie Book Corner, 2013). Kini Nanang tinggal di Malang sebagai dosen FEB Universitas Brawijaya sambil mengelola fordisastra.com.
Baca Juga: